Mansion mewah milik keluarga Haris dipenuhi dengan orang-orang berseragam polisi. Mereka baru saja memberikan informasi terbaru tentang kasus Alexa yang didapatkan oleh tim BASARNAS. Meskipun begitu, keberadaan Alexa belum ditemukan. Adrian melihat kedua orang tuanya yang menampakkan wajah lelah dan putus asa. Dia ingin mempercayai ucapan Daniel siang tadi tetapi pikiran negatif terus memenuhi pikirannya setelah waktu berlalu semakin larut. Bagaimana jika orang itu membunuh adiknya? Bagaimana jika Kaylee bahkan tidak bisa melarikan diri? Kata-kata 'bagaimana' terus-menerus di kepalanya menjelang hari yang semakin larut. Adrian melirik ke arah jam di dinding yang menunjukkan pukul 23.00 WIB tetapi belum ada keterangan resmi tentang keberadaan adiknya. Bu Rina dan Marni berusaha keras untuk menenangkan ibunya yang menangis berkali-kali karena tidak ada kabar baik tentang Alexa. Mereka lelah dan putus asa. Tidak hanya keluarga, seluruh pekerja yang berada di bawah atas rumah keluarga Haris merasakannya.
Malam semakin larut. Adrian melihat ibunya yang kini tertidur di sofa dengan kepala berada di pangkuan ayahnya. Tiba-tiba pintu dibuka oleh penjaga keamanan yang tengah memapah Alexa yang tampak kacau. Adrian berdiri dan berlari ke arah Alexa yang diikuti oleh ayahnya.
"Oh Tuhan, Alexa!" ucap ayahnya terkejut melihat penampilan anaknya.
Dia segera membungkus tubuh mungil Alexa dengan pelukan erat. Ayahnya bergerak mundur dan mencoba melihat luka-luka yang ada di tubuhnya. Alexa hanya menggelengkan kepalanya dengan senyum di wajahnya, meyakinkan ayahnya bahwa dia baik-baik saja. Adrian mendekat ke arah Alexa dan memeluknya dengan erat lalu mulai membimbingnya ke arah sofa. Ibunya yang tertidur kini terbangun langsung menghamburkan dirinya dalam pelukan Alexa. Dia melihat Alexa yang membisikan kata-kata menenangkan di telinga ibunya. Alexa mendongak dan menangkap tatapan Adrian. Dia tersenyum lembut pada Alexa, yang dibalas oleh adiknya. Mereka kini bisa bernafas lega setelah kepulangan Alexa. Alexa diantar ke kamarnya dengan ibu dan Marni setelah setuju untuk memeriksa keadaannya di rumah sakit besok pagi. Adrian senang Alexa pulang tetapi dia harus mencari waktu untuk berbicara dengan Kaylee yang ada di dalam tubuh adiknya. Untuk saat ini dia akan membiarkannya.
Keesokan paginya Adrian melihat keadaan rumah yang sepi. Dia sengaja mencari alasan pada orang tuanya untuk tidak ikut mengantar Alexa ke rumah sakit, yang disetujui oleh orang tuanya. Sebelum mereka pergi, Adrian menangkap tatapan Alexa yang tersenyum padanya. Adrian tidak tahu bagaimana perasaannya setelah mengetahui kebenaran tetapi perasaan itu sepertinya tidak berubah. Adrian berjalan ke arah dapur untuk mencari bu Rina yang sedang menyuci piring. Dia kemudian melakukan pembicaraan dengan bu Rina tentang situasi Alexa. Bu Rina mendengarkan dengan saksama sambil menganggukkan kepalanya.
"Hal seperti ini jarang terjadi pada orang yang masih hidup. Itu akan masuk akal jika nona Kaylee meninggal dan arwahnya mendiami tubuh Alexa setelah kecelakaan. Tapi apakah nona Kaylee benar-benar masih hidup?" tanya bu Rina bingung.
"Iya, aku melihatnya sendiri. Dia masih koma." Ucap Adrian.
"Hmm... itu cukup aneh. Kalau begitu ibu akan menghubungi guru spiritual ibu di kampung. Beliau pasti tahu apa yang harus dilakukan." Ucap bu Rina.
"Benarkah? Bisakah dia datang secepatnya?" tanya Adrian penuh harap.
"Ibu akan berusaha membujuknya." Ucap bu Rina yang kini mengambil ponsel dari rak.
"Katakan padanya untuk tidak mengkhawatirkan uang transportasi atau tempat menginap. Aku akan mengurusnya." Jelas Adrian.
Ibu Rina mengangguk lalu mulai berbicara dengan guru spiritualnya setelah panggilan terhubung. Setelah beberapa menit ibu Rina menjelaskan situasi, akhirnya guru spiritual ibu Rina setuju untuk datang dua hari lagi. Adrian langsung menghubungi hotel yang dekat dengan apartemennya karena keduanya setuju untuk melakukan pemindahan Kaylee ke tubuhnya di apartemen Adrian.
Adrian menatap ke langit biru melalui jendela kamar Alexa. Dia ingin berbicara dengan Kaylee hanya berdua. Itu sebabnya dia menunggu di kamar Alexa. Adrian mendengar pintu terbuka. Ketika dia menoleh, Alexa sudah berdiri di ambang pintu dengan tangan pada pegangan pintu. Alexa tampak bingung lalu masuk ke dalam kamarnya setelah menutup pintu. Adrian hanya tersenyum pada Alexa yang berjalan menghampirinya. Dia berusaha tenang tetapi kenyataannya jantungnya berdebar sangat kencang.
"Kamu menungguku?" tanya Alexa yang meletakkan tas pada meja rias.
"Iya, aku hanya ingin berbicara. Omong-omong, bagaimana hasil cek medis? Apa semua baik-baik saja?" tanya Adrian yang duduk di tepi tempat tidur.
Alexa mengangguk dan berjalan ke arah lemari pakaian. Dia keluar dengan membawa baju ganti dan meminta Adrian untuk menunggunya sebentar. Setelah beberapa menit, Adrian melihat pintu kamar mandi terbuka dan Alexa keluar dengan kaos dan celana pendek. Adrian bisa melihat beberapa lebam di lengan kanan dan kiri serta lecet di pergelangan tangannya. Alexa duduk di sofa tunggal yang menghadap Adrian yang duduk di tepi tempat tidur.
"Kau terluka." Ujar Adrian pelan sambil menunjuk pada tangan Alexa.
"Tidak apa-apa, ini hanya luka ringan. Tidak ada yang parah, jadi tolong jangan khawatir." Ucap Alexa.
"Lexa, bagaimana kau bisa kau menyelamatkan diri?"
"Aku berhasil kabur dengan susah payah dan berlari ke jalan raya. Untung saja ada orang baik yang menolongku."
Adrian menatap Alexa yang menjawab dengan wajah datar. Jika itu adiknya, dia akan menceritakannya dengan heboh dan mendramatisi segala kejadian yang menimpanya. Adrian kagum dengan ketenangannya dan menceritakan hal buruk seperti hanya membicarakan perubahan cuaca. Adrian melihat Alexa sibuk memainkan ponsel barunya. Kupikir ini saatnya, pikir Adrian.
"Kay." Panggil Adrian.
Alexa yang tampak lengah menoleh ke arah Adrian. Tak butuh waktu lama bagi Adrian untuk melihat reaksinya, wajah Alexa tampak terkejut ketika dia sadar dengan kesalahannya. Keduanya hanya saling pandang tanpa ada yang berani mengatakan sesuatu. Sampai akhirnya Alexa membersihkan tenggorokan untuk menghilangkan ketegangan di antara keduanya.
"Ah, aku lapar. Aku akan turun ke bawah." Ucap Alexa yang bergerak ke arah pintu.
Sebelum Alexa mencapai pintu, Adrian berlari dan menghalangi pintu lalu menguncinya. Alexa tampak tenang tetapi kegugupan terpancar di kedua matanya. Alexa mundur ketika Adrian berjalan berada di depannya.
"Baiklah, kak, kau mulai bertingkah aneh dan sekarang aku takut." Ucap Alexa dengan tawa canggung.
"Tidak perlu berpura-pura lagi, Kay. Daniel sudah mengkonfirmasi kecurigaanku." Ucap Daniel tegas.
Keduanya saling menatap hingga akhirnya Alexa menghela nafas kekalahan dan mengangguk.
"Tentu saja kau akan curiga, aku sangat jauh berbeda dari Alexa." Ujar Kay setelah mendengar penjelasan Adrian.
"Apa kau ingat apa yang terjadi? Maksudku, kenapa kau bisa masuk ke tubuh adikku?" tanya Adrian bingung.
"Aku tidak tahu. Aku ingat aku menabrak adikmu lalu aku ditabrak dan aku pingsan. Begitu aku sadar tiba-tiba kau dan yang lainnya memanggilku dengan nama Alexa. Kupikir aku hanya bermimpi."
"Aku ingat kau agak histeris ketika kau bercermin."
Kay tertawa sambil mengangguk. Pembicaraan mereka terputus ketika mendengar ketukan pintu. Adrian berjalan menghampiri pintu dan membukanya. Tampak Daniel yang berdiri di ambang pintu sambil melirik ke arah Kay dan Adrian secara bergantian.
"Jadi.." ujar Daniel yang memasuki kamar.
"Iya, dia sudah tahu." Jawab Kay sebelum Daniel menyelesaikan ucapannya.
"Oh syukurlah. Setidaknya kita berdua mendapat bantuan tambahan, bukan begitu?" pertanyaan terakhir diajukan Daniel untuk Adrian.
"Iya, aku sudah berbicara dengan bu Rina untuk meminta bantuan guru spiritualnya." Jelas Adrian.
"Itu menjelaskan kenapa dia selalu memberiku tatapan aneh." Ucap Kay sambil mengingat perilaku aneh bu Rina.
"Ehm...Kay, bisakah aku bertanya sesuatu?" tanya Adrian ragu-ragu.
"Tentu saja."
"Bagaimana kau bisa lolos dari penculikan itu?" tanya Adrian penasaran.
Kay melirik Daniel yang duduk di samping Adrian di tempat tidur. Dia melihat Daniel hanya mengangkat bahu seolah berkata 'terserah kau'. Kay menatap Adrian yang juga menatapnya.
"Aku membunuh mereka." Ucap Kay
"Kau...apa?" tanya Adrian yang terkejut.
"Aku membunuh mereka tetapi aku membiarkan penculik itu hidup meski aku tidak yakin apa dia masih hidup sekarang." Ucap Kay sambil menyandarkan diri pada sofa.
"Kalau begitu kenapa kau tidak kembali pada hari yang sama?" tanya Daniel yang melihat Adrian sepertinya masih memproses ucapan Kay.
"Baiklah, itu karena aku yah...ehm...aku tersesat." Ucap Kay dengan suara pelan dan menghindari tatapan keduanya.
Dua lelaki di depannya hanya terdiam sebelum Daniel meledak dalam tawa sedangkan Adrian hanya terkekeh sambil menggelengkan kepalanya.
"Hei, berhentilah tertawa. Mereka membawaku ke tengah hutan dan kau tahu aku bodoh dalam hal membaca kompas." Ucap Kay membela diri.
"Kenapa kau tidak menggunakan GPS?" tanya Adrian yang setengah tertawa.
"Aku akan melakukannya jika ada sinyal." Ujar Kay sambil cemberut.
"Wah, dari semua kejadian buruk sepertinya tersesat adalah hal yang paling buruk." Ucap Daniel setelah tawanya mereda.
Kay menganggukkan kepalanya dengan semangat. Tentu saja, hal yang paling menyebalkan adalah tersesat di tengah hutan. Dia beruntung tidak bertemu hewan buas atau mati kelaparan di tengah hutan.
"Tapi bukan hanya itu alasan aku pulang terlambat. Ada sesuatu yang harus kukerjakan sebelum aku pulang." Ucap Kay.
"Apa itu?" tanya Adrian penasaran.
Kay bangkit dari sofa dan berjalan ke arah lemari pakaiannya lalu kembali dengan membawa sebuah kotak di tangannya. Kotak berukuran 15x15 cm itu diberikan kepada Adrian, yang membolak-balikan kotak dengan tatapan bingung.
"Apa ini?" tanya Adrian.
"Bukalah." Ucap kay.
Adrian membuka kotak itu perlahan. Ada sebuah tombol merah di dalam kotak itu. Kay menatap Adrian yang masih bingung sedangkan Daniel menatapnya terkejut.
"Jangan katakan kau melakukannya." Ujar Daniel yang masih terkejut.
"Apa yang dia lakukan? Apa dia menyimpan semacam bom atau semacamnya?" tanya Adrian.
"Tebakan yang bagus, Adrian. Tapi itu bukan untuk mengaktifkan bom. Aku menyuntikan serum mematikan pada Yama." Jelas Kay.
"Serum itu berupa atom racun. Jika kau menekan tombol itu, maka atom-atom itu akan meledak dan menyebarkan racun. Jika itu masuk ke dalam tubuhmu, maka hanya butuh satu menit untuk menghentikan organ vital dalam tubuh. Itu sangat efektif karena dokter forensik hanya akan mendiagnosis serangan jantung pada korban." Ucap Daniel.
Kay melihat tatapan ngeri dari Adrian yang diberikan padanya dan Daniel. Dia melihat Adrian mengalihkan tatapannya pada kotak di tangannya yang gemetar.
"Aku berhasil menerobos masuk ke kediaman Yama malam itu dan menyuntikkan serum padanya. Ketika dia terbangun, aku menjelaskan apa yang kulakukan. Aku mengancamnya, jika dia berusaha menyentuh keluarga ini lagi, dia akan mati sebelum menyelesaikan kata 'tolong'." Jelas Kay.
"D-dari mana kamu mendapatkannya?" tanya Adrian tergagap.
"Pasar gelap, tentu saja. Tapi itu salah satu koleksiku di rumah." Ucap Kay.
Kay melihat Adrian menggelengkan kepalanya lalu menatapnya dengan tatapan takut. Dia tahu apa yang dilakukannya sangat kejam tetapi Yama adalah lelaki kejam yang berambisi untuk menjatuhkan lawannya dengan cara apa pun.
"Aku tahu itu terdengar kejam tetapi kau tidak tahu apa yang direncanakan Yama pada adikmu, Adrian." Ucap Kay.
"Apa yang akan dilakukannya?" tanya Adrian.
Kay menatap Adrian dengan tatapan sedih dan menghela nafas lalu menjawab pertanyaan Adrian.
"Dia menyuruh orang untuk menculik adikmu dan memperkosanya. Lalu dia akan melemparkan adikmu ke tempat acak. Apa kau bisa membayangkan bagaimana kesehatan mental adikmu yang diperkosa tujuh lelaki? Aku yakin jika dia mengalaminya, Alexa akan melakukan bunuh diri yang sebenarnya." Ucap Kay pelan.
Kay melihat wajah Adrian mengeras. Tatapannya turun ke lantai dengan tangan yang mengepal. Bukan hanya Adrian, Kay merasakan hal sama. Tindakan Yama sangat menjijikkan dan dia membenci kekerasan atau pelecehan seksual pada anak-anak dan perempuan. Kay berjalan ke arah Adrian dan menyentuh tangan kanannya yang mengepal. Adrian menoleh pada Kay dan keduanya saling menatap. Kay memberinya senyuman untuk menenangkannya.
"Itu sebabnya aku melakukan ini untuk adikmu. Dia tidak pantas mengalami nasib seperti ini." Ucap Kay pelan.
Kay terkejut ketika Adrian memeluknya secara tiba-tiba lalu ia membalas pelukan Adrian. Kay mengangguk setelah mendengar ucapan terima kasih yang berasal dari Adrian.
"Ehem...sebaiknya kau jangan merayunya ketika kau masih berada di tubuh adiknya." Ucap Daniel yang lebih diarahkan untuk Kay.
Keduanya melepaskan pelukan. Kay melihat wajah Adrian yang memerah hingga membuatnya tersenyum kecil.
"Kau merusak suasana, Dan." Ucap Kay yang kembali duduk di sofa.
Daniel tertawa sambil menggelengkan kepalanya sedangkan Adrian masih menunduk malu.
"Oh, aku ingat untuk memberitahu kabar baik untuk kalian berdua." Ujar Adrian.
Kay dan Daniel saling melirik sebelum Kay menganggukkan kepalanya agar Adrian melanjutkan ucapannya. Adrian tersenyum lebar sambil menatap Kay dan Daniel secara bergantian.
"Aku berbicara pada guru spiritual bu Rina dan dia mengatakan bisa mengembalikanmu ke tubuh aslimu." Ujar Adrian yang tersenyum lebar.
"Benarkah? Wah itu luar biasa. Akhirnya..." ujar Daniel dengan mata cerah.
Kay hanya tersenyum kecil pada kegembiraan keduanya tetapi dia merasakan sebaliknya. Bukannya dia ingin kembali ke tubuhnya dan tetap menjadi Alexa, hanya saja dia merasakan perasaan buruk. Dia tidak ingin menebak meski sebuah pemikiran buruk melintas di kepalanya.
"Baiklah, karena aku akan kembali menjadi diriku sendiri dan kau sudah menjagaku dengan baik, aku ingin memberikan hadiah untukmu, Daniel." Ucap Kay, yang mendapatkan perhatian dari Daniel.
"Hei, kamu tidak perlu melakukan hal itu. Meski begitu aku akan menerimanya dengan senang hati hehehe..."
Kay mencibir Daniel yang berpura-pura. Dia berjalan ke meja rias dan menuliskan sesuatu di atas kertas buku hariannya. Kay merobek dan memberikan kertas itu pada Daniel yang menatap bingung.
"Itu adalah kode sandi gudang penyimpanan koleksi minumanku. Kau bisa meminumnya tanpa harus mencuri dariku seperti dulu." Jelas Kay.
"Kamu serius?" tanya Daniel, yang dijawab anggukan oleh Kay.
Kay tertawa ketika melihat Daniel berteriak kegirangan. Dia masih tersenyum sedih menatap ke arah pintu kamar setelah kepergian Daniel. Kay pikir tidak ada yang melihat kesedihannya tetapi Adrian melihatnya.