Nadia masih berdiri kaku di depan tempat yang saat ini baginya asing. Hampir setiap hari Nadia mampir ke sini. Entah itu untuk mengerjakan tugas? Entah untuk melakukan rapat lomba? Atau hanya sekedar berdiam diri dan menikmati suasana. Tapi, malam ini taman itu benar-benar serasa bukan seperti biasanya.
Fauzan, berdiri di sana. Membawa satu ikat bunga segar dan harum. Nadia yang masih membeku, tidak bisa menggerakkan kakinya. Bahkan, suaranya tertahan di kerongkongannya. Tadi, Fauzan bilang kalau ada sebuah kejutan untuknya bukan? Artinya, Fauzan berdiri saat ini memang untuknya.
Perlahan Fauzan mulai berjalan mendekati Nadia. Nadia masih hanya berdiri kaku dengan ekspresi terkejutnya. Saat ini, jarak mereka sudah bisa diukur dengan jarak antar sentimeter saja.
"Maaf, aku mengejutkanmu. Ini untukmu." Fauzan memberikan bunga yang ia bawa, pada Nadia.
"Untukku?" tanya Nadia masih tidak percaya dengan apa yang ada di depannya.
"Nadia, saat seorang laki-laki memberikan seikat bunga cantik padamu, itu menandakan sebuah arti. Kamu tahu apa maksudku bukan?" tanya Fauzan.
Nadia hanya berdiam. Tentu saja sedikit banyak Nadia tahu artinya. Tapi, memang iya arti itu benar untuknya? Meskipun Nadia mencoba untuk menebaknya, tapi Nadia tetap tidak akan menjawabnya. Fauzan tersenyum melihatnya.
"Aku menyukaimu," kata Fauzan terdengar sangat jelas.
"Aku?" Nadia menunjuk dirinya sendiri. "Tunggu. Bukankah, kita baru berkenalan beberapa Minggu terakhir ini?" tanya Nadia yang polos dan masih sedikit linglung.
"Kamu hanya tidak sadar kalau aku sudah mengenalmu sejak dua tahun yang lalu," ungkap Fauzan.
"Apa?!" Nadia tersentak mendengarnya.
"Pikirkan saja, apa yang baru saja aku ucapkan padamu tadi, adalah sebuah ungkapan dari seorang pengagum rahasia."
Selang sekian detik terus berlalu. Nadia masih berusaha memaknai atmosfer di sekitarnya. Dua tahun yang lalu? Kenapa Nadia baru tahu sekarang? Pikirnya.
"Nadia," panggil Fauzan kembali. "Aku tidak tahu apa yang ada pada dirimu, tapi yang aku tahu selama ini adalah aku menyukaimu," ucap Fauzan mantap.
"Aku, tidak pernah tahu soal itu," tanggap Nadia pelan.
"Tentu saja. Karena aku tidak pernah menunjukkannya padamu," ungkap Fauzan. "Akhir-akhir ini, aku rasa perasaanku semakin dalam. Maka dari itu, aku berusaha mendekatimu. Aku mencoba memberikan payung padamu di perpustakaan saat itu, tapi ternyata kamu sudah pulang," jelas Fauzan.
"Jadi, yang memberi payung saat itu, kamu?!" tanya Nadia. Fauzan hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
"Aku, juga diam-diam sering mengikutimu saat kamu pulang. Hanya untuk memastikan kalau kamu aman," tutur Fauzan. "Maaf kalau aku berbohong soal kos laki-laki yang menjadi kosku. Aku tidak punya alasan lain untuk bisa berjalan denganmu malam itu," lanjutnya lagi.
Jadi, yang mengikuti Nadia saat pulang malam-malam itu, adalah Fauzan? Bukan preman tempo hari yang menyerangnya itu? Nadia masih shock mendengar ungkapan Fauzan itu. Ternyata inilah alasan kuat Fauzan berbohong soal kos laki-laki itu.
"Sejak kapan?" tanya Nadia yang mencoba merespon dengan benar.
"Entahlah?" ucap Fauzan ikut ragu juga. "Mungkin sejak tiga tahun lalu? Atau mungkin lebih?" Fauzan menaikkan salah satu bola matanya dan berusaha untuk mengingat-ingat kembali.
"Aku tidak bisa memastikannya. Saat itu, aku hanya melihat seorang gadis energik yang pintar dan bersemangat, menang dalam perlombaan karya tulis. Setelah itu, aku hanya merasa penasaran dan terus saja mencari tahu tentangmu," jelas Fauzan. Nadia kembali menelan salivanya. Nadia berpikir, artinya itu sudah lama sekali. Kalau tidak salah, saat dirinya masih sering mengikuti lomba sendiri tanpa tim.
"Kenapa kamu baru mengatakannya sekarang?" tanya Nadia yang hampir tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Aku salah paham," ungkap Fauzan segera. Nadia kembali mengernyitkan dahinya mendengar Fauzan. "Aku pikir, kamu sudah memiliki kekasih. Laki-laki yang bernama Agra itu," lanjut Fauzan. Nadia tersentak mendengar Fauzan berbicara soal Agra.
"Kamu, tahu soal Agra juga?!" seru Nadia dengan nada tanya. Ia tidak sadar, bahwa ia baru saja meninggikan nada bicaranya. Fauzan kembali tersenyum.
"Apa yang tidak aku tahu darimu?" ujar Fauzan. Nadia langung menundukkan pandangannya merasa tersipu.
"Saat di gazebo beberapa hari yang lalu itu, Agra membawa seorang gadis. Dari sanalah, aku tahu bahwa dia memiliki kekasih. Dan, ternyata kalian tidak sedang pacaran. Aku hanya salah paham karena kalian terlihat sangat dekat sekali. Dari pandanganmu, aku baru tahu ternyata kamu selama ini hanyalah seorang pengagum rahasia," terang Fauzan.
Nadia kembali terdiam dan menundukkan pandangannya. Ia merasa malu. Bahkan, Agra yang ia sukai saja tidak tahu. Tapi, Fauzan bisa tahu.
"Setahuku, dulu kamu adalah gadis yang sangat ceria. Tapi, akhir-akhir ini kamu terlihat sangat murung dan selalu bersedih. Setelah berkenalan dengan pacar Agra waktu itu, kamu justru semakin terlihat murung. Makannya, aku sengaja memperkenalkan diri dengan cara menabrakmu dan memberikan informasi padamu soal bukuku itu," terang Fauzan. Nadia semakin tercekat dua kali.
"Jadi, kejadian menabrakku itu adalah disengaja?! Buku biru milikmu itu, juga adalah bagian dari rencanamu?" tanya Nadia yang semakin merasa terkejut. Sedangkan, Fauzan hanya tersenyum.
"Nadia?" panggil Fauzan lembut. "Aku sudah meninggalkan nomor ponselku di sana sangat lama. Menunggumu untuk menghubungiku. Tapi, pesan atau panggilan darimu tak kunjung muncul juga. Aku sempat memikirkan rencana lain agar bisa mendekatimu. Tapi, aku rasa semua ini sudah cukup. Aku ingin mengungkapkan perasaanku padamu yang aku pendam selama ini," kata Fauzan.
Fauzan berjalan semakin mendekat ke arah Nadia. Kaki Nadia seolah diselimuti bongkahan es. Sama sekali tidak bisa bergerak. Jarak mereka semakin dekat. Fauzan menatap Nadia lekat-lekat. Sedang, Nadia masih hanya terus terdiam.
"Nadia, jika kamu bertanya padaku sejak kapan aku menyukaimu? Aku tidak bisa memastikannya. Tapi, aku bisa memastikan kalau jauh sebelum kamu menyukai Agra, aku sudah lebih dulu menyukaimu," kata Fauzan kembali dengan mantapnya.
"Ini adalah sebuah cinta rahasia untukmu. Cinta rahasia, untuk seorang pengagum rahasia." Fauzan mengatakannya dengan sorot mata tulus.
Nadia melihat jauh ke dalam mata Fauzan. Ia tidak bisa memprediksi ke depannya, namun saat ini ia bisa melihat kejujuran Fauzan. Fauzan semakin mendekat, membuat jantung Nadia benar-benar seolah ingin melompat dari tempatnya.
"Nadia, aku tahu ini semua pasti sangat mengejutkanmu. Aku tidak berniat untuk memintamu memberikan jawaban. Sesuai dengan pernyataanku padamu tadi, aku hanya ingin mengatakan kalau aku menyukaimu. Jadi, aku hanya ingin kamu memberikanku sebuah kesempatan. Kesempatan agar aku bisa mendekatimu dan lebih mengenalkan diriku padamu, tanpa harus diam-diam lagi." Nadia masih bergeming. Fauzan lalu memberikan satu ikat bunga yang dari tadi dipegangnya itu. Ditujukan untuk Nadia.
"Jika kamu memberikanku sebuah kesempatan, maka terimalah bunga ini. Tapi, sebaliknya, jika kamu merasa aku mengganggumu, maka kamu bisa pergi meninggalkanku sekarang," ujar Fauzan yang masih menyodorkan seikat bunga yang cantik pada Nadia itu. Nadia, kemudian melihat ke arah bunga yang dipegang Fauzan. Nadia hanya diam, tapi pikirannya tidak kosong. Ada sebuah keputusan yang harus ia ambil saat ini.