"Kau pikir itu hanya akan berhenti sampai pada kematian ayahmu?"
"Sisik itu seperti virus, Areeta. Pulanglah dan periksa ibumu. Dia adalah inang baru terbaik yang mungkin didapat dari mendiang ayahmu."
Areeta lemas seketika. Dia berjalan bak macan lapar ditengah hutan. Tergopoh-gopoh, sesekali meraih apapun yang ada di sekitarnya sekarang agar tidak tak jatuh ke lantai sebab kedua kakinya terasa begitu berat menopang tubuhnya sendiri.
"Mungkin saja dia bisa menjadi inang baru yang jauh lebih kuat. Kematian kakek dan ayahmu adalah awal dari kutukan itu, Areeta. Jika benar ... maka keluargamu adalah sumber virus bagi umat manusia ...." Areeta terhenti di ambang pintu keluar. Perempuan itu sekuat tenaga mencoba untuk memahami keadaan yang ada. Ia menguatkan hatinya, agar tak jatuh dalam logika yang bodoh.