Selamat Membaca
Arina berlari meninggalkan tempat itu dengan wajah memerah, apalagi mendengar sorakan dari para mahasiswa yang sejak awal telah memperhatikan pertengkarannya dengan Raymond.
Dia bahkan tidak menoleh pada calon suaminya itu, apakah sudah pergi atau masih berdiri di sana. Dia hanya tahu satu hal, yaitu melarikan diri pontang-panting dari tempat itu.
Dan satu-satunya tempat untuk dia melarikan diri sekarang adalah segera tiba di kelasnya. Duh, hatinya kebat-kebit mengingat bagaimana dia menempelkan bibirnya di tangan Raymond si m***m itu di hadapan banyak orang yang menyorakinya. Rasanya dia ingin masuk ke dalam lubang dan menghilang dari muka bumi, saking malunya.
Gadis itu masih lari terbirit-birit, saat tiba-tiba.
Brukk.