Mori baru saja siap makan malam bersama ayah, ibu dan adik perempuannya yang baru kelas 3 SD ketika terdengar suara klakson mobil di depan rumah.
Ibu meletakkan gelas minumnya begitu mendengar suara klakson mobil. "Itu mobil sampah. Mor, tolong antar sampah keluar. Sudah ibu letakkan di luar pintu samping."
Mori bergerak cepat karena hari itu memang tugasnya membuang sampah. Berlari ke arah pintu dekat ruang makan yang terbuka dan mengarah ke halaman samping. Mori mengambil bungkusan plastik hitam besar sesuai petunjuk ibunya di pintu samping bagian luar. Setelah itu Mori bergegas lari ke depan rumah melalui halaman samping.
Petugas kebersihan yang telah menunggu di luar pagar segera menerima bungkusan sampah yang dibawa Mori.
"Terima kasih pak."
Lelaki petugas kebersihan tersenyum mendengar sapaan ramah Mori seperti biasanya.
Mori baru akan membalikkan tubuhnya, ketika sebuah bayangan terlihat sekilas menutupi Mori yang berada tepat di bawah penerangan tiang lampu jalan di dekat pagar rumah. Mori melihat ke arah tiang lampu jalan. Mori terkejut bukan main, matanya membulat ketika melihat seseorang berdiri di atas tiang lampu jalan. Cahaya lampu membuat silau sehingga wajah sosok yang berdiri di tiang lampu tidak terlihat begitu jelas. Hanya seringai yang terlihat.
Perlahan Mori mundur beberapa langkah karena menyadari bahaya. Ketika ia akan berlari kembali ke dalam pagar rumahnya, sosok tadi terjun begitu saja dengan cepat dan mendarat tepat di hadapan Mori. Menghalangi jalan masuk.
"Siapa kamu?"
Seringai kembali terlihat di wajah sosok laki-laki bertubuh tinggi besar yang hanya berjarak beberapa meter di hadapan Mori. "Kamu belum lama ini memanggilku."
"Ha."
"Aku dari ras yang sensitif. Kami bisa datang kalau ada orang dengan kelebihan menyebut nama ras kami!"
Mori terdiam, berpikir cepat dan ia segera teringat jika sebelum makan malam sempat membaca sebuah artikel dari Blog secara acak. "Tidak-tidak, aku tidak pernah memanggilmu! Aku hanya membaca suatu tulisan dari sebuah Blog."
"Tetap saja ras sensitif sepertiku merasa terpanggil! Dan aku tidak suka kalau ada yang memanggil tanpa keperluan! Untuk..." sosok laki-laki bertubuh tinggi besar itu terdiam ketika menyadari Mori telah melarikan diri.
[Aku harus menghindar darinya! Aku tidak punya urusan dengannya!] Mori berlari sekuat tenaga meski dirinya jadi menjauh dari rumah. Mori melihat ke belakang dan menemukan laki-laki tadi mendekatinya bukan dengan berlari, melainkan terbang sangat rendah dari tanah. [Ow sial! Makhluk itukah Garuda?!]
Sayap yang lebar membentang terlihat di punggung lelaki tadi yang secepat kilat menyambar tubuh Mori dengan kedua tangannya.
"HUAAAA!!!" Mori berteriak ketika dibawa terbang sangat tinggi dengan cepat oleh makhluk mitos yang belum lama ia baca artikelnya dari sebuah Blog.
"Teriakanmu tidak akan terdengar dalam kecepatan kilat terbangku!"
"Apa mau mu? Aku kan tidak sengaja memanggilmu. Aku sungguh tidak tahu apa-apa!"
"Aku akan memberimu sedikit pelajaran!"
"Apa? Pelajaran?!" seru Mori.
"Ya." Ucap lelaki itu yang telah terbang sangat tinggi hingga ke balik awan. Lelaki itu tersenyum lalu melepaskan pegangannya pada Mori yang langsung terjun bebas.
"HUAAAA!!!" teriak Mori begitu terjun bebas dari ketinggian. "Apa salahku? Kenapa tiba-tiba aku harus berhadapan dengan makhluk itu?!"
Lelaki tadi muncul di samping Mori dengan gaya santai, seolah tiduran di atas kasur empuk, menyilangkan kaki dan menggunakan kedua lengan seolah bantal. "Santailah dan nikmati terjun bebasmu! Daratan masih jauh. Hehehe..."
"Ini sungguh gila!" teriak Mori ketika melihat betapa santainya lelaki itu saat ia sangat ketakutan. Tulang-tulangnya bisa remuk kalau ia jatuh dalam ketinggian ribuan meter.
"Ah..." si lelaki terdengar mengeluh. "Ketahuan."
"Ketahuan?!" Mori melihat sekilas pada laki-laki bersayap yang masih terlihat bersantai di sampingnya lalu kembali melihat ke bawah. Cahaya lampu dari setiap rumah dan jalan terlihat seperti bintang olehnya dari ketinggian ribuan meter dari darat.
***
Sementara itu di jalan yang tidak jauh dari tempat tinggal Mori terlihat Miranda berlari seorang diri. Miranda dalam perjalanan ke rumah Mori ketika melihat seorang laki-laki dari ras Garuda terbang menuju arah rumah Mori.
Karena itulah Miranda berlari secepat ia bisa menuju rumah Mori, namun belum lama Miranda melihat lelaki ras Garuda muncul. Lelaki itu kembali terlihat, terbang tinggi dengan kecepatan kilat dan membawa Mori serta.
"Sial! Aku terlambat!" Miranda mengutuk kesal dan berhenti berlari karena percuma terus berlari.
Miranda mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang dengan cepat.
[Tenang Miranda.] terdengar suara orang yang ditelepon Miranda.
"Tuan sudah tahu?!"
[Ya. Karena itu tenanglah.]
"Tapi saya tetap saja khawatir tuan!"
[Saya mengerti perasaanmu, Miranda. Saya akan membukakan pintu untukmu, masuklah.]
"Baik Tuan Idris. Terima Kasih!" Miranda menutup hubungan teleponnya dan menyimpan kembali ponselnya dalam sling bag nya. Miranda melihat ke depannya. Sebuah bayangan bangunan seperti fatamorgana kecil muncul di hadapan Miranda yang melangkah tanpa canggung mendekati bayangan fatamorgana itu.
Bayangan fatamorgana sebuah bangunan itu menghilang secepat kilat begitu Miranda memasukinya.
***
Lelaki ras Garuda itu menjangkau tubuh Mori dan menggendongnya dalam pelukan ketika ia meluncur lebih cepat dari terjun bebas seolah terhisap gravitasi yang sangat kuat.
"Oh, ya ampun... kenapa anak ini banyak berteriaknya?"
"Ini refleks karena aku ketakutan!" teriak Mori.
"Aku jadi menyesal sudah berusaha mengerjainya." Keluh lelaki ras Garuda itu sambil menutup mulut Mori agar tidak berteriak dan membuat telinganya sakit.
Mori yang tidak bisa berteriak, menutup matanya karena ketakutan melihat mereka meluncur ke darat semakin cepat seolah akan terhempas sewaktu-waktu.
BUUMMM!!! Suara getaran seperti ledakan begitu lelaki ras Garuda mendaratkan kedua kakinya di tanah. Bahkan getarannya membuat pohon terdekat bergoyang. Lelaki ras Garuda menurunkan Mori yang jatuh berlutut di tanah. Kakinya terasa sangat lemas karena ketakutan jatuh dari ketinggian.
"Aku masih hidup!" gumam Mori sambil menghela nafas lega dan membaringkan tubuhnya di rumput.
Ketika Mori baru saja berbaring, dalam sekejap mata Mori melihat seekor harimau melompat di atasnya dan menerjang lelaki ras Garuda. Kedua ras berbeda yang selama ini hanya dianggap mitos bergulingan di tanah. Saling hantam dan terjang lalu berakhir dengan Cindaku yang dalam perubahan sempurna Harimau berdiri di atas tubuh ras Garuda yang juga dalam perubahan sempurnanya. Kepala elang, tubuh dan tangan manusia dengan sayap dan kaki elang.
"Apa aku sedang berimajinasi?" gumam Mori ketika membalik tubuhnya ke samping untuk melihat apa yang terjadi.
"Tentu saja tidak." Sahut satu suara di dekat Mori.
Mori melihat ke sumber suara lalu duduk dengan cepat. "Tuan Idris?!"
Idris tersenyum melihat Mori. "Benar sekali! Ternyata kamu masih ingat?"
"Tentu saja aku ingat. Aku tidak akan lupa seperti kata tuan!"
"Ya. Itu karena kamu sedikit keras kepala ternyata."
Mori mengerutkan dahinya.