Chereads / SANG PENJAGA TERAKHIR / Chapter 9 - 9. Aura Yang Berbeda

Chapter 9 - 9. Aura Yang Berbeda

Di salah satu bangku taman, tepat di bawah pohon tatebuya yang sedang mekar Mori dan Miranda duduk bersama membicarakan sesuatu. Wajah Miranda yang banyak bercanda dari awal kemunculannya untuk sekedar mengganggu Mori berubah sedikit tenang.

"Jadi ada masalah apa kamu datang ke sekolahku? Apa kamu tidak punya kegiatan? Bukankah kamu mahasiswi?"

Miranda menopang dagunya dengan tangan kanan dan tersenyum memperhatikan Mori. "Jadi kamu sudah bisa memahami situasimu setelah aku biarkan untuk memikirkan semuanya?"

"Tidak. Aku sama sekali tidak memikirkan apa-apa. Begitu pulang aku mandi, makan dan tidur." Jawaban jujur Mori.

"Haah..." Miranda menghela nafas kecewa. "Tidak bisakah kamu serius?"

"Tentu saja bisa. Mulailah langsung dengan tujuanmu datang ke sekolah?"

Miranda kembali tersenyum. "Baiklah. Aku akan langsung saja. Sebenarnya aku datang lebih cepat dari seharusnya untuk memberitahu kalau kamu sudah mengetahui dunia tentang Cindaku, itu artinya kamu pasti akan terlibat urusan 'dunia lain' ini lebih dalam lagi! 'Dunia lain' itu luas dan ada banyak jenisnya. Sama seperti manusia yang banyak suku bangsanya!"

"Maksudmu bukan hanya ada Cindaku makhluk mitos yang ternyata sungguh ada di dunia ini?!"

"Tepat! Cepat atau lambat kamu akan terlibat secara langsung! Terutama dengan makhluk mitos yang ada di Indonesia. Aku memberitahu ini agar kamu dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi apa saja yang nantinya muncul di hadapanmu!"

"Mempersiapkan diri seperti apa? Apa makhluk mitos lainnya itu jahat?"

"Mempersiapkan diri secara fisik dan terutama mental, karena kamu masih baru dengan dunia ini! Dan ya, makhluk mitos itu tentu saja ada yang jahat dan baik. Tapi semua itu tergantung pada diri si pemilik kemampuan dan juga yang membimbingnya."

Mori menggigit ibu jari kanannya karena sedikit gugup mendengar penjelasan Miranda. "Aku tidak tahu apa-apa tentang dunia mitos. Aku bahkan tidak tahu cara menghindarimu yang bisa muncul dan menghilang tiba-tiba. Apa kamu bisa membantuku?"

Miranda menarik nafas yang dalam dan menyilangkan kedua lengannya di dada. "Ini karena perintah Tuan Idris maka aku bersedia membantumu! Terlebih lagi kita dari satu ras yang sama."

"Ras? Di telingaku terdengar seperti kita ini adalah hewan." Gumam Mori setengah berbisik sambil menoleh ke samping.

Miranda mengerutkan dahi mendengar perkataan Mori. "Kata ras itu bukan hanya untuk hewan!"

"Iya, memang. Oh iya, bantuan seperti apa yang akan kamu ajarkan padaku?"

"Yang pertama jelas mengendalikan kemampuanmu walau sekarang kamu belum bisa apa-apa. Tapi dari sifat santai dan kamu yang tidak mudah terpancing emosi, sepertinya kamu akan mudah beradaptasi dengan kemampuan barumu. Kedua, kalau mengenai kekuatan fisik, kamu kan rajin olah raga. Bersepeda seharian, ratusan kilo meter itu tidak semua orang sanggup! Jadi kamu tidak perlu dilatih."

"Aku hanya kuat pada kaki dan pernafasan."

"Untuk yang lain, kamu cari tahulah sendiri mengenai makhluk mitos itu di google. Di sana ada sebagian, beberapa jenis makhluk mitos lainnya."

Mori mengangguk pelan beberapa kali.

***

Sementara itu di tempat terpisah. Alysha menelepon Ustaz Ali saat masih jam istirahat di koridor sekolah yang sepi di lantai empat gedung sekolah sambil memperhatikan ke taman. Memperhatikan Mori yang sedang bersama Miranda duduk di bangku taman.

[Ada apa kamu menelepon ustaz siang-siang, Alysha?]

"Ustaz, aku mau tanya sesuatu."

[Apa itu? Katakan saja.]

"Ustaz, apa seseorang yang memiliki kekuatan tak biasa selain seperti Mori, berbahaya?"

[Apa ada sesuatu yang kamu lihat? Di mana? Kalau bisa kamu jaga jarak!]

"Di sekolah ustaz. Ada seorang perempuan yang sangat cantik dan sekarang sedang bersama Mori..."

"Ha. Perempuan cantik! Apa kamu sedang cemburu?] potong Ustaz Ali.

"Bukan ustaz!" seru Alysha dengan nada cemberut. "Awalnya aku tidak merasakan apa-apa. Tapi setelah memperhatikan beberapa saat mereka berbicara dari jauh, aku merasa ada sesuatu yang aneh dari perempuan yang mengaku namanya Miranda itu."

[Aneh bagaimana?]

"Auranya berubah ustaz! Orang biasa tidak akan bisa merubah auranya. Ustaz tahukan aku bisa membedakan orang yang memiliki kelebihan dan orang yang memiliki kekuatan tidak biasa?"

[Ya, ustaz tahu. Seperti kata ustaz sebelumnya, jaga jarak dengan perempuan itu! Jangan terlibat langsung dengannya! Kamu dengar, Sya?!]

"Dengar ustaz dan sangat dimengerti! Apa aku harus memberitahukannya kepada Mori, ustaz?"

[Tidak. Jangan, Sya. Ustaz rasa Mori tentu sudah tahu siapa perempuan yang kamu maksudkan itu. Tapi lain kali, kalau perempuan itu muncul lagi, segera hubungi ustaz!]

"Baik ustaz!"

***

Miranda menoleh ke bangunan sekolah yang terdekat dengannya ketika menertawai Mori. Tidak ada yang mengira jika Miranda menoleh dengan sengaja sambil tertawa karena menyadari keberadaan seseorang sedang memperhatikan dirinya dan Mori yang sedang duduk bersama di bangku taman. Miranda tidak mengungkapkannya atau menunjukkan perubahan ekspresi agar orang yang sedang memperhatikannya tidak menyadari jika sudah ketahuan.

"Ayolah, mau berapa lama kamu menertawaiku? Tidak lelahkah?"

"Itu karena kamu sangat polos. Kalau bukan karena kebaikan Tuan Idris, aku pasti membiarkanmu tanpa tahu apa-apa lalu menjadi korban dari makhluk mitos lain!"

"Oh iya, kenapa Tuan Idris tidak bersamamu? DI mana dia?"

Miranda berhenti tertawa. "Tuan Idris tentu saja di kediamannya."

"Di hutan?"

Miranda mengangkat kedua bahunya. "Kamu pikir Tuan Idris kucing hutan? Aku tidak tahu pasti walau dia pernah mengajak ke tempatnya dulu."

"Aku sungguh jadi penasaran..."

TUUUTT!! TUUUTT!! Suara bel masuk akhirnya berbunyi menyela pembicaraan itu.

"Kamu sebaiknya segera masuk kelas dan jangan lupa tugasmu untuk mencari tahu sendiri makhluk mitos lainnya. Jangan tidur saja kalau di rumah."

"Baiklah. Tapi kapan kamu akan mulai melatihku?"

"Aku akan datang kalau sudah waktunya."

Mori mengangguk dan berdiri.

"Selamat belajar." Miranda melambaikan tangan kirinya pada Mori.

Mori tersenyum dan mulai berjalan. "Kalau aku berpaling, dia pasti sudah menghilang." Gumam Mori setelah berjalan beberapa meter. Mori berpaling dan benar saja Miranda memang sudah tidak ada lagi di bangku taman itu.

***

Malam hari. Di ruang kamarnya Mori berbaring di atas tempat tidur sambil memegang ponsel dengan tangan kiri.

"Apa benar aku ini mewarisi kemampuan Cindaku dari kakekku yang menolak kekuatan yang diwariskan kepadanya?" gumam Mori ketika mulai mencari tahu mengenai makhluk mitos di google setelah mengerjakan semua tugas sekolah yang diberikan gurunya hari itu.

Yang pertama dicari tahu oleh Mori tentu saja mengenai asal usul Cindaku itu sendiri. "Cindaku adalah manusia biasa yang diyakini memiliki kekuatan magis, bukan ilmu hitam atau sihir, tetapi kekuatan yang diwariskan turun temurun oleh nenek moyang. Cindaku memiliki hubungan baik dengan alam, terutama untuk menjaga keseimbangan hubungan antar manusia dan harimau tetap terjaga baik. Menjadi mediator agar manusia tidak merusak hutan yang merupakan tempat tinggal harimau dan membimbing harimau yang terlanjur masuk desa ketika berburu agar bisa kembali masuk ke hutan. Hum... jadi tidak ada unsur ilmu hitam dan sihir. Baguslah. Aku juga akan menolak langsung tanpa pikir panjang kalau diwariskan ilmu sesat!"

Mori mencari tahu mengenai makhluk mitos lainnya dari ponselnya. "Garuda. Lambang negara ini juga diyakini adalah makhluk mitos berkepala elang dengan tubuh ksatria, memiliki sayap besar pada punggung dengan bentangan yang sangat luas dan telapak kaki menyerupai elang. Wah... kalau benar Garuda ini makhluk mitos yang nyata, aku tidak dapat membayangkannya. Tubuh ksatria, itu pasti tubuh yang tinggi!"

TOK! TOK! Mori mengangkat kepalanya, melihat ke arah pintu kamarnya yang tertutup rapat masih dengan berbaring.

"Mori, ayo makan malam dulu." Terdengar suara perempuan memanggil.

"Iya bu. Sebentar." Sahut Mori sambil beringsut turun dari kasurnya, meletakkan ponselnya di atas tempat tidur lalu segera keluar.