Arka berlarian di antara padang ilalang ketika dia harus mencari kunci yang hilang, suara teriakan itu menakutkannya, dia merasa bersalah karena telah menghilangkan kunci motor ayahnya, dia terus saja berlari sambil matanya menoleh ke kanan dan ke kiri, dia ingin menemukan kunci itu agar dia tidak menjadi anak yang disalahkan.
Tapi naas, Arka tidak pernah menemukan kunci tersebut sehingga dia harus berjalan menunduk menemui ayahnya.
"Apakah kamu sudah mendapatkan kuncinya?" suara tenor Sang ayah menakutkan Arka.
Arka kecil menggelengkan kepalanya.
"Jadi kamu tidak mendapatkannya?! dasar anak nakal!!" kata Sang Ayah sambil memukul kedua pipi Arka. Arka hanya menunduk dia meringis kesakitan.
"Tapi tadi Arka tidak merasa menghilangkannya Ayah, mungkin saat Ayah berjalan kemudian kunci itu terjatuh. . .hu. .hu. ."
"Lantas kamu pikir Ayah yang pikun, begitu? kamu itu sudah salah tidak mau mengakui kesalahan mu mestinya kamu minta maaf kepada ayah bukan malah bicara seperti itu!"
"Arka hanya berusaha untuk bicara yang benar ayah. Arka tadi melihat kalau Ayah membawa kunci tersebut sambil berjalan."
"Kamu masih saja berani menjawab ya, dasar anak nakal! tidak tahu diuntung kamu!" kata sang ayah sambil kedua tangannya memegang tubuh Arka dan kemudian melemparkannya ke sebuah kardus besar Arka menangis, dia berteriak."
Mungkin dia kesakitan karena pantatnya menyentuh lantai tapi sang ayah bukannya malah diam dan menenangkan anak tersebut sang ayah justru semakin marah dia merasa bahwa Arka adalah anak yang tidak tahu berterima kasih tidak mau menyampaikan kata maaf dan itu dianggap sebuah pelanggaran Arka terus saja menangis.
Hingga kemudian mamanya datang.
"Ada apa ini? kenapa Arka menangis?" tanya mamanya kepada Arka dan Ayahnya.
Sang Mama memeluk Arka, menggendongnya, kemudian menenangkan Arka. Arka masih saja terisak-isak, dari tangisannya Arka sepertinya sedang berusaha ingin menggambarkan bahwa dia tidak kesakitan melainkan ketakutan.
Azura memeluk anak laki-laki kecil itu sambil berdendang, dia berharap dendangnya dapat menenangkan suara tangisan yang semakin lama semakin terdengar kencang.
Hingga kemudian Arka kecil tertidur dalam pelukan Azura.
Azura menidurkannya di dalam kamar.
"Sebenarnya ada apa tadi Mas?"
"Arka menghilangkan kunci motor, aku menyuruhnya untuk mencari tetapi dia tidak menemukannya, aku jadi emosi kemudian aku memukulnya."
Azura menarik nafas panjang kemudian mencibir "penting mana Mas antara keselamatan dan kebahagiaan Arka dibandingkan dengan kunci motor yang kamu bisa memesannya kembali, apakah karena Arka bukan anak kandung mu sehingga kamu bisa melakukan hal-hal yang seharusnya tidak kamu lakukan?!"
"Tapi dia itu harus diberi pelajaran anak sekecil dia sudah berani melawan kepadaku harusnya dia mengucapkan kata maaf atau dia mengatakan sesuatu yang mengartikan bahwa dia menyesal tapi dia malah menantang dia malah bilang bahwa aku yang menghilangkan kunci motor itu."
"Bisa saja begitu kan Mas, apakah kamu sudah mencoba untuk mencarinya?"
"Aku mau mencari kemana?"
"Jika kamu tidak tahu akan mencari kemana lalu Arka harus mencari kemana?"
"Kamu selalu saja membela anak itu, nanti lama-lama dia bisa menjadi kebiasaan, menjadi merasa dimanjakan, sehingga dia tidak mempunyai tanggung jawab." Ujar sang ayah dengan suara yang sangat keras.
Mereka tidak tahu bahwa Arka kecil tidak terpejam di kamarnya.
Arka mendengarkan semua kalimat yang disampaikan oleh Azura dan suaminya, sejak hari itu Arka tahu bahwa dia bukanlah anak kandung dari laki-laki yang ada di rumahnya tetapi Arka kecil tidak berani bertanya apapun, peristiwa hari kemarin cukup menjadi sebuah pelajaran bagi dirinya seringkali dia bahkan menjauh ketika ayahnya mendekatinya.
Arka berteriak-teriak membuat Azura mendekatinya kemudian menggoyang tubuh anak laki-lakinya sambil memintanya untuk bangun.
Malam masih terlalu larut tetapi Arka sudah membangunkan seisi rumah.
"Kamu kenapa? apa yang sedang terjadi padamu?" tanya Azura kepada Arka.
Arka menghela nafasnya dalam-dalam dia tidak menyangka bahwa tadi dia hanya bermimpi, dia kemudian mengusap wajahnya dengan sepuluh jarinya sambil berkata "astaghfirullahaladzim."
"Kamu kenapa dek?" tanya sang kakak kepada Arka.
Arka hanya menggelengkan kepalanya tegas sambil berkata bahwa "tidak ada apa-apa semuanya baik-baik saja, sebaiknya Mama dan kakak kembali istirahat, maaf ya sudah membuat kalian terbangun tengah malam begini, aku hanya mimpi buruk."
"Mimpi buruk itu mimpi buruk tentang apa apakah kamu tidak mau bercerita?"
"Ayah Ashraf bilang bahwa mimpi buruk itu tidak perlu diceritakan kepada siapapun cukup hanya kita dan Tuhan yang tahu jadi sekarang mama dan kakak kembali saja istirahat aku juga ingin tidur aku capek."
Kemudian Azura duduk disamping Arka dan membiarkan tubuhnya beralih posisi menjadi berbaring.
Begitu juga dengan putra pertamanya mereka sama-sama berbaring di samping Arka.
"Ini kenapa jadi pada tiduran di kamar Arka semua kan jadi sempit kamarnya?"
"Sesekali lah dek kita tidur berdesak-desakan seperti dulu, kalau kamu merasa tidak nyaman hidupkan saja AC nya."
"Dulu di rumah kita-kita juga tidur berdesak-desakan seperti ini bahkan tanpa ranjang dan tanpa AC tapi kita merasa bahagia kita tidak pernah mengeluh sama sekali."
"Kenapa kamu jadi melankolis begini Kak?" tanya Arka kepada kakaknya.
"Aku tidak melankolis aku hanya berusaha mengenang masa lalu supaya kita menjadi ingat bahwa kita juga pernah tidur bersama seperti ini."
"Aku yang mimpi buruk tapi kamu yang mengenang masa lalu lucu sekali."
"Sudah tidak usah berdebat sebaiknya sekarang kalian tidur, sebelum tidur kalian baca doanya dulu supaya kalian tidak mimpi buruk." Azura berusaha memberikan nasehat kepada anak-anaknya.
Hingga kemudian mereka terlelap dalam mimpi dan juga keinginan mereka masing-masing, ada banyak sekali cerita dan juga kisah dalam perjalanan mereka, suka dukanya begitu panjang dalam semua yang serba kekurangan mereka berusaha untuk tetap tersenyum menyikapi semuanya dengan kebahagiaan setidaknya hal itulah yang sedang terjadi pada Azura dan anak-anaknya, itulah mengapa dia tidak ingin anak-anaknya menjadi congkak dan sombong ketika keadaan kemudian sudah membaik, ada atau tidaknya seorang ayah di dalam rumah mereka anak-anak harus tetap menjadi anak yang baik hal itulah yang selalu ditekankan Azura kepada anak-anaknya.
Malam semakin larut mereka mengistirahatkan tubuh mereka dari semua kelelahan dan kepenatan yang terjadi selama seharian, mereka ingin melepaskan semua beban dengan membiarkan matanya terpejam.
Arka juga berusaha memejamkan matanya meskipun hatinya tidak tenang entah mengapa malam ini dia seolah-olah diingatkan pada kejadian beberapa tahun yang lalu sehingga mimpi buruk itu pun datang.
Sudah lama sekali rasanya Arka tidak mengingat kejadian tersebut
Dan baru kali ini kejadian itu muncul lagi dalam mimpinya dia tidak tahu dipicu oleh apa yang pasti mimpi itu terasa teramat jelas harga menarik nafasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan ada Mama juga kakak disampingnya dia merasa tenang karena dia berada diantara orang-orang yang menyayanginya