Beberapa dekade kemudian, ketika putra pertamanya lahir, Jin Mu teringat pada suatu pagi yang lembab saat ibunya datang membawa semangkuk darah kilin yang mendidih ke kamarnya.
***
Perempuan muda itu tampak berantakan. Pakaiannya kusut. Rambut panjangnya belum disisir---dia biarkan itu tergerai begitu saja. Pipinya memerah dengan bekas sapuan jari, aroma aneh menguar dari sekujur tubuhnya. Antara bau amis dan ramuan pembersih meridian. Beberapa tanda samar tertinggal di leher putihnya. Begitu kontras seperti tanda naga pada kulit bayi.
Dia hampir menabrak pintu ketika hendak masuk, tidak membiarkan pelayan menyambut kedatangannya. Langkahnya dipercepat layaknya seekor citah sedang mengejar buruan.
Seorang pria paruh baya meliriknya masuk, tetapi tidak mengatakan apa-apa seakan tidak tertarik sama sekali.
"Minumlah," perempuan itu menyodorkan sebuah mangkuk perak berukiran naga kuno kepada Jin Mu.
Kesedihan yang dalam terpancar dari matanya ketika menatap wajah pucat putranya itu.
Sudah lima bulan sejak Jin Mu terbaring di tempat tidur. Dantiannya hancur karena penyimpangan qi, sementara meridiannya mengalami kontraksi sebagai efek lanjutan. Ini terjadi ketika dia mencoba menerobos ke Alam Pembentukan Tubuh.
Perempuan itu, Jin Rong, telah membawa tabib dari seluruh kekaisaran untuk menyembuhkan Jin Mu. Ia bahkan rela memberikan 'pelayanan istimewa' kepada beberapa keluarga bangsawan yang ahli di bidang pengobatan. Sayangnya, setelah beberapa pekan berlalu, belum ada reaksi baik yang timbul dari tubuh Jin Mu.
Banyak tabib hanya mampu meminta maaf dan angkat tangan karena ketidakmampuan mereka. Bahkan para bangsawan yang telah dipuaskan oleh Jin Rong hanya bisa mengerutkan kening.
Menurut beberapa tabib yang lebih tua, situasi Jin Mu tergolong aneh mengingat cara-cara konvensional tidak mempan untuk menyembuhkannya.
Dantian dan meridian yang rusak memang keadaan yang tergolong parah, tapi tidak berarti tak ada harapan. Lagipula penyimpangan qi adalah masalah yang umum di dunia kultivasi. Dan sebagai tabib, mereka telah berhadapan dengan ribuan kasus penyimpangan qi.
"Apa ini, Bu?" Suara lemah keluar dari bibir Jin Mu.
Jin Rong merasa sesak mendengar suara kecil putranya. Matanya lembab tapi dia berusaha tenang di hadapan bocah itu.
Sesaat ketika dia hendak menjawab, pria paruh baya di sampingnya mengeluarkan suara, "Putri Kaisar Wei membunuh seekor anak kilin beberapa bulan yang lalu. Darah Binatang Agung itu mengalir sepanjang Sungai Gaya, jangan katakan padaku kalau kau..."
"Diamlah!"
Kalimat pria paruh baya dipotong sebelum selesai. Matanya melotot tajam menatap Jin Rong seakan kurang puas.
"Perempuan, bukankah aku sudah mengajarimu untuk tidak pernah menyelaku?"
Jin Rong menarik napas dalam-dalam kemudian menatap pria itu dengan memelas. "Aku tidak ingin kita bertengkar di depan Jin Mu. Jangan sekarang, oke?"
"Apakah kau pikir darah kilin bisa menyembuhkannya?" Tanya pria itu.
"Santu Fajar adalah orang cerdas. Dia dijuluki Sang Perpustakaan Berjalan dari Rawa Utara. Dia tidak mungkin berbohong padaku."
"Hmm.. pantas saja aku mencium bau tikus putih di ruangan ini."
"Kau!" Jin Rong menggertakkan gigi. Bahunya menegang. Dia tahu apa yang akan terjadi setelah ini.
"Berikan rekamannya padaku, maka kau boleh memberikan Jin Mu darah itu."
Jin Rong melemparkan sebuah batu giok bundar seukuran telapak tangan kepada pria itu. Batu giok itu disebut rom, benda magis yang biasa dipakai untuk merekam gambar. Itu adalah salah satu benda magis paling populer dan banyak digunakan. Kelebihan utama dari Rom yakni, kamu dapat melihat rekaman gambar dari beragam sudut pandang, resolusi, dan dimensi. Karena fetis aneh suaminya, Jin Rong memiliki banyak benda ini di cincin spasialnya.
"Baiklah, datang padaku jika sudah selesai. Aku menunggu kabar baik."
Pria itu pergi dengan lenggang dan wajah berseri seolah dia telah melupakan kekesalan pada Jin Rong.
Jin Mu yang melihat adegan itu tidak bisa mengatakan apa-apa. Dia sudah terlalu akrab dengan kejadian seperti ini. Ia bahkan telah berusaha memaklumi perilaku menyimpang kedua orang tuanya itu. Meskipun kekesalan dan kesedihan seringkali melingkupi setiap kali dia memikirkan ibunya.