Chereads / STRANGE DESTINY / Chapter 15 - BAB 15

Chapter 15 - BAB 15

Kay membuka matanya perlahan. Kepalanya berdenyut dan dia merasakan sekelilingnya berputar. Dia memejamkan matanya lagi ketika mual menyerangnya. Kay menarik nafas dan membuangnya untuk menghilangkan mual. Setelah berkali-kali, mualnya mulai menghilang dan ia membuka matanya perlahan. Dia mendongak untuk melihat kedua tangannya terikat dengan erat sehingga terasa perih. Sekarang dia menyadari bahwa dia ditempatkan di sebuah kamar kecil dengan dinding yang terbuat dari kayu. Dia berkedip beberapa kali untuk mengingat kejadian sebelumnya. Seperti sebuah film, ingatan tentang yang terjadi padanya mulai terbesit di kepalanya.

Kay mengutuk kebodohan dan kecerobohannya sendiri hingga berada pada posisi sekarang. Dia menghela nafas dan melirik ke arah pintu yang kini terbuka, menampilkan sosok laki-laki bertubuh tegap masuk ke dalam kamar. Laki-laki itu menyeringai dengan menjijikkan dan berjalan menghampiri Kay yang setengah berbaring di kasur.

"S-siapa kau? Di mana aku?" tanya Kay yang terdengar ketakutan.

"Jangan khawatir gadis cantik, kamu di tempat yang aman bersama kita." Ucap laki-laki sambil tertawa terbahak-bahak.

Langkah kaki terdengar mendekati kamar itu untuk menampilkan laki-laki lainnya yang bertubuh agak kurus masuk ke dalam kamar.

"Oh, lihat. Tuan puteri sudah sadar." Ujarnya sambil mendekati Kay.

"Apa mau kalian? Tolong jangan sakiti aku." Ucap Kay yang menangis dengan tatapan memohon.

Kedua laki-laki itu tertawa terbahak-bahak. Salah satunya kini duduk di depan Kay. Tangan kanannya memegang kaki kanan Kay. Dia berusaha melepaskan pegangan lelaki itu tetapi dia memegangnya dengan erat. Tiba-tiba tangan kiri lelaki itu mulai meraba kaki mulus Kay perlahan hingga ke pangkal pahanya. Kay merapatkan kedua kakinya agar lelaki itu tidak menjangkau area kewanitaannya. Sayangnya lelaki itu memiliki tenaga yang cukup kuat hingga dia menarik kedua kaki Kay, yang membuatnya berada posisi terlentang. Kedua laki-laki itu tertawa mendengar jeritan Kay dan melihat dia mencoba membebaskan diri. Lelaki yang memegang kaki Kay kini mulai merambat ke atas Kay. Dia tahu apa yang akan dilakukan lelaki itu sehingga dia semakin memberontak.

"Hei, apa yang kalian lakukan?" ujar seorang pria muda yang berdiri di ambang pintu.

Kedua lelaki itu berhenti tertawa dan menoleh ke arah pria itu, termasuk Kay.

"Bersenang-senang. Seperti yang bos inginkan, kita bisa menikmati tubuh indah gadis ini." Ujar lelaki yang berada di atas tubuh Kay.

"Baiklah, tapi jangan membunuhnya, oke?" ujar pria yang berpura-pura menjadi sopir sebelum pergi meninggalkan ketiganya dan menutup pintu.

Kedua lelaki itu kini saling melirik dan mulai berbicara.

"Jadi, aku akan melakukannya lebih dulu." Ujar lelaki itu dengan menyeringai.

"Hei, aku juga menginginkannya. Aku yakin gadis ini masih perawan. Akan sangat nikmat untuk merobek kegadisannya." Ujar lelaki kurus sambil tertawa terbahak-bahak.

"Bagaimana jika kita bertanya padanya?" tanya lelaki yang duduk di atas pinggul Kay sambil menggosok-gosokkan kemaluannya yang terhalang celana.

"Jadi, tuan puteri, siapa yang akan kau pilih? Aku akan bersikap lembut padamu untuk pertama kalinya jadi jangan khawatir. Untuk temanku, dia akan melakukannya dengan kasar." Ujar lelaki itu yang berbisik di dekat telinga Kay.

Kay merasakan nafas panas dari lelaki yang masih melakukan hal-hal tidak senonoh padanya. Dia merasakan tangan lelaki itu mulai menggerayangi payudaranya.

"Bagaimana jika aku ingin kalian berdua bersamaan?" ujar Kay pelan.

Lelaki itu memundurkan tubuhnya dan menatap Kay dengan tatapan datar sebelum tertawa keras. Dia menoleh ke arah lelaki kurus yang kini bersandar pada pintu sambil merokok.

"Hei, apa kau mendengarnya? Dia ingin kita berdua memperkosanya secara bersama-sama." Ujarnya di sela tawa kerasnya, yang diikuti oleh lelaki kurus itu.

"Bukan itu. Maksudku bagaimana jika aku ingin kalian berdua mati secara bersamaan?" ujar Kay sambil menyeringai.

"Apa.."

Sebelum lelaki itu menyelesaikan ucapannya, Kay mengayunkan tangan kanannya yang memegang sebilah pisau ke arah tenggorokan lelaki itu. Dia kini memegang tenggorokannya yang terluka dalam. Darah mengalir di arah sela-sela jarinya. Kay mendorong lelaki itu yang terjatuh ke lantai lalu dia duduk di tepi tempat tidur menatap lelaki kurus dengan wajah terkejut. Bagaimana dia mendapatkan pisau itu? Itu adalah gelang yang dipakainya. Kedua tangannya terikat secara bersama hingga dia tidak sulit untuk meraih gelang yang berada di pergelangan tangan kanannya. Begitu kedua lelaki itu sibuk, dia mulai menekan tombol yang tersembunyi pada gelang. Gelang melingkar itu berubah memanjang dan menjadi sebilah pisau yang berasal dari bentuk sisik gelang. Sisik-sisik itu berputar menampilkan bilah tajam sementara bagian atas menampilkan pegangan besi.

"Jadi, apa kau ingin selanjutnya?" ucap Kay sambil tersenyum miring dan mulai berjalan perlahan ke lelaki kurus itu.

Lelaki itu tersadar dari rasa terkejutnya dan mulai mengambil senjata api lalu menodongkannya pada Kay. Sayangnya gerakan Kay lebih cepat. Sebelum lelaki itu menarik pelatuk, Kay melemparkan pisau pada lelaki itu yang menembus kepalanya. Lelaki kurus itu kini jatuh berlutut dengan mata yang terbuka lebar dengan darah mengalir dari kepalanya hingga akhirnya dia tersungkur di tanah. Kay berjalan mendekatinya dan berjongkok untuk mencabut pisau dari kepala lelaki itu. Dia membersihkan darah dari pisau dengan pakaian lelaki yang sudah tidak bernyawa itu. Kay berdiri dan melihat kedua pria yang kini sudah menjadi mayat.

"Yah, kalian merepotkan. Aku bahkan harus berakting ketakutan." Ucap Kay.

Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar untuk menemukan tas atau ponsel milik Alexa tetapi tidak ada. Kay menghela nafas setelah melihat seragam sekolah yang agak terkoyak karena perbuatan lelaki itu.

"Mereka benar-benar menjijikkan." Ucap Kay sambil mendengus kesal.

Dia membuka pintu dan mengintip ke luar dengan menggenggam pisau yang siap. Kay melihat dua orang yang duduk di ruang tengah sambil menyesap kopi dan menyeringai.

Butuh waktu sepuluh menit untuk melumpuhkan tujuh orang yang menjaga kabin itu. Mereka memiliki senjata api yang tentu saja itu menjadi keuntungan bagi Kay. Dia adalah ahli menembak setelah semua. Kay duduk di sofa tunggal yang terletak di tengah ruangan, menatap bosan pada orang yang sudah menculiknya. Lelaki itu terbaring lemah dengan nafas tersengal-sengal. Tubuhnya penuh luka dan wajahnya bengkak yang hampir tidak dapat dikenali. Kay menyandarkan tubuhnya dengan menyilangkan kedua tangannya.

"Jadi, apa kau ingin memberitahuku siapa yang menyuruhmu? Ayolah, aku sudah berbaik hati tidak membunuhmu, tidak seperti rekanmu yang lain." Ucap Kay dengan santai.

"T-tolong jangan bunuh aku." Ujar lelaki itu dengan terbata-bata karena ketakutan.

"Tentu saja, aku tidak akan membunuhmu. Tapi aku ingin sebuah jawaban, kau hanya perlu mengangguk jika aku benar, oke?" ucap Kay.

Lelaki itu mengangguk lemah.

"Baiklah, biar aku tebak. Apa pak Yama yang menyuruhmu?" tanya Kay yang dijawab dengan anggukkan.

"Hmm... Sudah kuduga." Ujar Kay.

Dia terdiam menatap kosong pada dinding sambil memainkan pisau di genggamannya. Kay memikirkan cara yang baik untuk membuat Yama menjauhi keluarga Alexa. Tiba-tiba ia mendapatkan sebuah ide yang cemerlang. Kay bangun dari sofa sambil tersenyum puas karena yakin idenya akan membuat Yama tidak akan berani mendekati keluarga Alexa.

"Baiklah, aku.." ucapan Kay terputus ketika melihat orang yang menculiknya terdiam.

Kay mendekatinya dan mengecek pernafasannya. Dia mendesah lega ketika mendapati lelaki itu masih hidup. Kay bukanlah psikopat tanpa perasaan dan ia menepati janji untuk tidak membunuhnya. Kay berjalan ke pintu depan dan membukanya. Kegelapan menyambutnya dan hanya suara gemerisik pepohonan yang diterpa angin memenuhi telinganya.

Kay menghela nafas dengan bahu yang merosot.

"Dari semua hal buruk, berada di tengah hutan adalah hal terburuk bagiku." Ucapnya dengan sedih.

Adrian terbangun ketika mendengar suara berisik di dalam kamarnya. Ketika ia membuka matanya, dia melihat bu Rina menyiapkan pakaian yang diletakan di atas sofa. Bu Rina menoleh ke arahnya setelah mendengar pergerakan dari tempat tidur.

"Tuan muda, tuan dan nyonya sudah ada di rumah. Mereka sampai saat tengah malam." Ujar bu Rina pelan.

"Apa ada kabar dari Alexa?" tanya Adrian penuh harap.

Bu Rina memasang wajah sedih lalu menggelengkan kepalanya. Adrian menghela nafas berat dan mengangguk. Dia bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi. Adrian turun ke lantai bawah setelah berpakaian dan mendapati ibunya yang menangis di pelukan ayahnya. Adrian menunduk dan menghampiri orang tuanya. Dia berjongkok di depan ibunya yang di sambut oleh pelukan ibunya. Berulang kali dia mengucapkan permintaan maaf tetapi orang tuanya mengatakan bahwa ini bukan salahnya. Tetap saja dia merasa menyesal atas apa yang terjadi pada adiknya. Adrian duduk di sisi kiri ibunya dan menjelaskan apa yang terjadi. Ketiganya menoleh ke arah pintu saat tiga orang memasuki rumah. Itu adalah pak Erwin, lelaki yang disewa Adrian, dan yang tidak terduga adalah Daniel. Mereka berjalan mendekat sambil menganggukkan kepala sebagai tanda hormat. Pak Haris mempersilahkan mereka untuk duduk dan membicarakan perihal kehilangan Alexa. Adrian tidak begitu mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Matanya mencuri pandang pada Daniel yang terdiam sambil menatap meja dengan wajah santai. Itu adalah hal yang tidak sesuai dengan keadaan genting seperti ini dan dia tampak seperti semuanya baik-baik saja. Daniel mendongak seolah mengetahui Adrian menatapnya dan hanya mengangkat alis.

"Bisakah aku bicara denganmu saja?" tanya Adrian yang menatap lurus pada Daniel, yang membuat penghuni ruang tamu terkejut.

Daniel terdiam sebentar sebelum menganggukkan kepalanya. Adrian bangkit dari duduknya untuk membimbing Daniel ke arah perpustakaan. Begitu keduanya masuk, Adrian menutup pintu dan menguncinya. Daniel berdiri tak jauh darinya sambil menyandarkan pinggulnya pada sisi meja.

"Jadi, tuan Adrian, apa yang ingin kau bicarakan denganku?" tanya Daniel santai.

"Kenapa kau tampak tenang?" tanya Adrian datar.

"Lalu haruskah aku panik?"

"Apa kamu tidak memiliki simpati pada keluarga kami yang kehilangan Alexa?"

"Tentu saja aku merasa simpati, tapi jika aku panik maka aku tidak bisa membantu pencarian, seperti yang diminta pak Erwin."

"Hanya itu?"

Adrian melihat Daniel menghela nafas kasar.

"Apa yang kau ingin aku lakukan? Apa kau berpikir bahwa aku cukup picik untuk merasa gembira pada orang yang membuat Kaylee koma? Itukah yang kau pikirkan. Wah, aku tidak tahu kamu menganggapku begitu rendah." Ujar Daniel kasar.

Adrian hanya terdiam dan menunduk. Daniel berjalan melewatinya dan hendak keluar ketika ucapan Adrian membuatnya berhenti di jalurnya.

"Bukan karena Kaylee yang ada di tubuh Alexa?" tanya Adrian.

Daniel menoleh dengan tatapan terkejut, membuat Adrian yakin dengan kecurigaannya. Adrian berjalan mendekati Daniel yang masih terpaku di tempat.

"Kau tahu." Itu bukan pertanyaan dari Adrian.

Daniel tampak berkedip dan mengalihkan pandangannya sebelum dia menatap langsung pada Adrian.

"Aku tidak mengerti ucapanmu." Ujar Daniel yang berbalik dan berjalan ke arah pintu.

Adrian menghentikan Daniel dengan menarik bahunya hingga keduanya saling berhadapan.

"Kau tahu apa yang kubicarakan. Aku semakin yakin ketika adikku sendiri menyebut dirinya sebagai Kaylee. Dan kau tahu apa lagi yang membuatku mengaitkan semuanya? Biar aku jelaskan semuanya padamu." Ucap Adrian tegas.

Adrian menyebutkan semua perubahan pada Alexa dan juga pernyataan dokter adiknya. Dia juga menceritakan tentang bu Rina yang juga curiga. Daniel bersandar pada pintu sambil menyilangkan kedua tangan. Adrian melihat Daniel hanya terdiam dengan pandangan terpaku pada lantai. Keduanya terdiam setelah Adrian menyelesaikan penjelasannya. Daniel adalah orang yang memecahkan keheningan di antara keduanya.

"Kecurigaanmu benar." Ucap Daniel singkat.

"Tapi, bagaimana..."

"Aku tidak tahu. Kay juga tidak tahu. Aku benci membicarakan hal yang tidak masuk akal tetapi kupikir itu adalah takdir. Di mana adikmu mendapatkan ancaman berbahaya lalu terjadi kejadian aneh terjadi sehingga Kay yang mengganti posisi Alexa dengan cara yang aneh juga."

"Dan anehnya itu terdengar masuk akal."

"Meski begitu aku tidak suka ini terjadi. Itu terdengar tidak adil untuk Kaylee."

Kata-kata yang dilontarkan Daniel terdengar menyedihkan. Adrian setuju, itu tampak tidak adil untuk Kaylee yang merupakan orang asing bagi mereka namun mengalami kesulitan yang bukan miliknya. Adrian menghela nafas berat. Dia meyakinkan Daniel bahwa dia akan melakukan tindakan apa pun hingga Kay bisa kembali pada tubuhnya lagi. Adrian yakin bu Rina yang lebih mengerti tentang hal-hal seperti ini akan bisa mencari jalan keluar, yang Daniel terima dengan senang hati.

"Ah, kembali ke pertanyaan awalmu. Kenapa aku tampak tenang dan tidak khawatir? Kau ingin tahu?" ujar Daniel yang berbalik dari ambang pintu.

Adrian menatap bingung pada Daniel sebelum mengangguk.

"Karena itu Kaylee. Kau tidak mengenalnya tapi aku akan memberitahumu. Aku lebih mengkhawatirkan nasib penculik dari pada Kaylee sendiri." Ucap Daniel dengan menyeringai sebelum berbalik keluar dari ruangan, meninggalkan Adrian yang berdiri terdiam.