Siang ini, Arsha sengaja mengajak Harsa untuk melakukan makan siang di restoran. Memang seperti tidak biasanya Arsha mengajak perempuan itu makan di tempat seperti ini, namun Arsha memiliki tujuan lain.
"Biasanya kamu akan mengajakku makan di tempat biasa, bukan di restoran seperti ini. Ada apa gerangan?" tanya Harsha setelah memesan makanannya pada seorang pelayan.
"Tidak, aku hanya sedang menginginkan suasana baru dalam menikmati makan siang. Toh tidak setiap hari kita ke sini," jawab Arsha membuat Harsha mengangguk paham mendengarnya.
Selagi menunggu pesanannya selesai, Harsha pun memilih untuk bermain ponsel dengan sesekali mengambil foto selfie. Sedangkan Arsha sendiri kini tampak diam dengan sesekali mengedarkan pandangan guna mencari seseorang yang ia maksud.
Biasanya, orang yang ia maksud akan melakukan makan siang di sini. Entah itu ketika kerja maupun di hari libur.
Sayangnya, sampai makanan yang keduanya pesan telah tiba pun, orang yang dimaksud oleh Arsha belum juga memunculkan batang hidungnya. Sebenarnya, Arsha tak bermaksud hendak melakukan apa pun pada orang itu, namun, ia hanya ingin melihat saja. Itu sudah cukup baginya.
"Sedang mencari apa?" tanya Harsha setelah beberapa detik ia mengamati sang teman yang terlihat tengah mencari sesuatu tanpa ia ketahui.
"Tidak ada, aku hanya sedang mengamati tempat ini," jawab Arsha dengan senyum kecil yang menyertai.
Ke mana dia? Batin Arsha terus bertanya-tanya. Biasanya pun pria itu akan setia menghabiskan waktu di tempat ini. Bahkan, semua pegawai di restoran ini telah mengenal pria itu dengan baik.
Batin Arsha mendesah pasrah, makanan yang telah ia pesan sampai ia anggurkan demi mencari seseorang yang benar-benar tidak ada di penglihatannya.
***
Andra sampai di apartemennya setelah melakukan perjalanan berjam-jam. Pria itu segera membuka sepatu yang masih ia kenakan dan segera berganti ke pakaian yang lebih santai. Tentu, berada di dalam pesawat selama berjam-jam memang sangat membosankan dan membuatnya ingin segera sampai saja.
Barry yang memang ikut dengan Andra pun sama halnya, pria itu kini tengah berbaring di atas kasur yang sangat empuk dengan kedua mata yang terpejam erat. Masa bodoh dengan koper, toh sudah ada orang khusus untuk merapikan barang-barang yang ia bawa.
Andra yang baru saja selesai membersihkan diri pun kini sudah bisa bersantai dengan menikmati secangkir kopi panas. Pria itu pun melangkahkan kakinya keluar dari kamar untuk menghirup udara segar dari balkon. Udara malam memang sangat menyenangkan baginya.
"Aku sudah sampai," monolog Andra dengan memandang langit gelap di depannya.
Sesekali pria itu melirik ke bawah, terpampang dengan jelas di matanya keadaan malam yang cukup ramai dengan berbagai lampu kendaraan.
Merasa ada yang kurang, Andra pun segera mengambil ponselnya yang berada di atas nakas kecil, kembali ke balkon lantas memotret gedung-gedung pencakar langit lainnya.
Setelah itu, barulah setelah itu Andra memposting hasil jepretannya pada story WhatsApp dengan mencantumkan nama tempat. Barulah setelah itu Andra kembali menyimpan ponselnya dan beralih pada iPad.
Banyak notifikasi pesan pada aplikasi WhatsAppnya setelah ia memposting foto itu. Entah itu dari teman kerja maupun dari sang ibunda yang menanyakan keadaannya setelah melakukan perjalanan yang cukup panjang.
Agni yang berada di Indonesia tentu merasa senang ketika mengetahui anaknya sampai di tempat tujuan dengan selamat. Bahkan saat ini wanita itu tengah melakukan video call untuk bisa melihat wajah Andra.
"Jangan pernah telat memberi kabar pada ibu, apa pun yang terjadi ceritakan semuanya dengan jelas," pinta Agni pada Andra yang tentu saja diangguki oleh pria itu. Ibunya memang super cerewet ketika ia sedang bepergian.
"Jaga diri baik-baik Bu, aku akan kembali setelah semuanya berjalan dengan baik," ujar Andra yang kali ini berhasil membuat Agni menangis.
Agni yang sudah tak kuat menahan tangisnya pun segera mengakhiri video call itu dan bergegas mencari suaminya hanya sekedar meminta pelukan karena ia sedang menangis sekarang.
Dengan senang hati Patra memeluk istri tercintanya itu dan mencoba menangkan sebisanya. Inilah akibatnya memiliki anak hanya satu, jika pergi, maka sudah tidak ada lagi. Semoga saja Andra bisa memiliki anak lebih dari satu agar rumahnya ramai.
***
Arsha termenung di kamarnya ketika melihat story Andra, ia tidak menyangka jika pria itu pergi cukup jauh. Pantas saja siang tadi Andra tidak ada di restoran yang biasa pria itu gunakan untuk sekedar makan siang atau pun untuk mencari hiburan. Dan tentunya, perjalanan Indonesia menuju Amerika bukanlah waktu yang singkat.
Arsha tersenyum miris, kini ia semakin yakin jika sudah tidak ada harapan untuknya kembali dekat dengan pria itu. Sedingin apa pun sikapnya pada Andra, tentu saja hati tidak bisa bohong tentang perasaan. Ada setitik harapan di hatinya jika suatu saat ia dan Andra bisa kembali bersama. Namun, ketika mengetahui pria itu telah pergi cukup jauh, membuatnya ragu atau bahkan lebih yakin jika semuanya benar-benar pupus.
"Masa bodoh dengan jodoh! Jika Tuhan mengizinkanku beribadah lebih baik, mungkin aku akan berkesempatan memiliki jodoh. Jika tidak, mungkin jodohku akan bertemu di surga nanti," monolog Arsha sekedar menghilangkan rasa kehilangan di hatinya.
Semakin lama matanya semakin tak terkontrol untuk tidak menangis. Bagaimana pun, Andra sangat baik padanya, namun sikapnya beberapa bulan terakhir ini cukup kurang baik dan menimbulkan rasa bersalah di hatinya.
Padahal, niatnya melakukan hal seperti itu pada Andra hanya untuk menjaga hatinya agar tidak jatuh pada pria itu. Namun sayangnya, semua tetap sama saja, bahkan semakin lama semakin parah rasa cinta itu.
Arsha membungkam mulutnya sebisa mungkin agar isak tangisnya tak terdengar, sekuat apa pun ia mencoba melupakan pria itu tetaplah sangat sulit.
'Bisa saja Andra pergi untuk melakukan hubungan yang lebih serius dengan perempuan tempo lalu.' batin Arsha. Darah Arsha seakan membeku ketika otaknya tak sengaja berpikir seperti itu.
Arsha semakin merasakan jika hatinya semakin teriris, membayangkannya saja sudah mampu membuatnya seperti ini, apa lagi jika hal itu benar-benar terjadi.
***
Andra berdecak kesal ketika melihat nomor tak dikenal terus menelponnya. Ia tahu betul pemilik nomor itu, dan ia sama sekali tidak memiliki niat untuk mengangkatnya.
Namun, semakin lama tentu saja ia merasa semakin risi, hal itulah yang membuatnya mau tidak mau mengangkat telepon dari Savira. Ya, Savira, bahkan sebelum matahari terbit perempuan itu sudah menelponnya sampai beberapa kali. Padahal, yang ia harapkan bukanlah perempuan itu, melainkan perempuan lain yang masih sempurna di hatinya.
"Kamu benar sudah tidak ada di Indonesia?" tanya Savira setelah memastikan jika sambungan teleponnya benar-benar tersambung dengan baik.
Andra hanya berdeham, ia tidak memilki hasrat untuk mengobrol dengan Savira. Bahkan jika bisa, tolong hilangkan perempuan itu dari hidupnya.
***