Bulir-bulir air mata Erica kembali mengalir deras, tangannya yang bergetar menyentuh pipi Alan. "... kau Alan, temanku saat itu?" tanyanya dengan suara tercekat.
Pria itu mengangguk pelan, menikmati sentuhan dari gadis yang sudah sangat lama ia cintai.
"Kau benar-benar berbeda, Alan. Aku sama sekali tak menyadarinya ... aku selalu berpikir namamu hanya mirip dengan seseorang yang kukenal dulu ...," ujarnya masih terisak pelan.
Hati Alan terasa sesak, ia tak tega melihat apa yang terjadi dengan Erica. Ia sangat paham ini semua memang kesalahannya, tetapi Alan ingin gadis itu menjadi lebih baik lagi. Tanpa ragu, pria berkacamata itu merengkuh tubuh Erica ke dalam dekapannya. Memeluknya begitu erat. "Maaf, aku baru berani memberitahumu."
Tangis Erica semakin pecah, ia menangis di dalam pelukan pria itu. Alan mengelus surai halus beraroma citrus tersebut, aroma yang sudah lama ia rindukan. Ia membiarkan gadis itu terus menangis, mengeluarkan seluruh kegundahan hatinya.
