Nadia masih berusaha mengatur nafasnya yang mendadak tidak beraturan itu. Ia kaget, karena mendengar suara laki-laki yang menyapanya. Saat ia melihat siapa pemilik suara laki-laki itu, Nadia justru semakin terkejut. Jantungnya berdebar-debar tak tentu.
Sedangkan, di sampingnya sudah berdiri seorang Fauzan yang telah dinantikan kabarnya oleh Nadia. Nadia hanya bertingkah salah tingkah dengan sedikit kikuk. Ia mengerjap-kerjapkan matanya tanda ia sedang gugup. Sikapnya muncul begitu saja.
Fauzan menyandarkan tubuhnya pada tiang dan mengulas satu senyuman melihat Nadia begitu kikuk. Ia tersenyum geli. Kemudian, Fauzan berjalan mendekat ke arah Nadia.
"Kenapa kamu sangat terkejut?" tanya Fauzan. Nadia, yang masih canggung, sedang menundukkan pandangannya.
"Suasana perpustakaan sangat sepi. Tiba-tiba, ada suara laki-laki di samping, bukankah sangat mengejutkan?" jawab Nadia masih kikuk. Ia menjawab sesekali dengan melihat ke arah Fauzan yang terus memandanginya. Fauzan terkekeh.
"Jadi, memang benar ya? Apa kamu sedang menunggu pesan masuk dariku?" tanya Fauzan lagi.
"Tidak!" jawab Nadia cepat. "Aku sedang menunggu pesan dari dosen pembimbingku," jawab Nadia berusaha mencari alasan. Fauzan yang melihat tingkah Nadia itu, justru hanya diam tanpa memberikan respon apapun. Membuat Nadia semakin tersipu.
"Penolakanmu itu, justru menunjukkan kalau kamu memang mengakuinya," tutur Fauzan.
Nadia mengkerutkan keningnya. Ia melihat ke arah Fauzan, dan ia kembali duduk. Masih dengan salah tingkahnya. Fauzan tersenyum memperhatikan Nadia. Ia tidak menyangka, jika Nadia memberikan respon baik untuknya. Fauzan lalu ikut duduk di sebelah Nadia. Ia masih memperhatikan Nadia dengan sangat dekat.
Sikap tersipu Nadia di hadapannya, membuat Nadia semakin cantik. Setelah sekian lama, Fauzan bisa menemukan senyum malu-malu Nadia ini. Nadia masih berusaha untuk tetap tenang. Ia kembali membaca buku di hadapannya. Ia merasa sangat kikuk, dengan Fauzan yang duduk di sebelahnya dengan masih memperhatikannya.
"Kenapa kamu ada di sini?" tanya Nadia yang membaca bukunya. Fauzan tidak segera membalas ungkapan Nadia. Ia hanya senyum-senyum memandangi gadis di sebelahnya itu. Membuat Nadia sulit bernafas.
"Kenapa kamu gugup sekali?" Fauzan balik bertanya dan tidak menjawab pertanyaan Nadia yang awal.
"Siapa yang gugup?" sanggah Nadia yang masih tidak melihat ke arah Fauzan.
"Lihatlah, kamu bahkan membaca dua buku yang sangat berbeda. Masih mau menyangkal?" ujar fauzan menggoda Nadia. Nadia cepat-cepat menutup satu bukunya. Menandakan memang ia benar-benar kikuk. Fauzan hanya tertawa gemas.
"Ada apa kamu ke sini!" tanya Nadia.
"Ingin bertemu denganmu," jawab Fauzan singkat. Nadia segera melihat ke arah Fauzan cepat. Ia sedikit melebarkan kedua matanya heran. Betapa beraninya Fauzan berbicara begitu di depannya?
"Bukankah, kamu juga ingin bertemu denganku?" tanya Fauzan yang menaikkan kedua alisnya.
"Ini perpustakaan. Banyak mahasiswa ke sini untuk belajar." Kode dari Nadia, supaya Fauzan tidak melakukan speak di tempat umum seperti ini. Namun, Fauzan hanya menanggapinya dengan senyuman.
"Aku tahu," jawab Fauzan. "Tenang saja. Aku ke sini, bukan untuk mengganggumu. Tapi, aku sudah mengatakan kalau aku ingin lebih dekat denganmu. Aku akan mendekatimu dengan caraku," kata Fauzan. Nadia masih saja terdiam melihat dan mendengar Fauzan berbicara.
"Jadi, apa hari Sabtu kamu ada acara?" tanya Fauzan tanpa basa basi. Nadia berpikir sejenak. Ia memutar kedua bola matanya ke atas, sambil mengingat jadwal apa yang akan ia kerjakan di hari Sabtu nanti. Setelah dirasa memang ia bebas, ia melihat ke arah Fauzan lagi.
"Tidak," jawab Nadia singkat.
"Bagus," ucap Fauzan tersenyum senang. "Jadi, Sabtu jam enam, aku akan menjemputmu," kata Fauzan memberitahu niatnya.
"Kemana?" tanya Nadia dengan polosnya.
"Aku, akan mengajakmu ke suatu tempat. Kamu pasti suka," kata Fauzan lagi.
Nadia kembali terdiam berpikir. Saat ini, ia mengatur degupan jantungnya yang kembali tidak terkontrol. Hanya dengan berimajinasi sampai hari Sabtu itu datang, Nadia menjadi deg-degan.
Fauzan masih melihat Nadia yang memegang bukunya.
"Jadi, kamu sudah mulai mengerjakan skripsi ya?" tanya Fauzan melihat Nadia.
"Iya," jawab Nadia singkat. Saat Fauzan bertanya tadi, Nadia seolah teringat sesuatu soal Fauzan.
"Em...ngomong-ngomong, bukumu masih ada padaku," kata Nadia.
"Biarkan saja. Buku itu, memang aku titipkan padamu," ujar Fauzan. Nadia jadi mengkerutkan keningnya tidak mengerti.
"Kenapa?" tanya Nadia. Fauzan kembali melihat ke arah Nadia.
"Sebagai pengingat, dan kenangan pertama dariku," kata Fauzan. Nadia bergeming sejenak. Ia bisa menerima kalimat Fauzan itu.
"Jadi, kamu mahasiswa semester berapa?" tanya Nadia.
"Sama sepertimu. Aku ada di fakultas ekonomi," tutur Fauzan. Seperti apa yang dipikirkan Nadia. Nadia pernah menerka-nerka sendiri tentang fakultas Fauzan, dari buku biru milik Fauzan yang dibawanya.
"Jurusan apa?" tanya Nadia lagi.
"Ekonomi pembangunan," ucap Fauzan. Nadia mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti.
"Terus?" tanya Fauzan bergantian. Nadia melihat ke arah Fauzan kembali, dengan tatapan heran.
"Terus apa?" tanya Nadia.
"Apa lagi yang ingin kamu tanyakan padaku? Aku akan menjawabnya," kata Fauzan seraya tersenyum. Mendadak, Nadia justru tersipu lagi.
"Ah, tidak. Aku pikir, aku sudah membuka-buka bukumu beberapa kali. Jadi, aku bisa menebak kalau kamu memang mahasiswa fakultas ekonomi," kata Nadia.
"Wah, ternyata kamu penasaran denganku juga ya?" ujar Fauzan menaikkan salah satu alisnya. Nadia kembali memberikan pandangan aneh pada Fauzan. Kemudian, Nadia hanya menghela nafasnya.
"Kenapa, kamu tahu aku di sini?" tanya Nadia mengganti pertanyaannya.
"Gampang sekali menemukanmu," kata Fauzan. "Jika tidak di perpustakaan, maka kamu ada di taman kota. Atau..." Fauzan menghentikan kalimatnya sejenak. "Kamu, ada di gazebo lama sekali, hanya untuk melihat lapangan basket yang kosong," tebak Fauzan.
"Kenapa kamu bisa tahu semuanya tentangku?" tanya Nadia.
"Aku sendiri tidak tahu kenapa aku harus mencari tahu tentangmu?" jawab Fauzan. "Sebenarnya, kita sering sekali bertemu. Tapi, kamu sama sekali belum menyadari keberadaanku. Karena, fokusmu hanya berada pada satu orang," kata Fauzan. Nadia yang mendengarnya lalu menundukkan pandangannya. Fauzan kembali memperhatikan Nadia.
"Nadia, cobalah ingat-ingat semua kejadian yang pernah kamu lalui di kampus ini. Kamu pasti bisa menemukanku di salah satu memorimu," ucap Fauzan lagi. Nadia lalu hanya bergeming mulai menuruti kalimat Fauzan.
Keduanya terhening sesaat. Fauzan melihat jam tangannya. Ia kemudian melihat Nadia yang setengah merenung. Fauzan kemudian berdiri, Nadia lalu segera melihatnya cepat.
"Maaf, ada yang harus aku urus. Aku harus pergi dari sini," kata Fauzan pada Nadia. Nadia hanya bisa diam melihat Fauzan. Fauzan kemudian beralih dari tempat duduknya. Mengambil posisi akan pergi dari sana.
"Jangan lupa. Hari Sabtu, aku akan menjemputmu. Jadi, ini adalah kencan pertama kita. Berdandanlah yang cantik," ujar Fauzan sambil tersenyum. Nadia membelalakkan matanya mendengar itu. Ia hanya bisa diam tak bisa membalas apapun melihat Fauzan yang semakin menjauh darinya.