Chereads / Enemy to be Love / Chapter 3 - Duka dalam Pesta

Chapter 3 - Duka dalam Pesta

Tok, tok, tok.

Terdengar suara seseorang mengetuk pintu kamar Viana. Gadis cantik itu terperanjat dan segera melangkah untuk membukakan pintu.

Krekkk.

Pintu kamar itu terbuka. Tampaklah mamanya yang sedang mematung di hadapannya.

"Eh, Mama. Ada apa, Ma?" tanya Viana dengan raut wajah cemas.

Pikirannya saat ini benar-benar kalut. Hatinya tak tenang sama sekali.

"Viana, kok kamu melamun? Kenapa kamu belum siap-siap juga? Papa kamu sudah pulang dari kantor sejak tadi, sebab ingin merayakan pesta ini. Kenapa kamu masih belum siap?" tanya Mama Mariana heran.

"Eh, iya, Ma. Sebentar lagi aku juga bakalan siap-siap kok," jawab Viana asal.

Padahal sebenarnya dia sama sekali tak memikirkan tentang pesta ulang tahunnya. Saat ini dia hanya memikirkan tentang Marshall, dan dia hanya menginginkan kabar dari kekasihnya itu.

"Buruan siap-siap sana! Ini sudah hampir jam setengah enam lho. Acara kamu kan dimulai jam tujuh malam, jadi kamu cuma punya waktu sekitar satu setengah jam untuk bersiap-siap." Mamanya berkata seraya membuka lemari pakaian milik Viana.

"Iya, iya. Eh, Mama lagi cari apa?" tanya Viana keheranan saat melihat mamanya itu mengobrak-abrik lemari bajunya.

"Mama mau mencarikan gaun yang cocok untuk kamu. Malam ini kamu harus terlihat sangat cantik. Oke," ucap Mama Mariana sambil mengacungkan ibu jarinya.

Viana melangkah mendekati sang mama yang terlihat begitu bersemangat.

"Mama," panggilnya lirih.

"Iya, Vi," sahut mamanya yang terus mencari gaun yang dianggap cocok untuk putrinya itu.

Gadis cantik yang hari ini tepat berusia 22 tahun itu hanya bisa menghela napas panjang. Dia menginginkan sesuatu yang mustahil. Namun, saat melihat mamanya yang begitu bersemangat, rasanya dia tak tega untuk mengutarakan keinginannya itu.

"Nah, yang ini sepertinya cocok untuk kamu, Vi" usul Mama Mariana seraya memperlihatkan sebuah dress indah berwarna merah menyala.

"Mama, aku mau ....,"

"Mau apa? Bilang aja sama Mama," sahut mamanya sambil terus memandangi dress merah itu.

"Huft," lagi-lagi Viana menarik napas panjang.

"Aku mau acara ulang tahunku ini dibatalkan aja, Ma," jawab Viana akhirnya.

"Hah?"

Mama Mariana merasa sangat terkejut dengan apa yang dikatakan oleh putri cantiknya itu. Spontan dia menjatuhkan dress merah yang sedari tadi dikaguminya.

Wanita itu menatap tajam ke arah Viana, seakan tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakannya.

"Memangnya kenapa, Vi?" tanya sang mama dengan mimik wajah kecewa.

"Maaf, Mama. Aku nggak bisa mengadakan pesta di saat Marshall hilang nggak ada kabar seperti sekarang ini. Aku takut kalau terjadi sesuatu yang buruk sama dia. Huhuhu." Viana pun mulai menangis memikirkan kemungkinan terburuk.

"Marshall? Memangnya apa yang terjadi? Bukannya dia sedang berada di kampus?" tanya mamanya dengan heran.

"Dia nggak menjawab teleponku dari tadi siang, Ma. Kalau memang dia sedang berada di kampus, pasti dia akan mengangkat teleponku walaupun cuma sebentar, tapi ini? Dia bahkan nggak sekali pun menjawab panggilanku, Ma. Aku khawatir banget sama dia. Aku takut kalau sampai terjadi sesuatu sama Marshall. Huhuhu," lagi-lagi Viana menangis sesenggukan.

Mama Mariana segera merangkul keponakannya itu dan memeluknya. Dia membelai lembut rambut gadis cantik itu.

"Kamu jangan berpikiran macam-macam, Vi. Marshall pasti lagi sibuk di kampus, sampai dia nggak sempat menjawab panggilan telepon dari kamu. Kamu harus bisa memahami dia, mengerti tentang kewajiban dan tugasnya. Dia memegang tanggung jawab yang begitu besar disana. Percayalah, Marshall pasti akan baik-baik saja," hiburnya kepada putri cantiknya itu.

Viana mendongak dan menatap mamanya dengan mata berkaca-kaca.

"Apa Mama yakin? Marshall akan baik-baik saja?" tanya Viana dengan penuh harap.

"Iya, Sayang. Marshall pasti baik-baik saja kok. Kamu nggak usah terlalu cemas ya. Semoga saja dia bisa datang kesini setelah tugasnya itu selesai," harap mamanya pula.

"Iya, Mama. Semoga saja Marshall bisa datang kesini." Viana merasa sedikit lebih tenang setelah mendengar kata-kata dari mamanya.

Memang, mamanya itu selalu bisa menjadi penyejuk hati dan perasaan dari putrinya yang manja ini.

"Iya, Sayang. Ya sudah sekarang kamu mandi terus siap-siap. Oh iya, dress merah ini sangat indah dan pastinya cocok banget kalau kamu yang pakai. Putri Mama pasti akan menjadi gadis paling cantik di dunia. Nanti kamu pakai ya," titah Mama Mariana sembari memberikan dress merah tersebut kepada Viana.

"Iya, Mama. Ya sudah aku mau mandi terus siap-siap. Terima kasih, Mamaku sayang." Viana berkata seraya menerima gaun tersebut.

"Oke, Sayang, sama-sama. Ya sudah, Mama tinggal dulu ya," pamit mamanya.

"Iya, Mama."

Mama Mariana pun segera keluar dari kamar Viana, dan berniat untuk menyusul para ibu-ibu di dapur.

Setelah kepergian mamanya, Viana bergegas menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Selesai dengan acara mandinya, dia segera berganti baju, dan pilihannya adalah dress berwarna merah yang dipilih oleh mamanya tadi.

Viana segera bersolek tipis sambil mematut dirinya di depan cermin. Dia tersenyum melihat pantulan dirinya yang begitu cantik dan sempurna.

"Cantik. Marshall pasti senang melihatku saat nanti dia datang kesini. Lagipula gaun merah ini kan kado darinya saat ulang tahunku yang ke-20. Marshall benar-benar mengerti apa yang aku sukai. Aku mencintaimu, sayang," gumam Viana sambil tersipu malu.

Dia terlalu mencintai kekasihnya itu, hingga membayangkannya saja sudah membuat Viana merasa bahagia.

Viana bergegas mengambil boneka rajut unicorn dan segera mendekapnya.

"Kamu yang paling mengerti aku, Marshall. Aku sangat mencintaimu, kekasihku," tukasnya lagi.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam tujuh malam. Itu artinya, pesta akan dimulai dalam beberapa menit lagi.

Viana melangkahkan kaki menuju ke ruang pesta dengan begitu anggun. Suasana tampak mewah dan gemerlap di setiap sudut rumah. Lampu hias berwarna warni tersusun dengan rapi di ruangan pesta. Bunga-bunga indah nan cantik tertata dengan sangat baik sehingga menghasilkan nuansa keindahan yang begitu elegan.

Karpet berwarna merah tergelar mewah di hadapan Viana. Dia pun segera berjalan melalui karpet merah itu.

Sorak sorai dan tepuk tangan yang begitu riuh menyambut kedatangannya. Begitu banyak tamu undangan yang datang, sampai-sampai Viana hampir tak dapat mengenali mereka satu per satu.

Viana terus berjalan menuju ke tengah-tengah ruangan. Sebuah kue berbentuk unicorn yang begitu besar, tampak berdiri kokoh nan indah di hadapan para tamu. Di tengahnya terdapat dua puluh dua buah lilin kecil, dan sebuah lilin besar dengan 22. Lilin-lilin itu menandakan sang pemilik yang genap berusia 22 tahun.

"Happy birthday, Viana," sorak para tamu yang hadir.

Viana hanya tersenyum kecil saat mendengar riuhnya sorakan para tamu. Walaupun suasana begitu ramai, tetapi entah mengapa dia merasakan begitu kesepian. Lagi-lagi hatinya merasa resah, dan itu karena kekasihnya.

"Apa Marshall benar-benar nggak akan datang?" batinnya.

Tiba-tiba saja Viana merasakan bahwa ada yang menepuk pundaknya pelan.

"Happy birthday, Sayang."

Ternyata itu adalah mamanya, yaitu Mama Mariana dan juga papanya, Papa Wijaya.

Viana merasa lebih tenang ketika melihat kedua orang tuanya yang sangat menyayanginya itu. Dia menganggukkan kepalanya pelan sambil mencoba untuk tersenyum.

"Terima kasih, Ma, Pa."

Viana pun segera merangkul kedua orang yang sangat disayanginya itu dengan penuh rasa cinta.

Beberapa saat kemudian, para tamu undangan pun segera menyanyikan lagu 'Selamat Ulang Tahun' untuk Viana.

Namun, gadis cantik itu tak terlalu menghiraukan acaranya ini. Selama beberapa saat, dia hanya melamun dan berdiri mematung di hadapan kue unicornnya.

"Ayo, kita tiup lilin dulu yuk," ajak Mama Mariana kepada putrinya.

Viana tersentak kaget, dan segera tersadar dari lamunannya. Kali ini dia tidak ingin mengecewakan mamanya lagi.

"Iya, Mama," jawabnya lirih.

"Anak pintar," puji mamanya seraya tersenyum manis.

Dengan aba-aba dari Mama Mariana, semua menyanyikan lagu tiup lilin.

"Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga. Sekarang juga. Sekarang juga."

Seluruh tamu yang hadir pun menyanyikan lagu untuk Viana.

Viana hanya tersenyum datar kepada para tamunya. Namun, dia tetap melakukannya dan meniup lilin-lilin tersebut.

Prok, prok, prok,

Suara tepuk tangan kembali riuh usai Viana meniup ke-22 lilinnya. Para tamu pun segera menyanyikan lagu agar Viana memotong kue ulang tahunnya.

Viana juga hanya menuruti permintaan para tamunya itu.

Tangannya bersiap memegang sebuah pisau kecil dan sebuah piring kecil. Diarahkannya pisau itu kepada kue unicornnya.

Namun, tiba-tiba saja tangannya berhenti dan mengurungkan niat untuk memotong kue itu. Dia merasakan air mata yang mulai menggenangi pelupuk matanya, dan tanpa aba-aba air mata itu jatuh begitu saja di wajah cantiknya.

Kue unicorn itu mengingatkannya pada kekasihnya, Marshall.

Biasanya Marshall akan memberikan apapun yang diinginkannya, apalagi sesuatu yang berhubungan dengan unicorn. Kekasihnya itu tahu betul bahwa Viana sangat menyukai unicorn.

"Marshall, kenapa kamu beneran nggak datang?" gumamnya sambil terus meneteskan air mata.

Tiba-tiba mama dan papanya datang mendekatinya.

"Potong kuenya yuk, Sayang. Terus kamu bagikan ke teman-teman kamu," usul Papa Wijaya.

"Astaga, kenapa mama dan papa nggak mengerti juga kalau ada orang lain yang lebih berhak atas kue ini? Dan orang itu adalah kekasihku," batin Viana pilu.

"Yuk, potong kuenya," perintah mamanya lagi.

Bukannya menuruti perkataan kedua orang tuanya, Viana justru meletakkan pisau kecil yang sedari tadi dipegangnya ke atas meja.

Dia menatap kedua orang tuanya dengan wajah sendu.

"Maaf, Ma, Pa. Viana nggak bisa. Hiks, hiks," isaknya lirih.

"Loh, kenapa?" tanya kedua orang tuanya dengan kaget.

"Aku ...."

Brakkkkk,

Tiba-tiba pintu rumah mewah itu terbuka dengan paksa, atau lebih tepatnya di dobrak. Siapa yang telah melakukan hal ini?

Semua mata tertuju ke arah pintu. Mereka tampak bertanya-tanya, ada apakah gerangan?

Viana pun tak kalah heran. Dia segera berjalan mendekat ke arah pintu untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi.

Suasana menjadi hening seketika. Jantung Viana terasa berdebar-debar tak karuan. Entah mengapa dia merasakan bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi. Firasat apa ini?

Tiba-tiba, dari arah pintu muncullah seorang pemuda dengan penampilan yang terlihat acak-acakan. Pemuda itu berjalan terseok-seok ke dalam rumah.

Viana menutup mulutnya seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya ini. Lagi-lagi kristal bening itu mengalir deras dari netranya.

Gadis itu tak dapat membendung air matanya saat si pemuda mengucapkan,

"Selamat ulang tahun, Sayang."