"Haes-sal menikah?"
"Begitulah yang kudengar, Yang Mulia."
Hwanung mengetuk-ngetukkan jari ke singgasana yang didudukinya. Pandangannya menyapu penjuru balai riung yang sudah sepi. Tak ada lagi dewa yang datang untuk mendiskusikan sesuatu. Mereka benar-benar hanya berdua. Dia dan istrinya.
"Menikahi manusia melanggar hukum dua alam, Istriku."
"Begitulah yang tertulis di aturan Langit, Yang Mulia."
"Apa Haes-sal mencintai manusia itu?" Hwanung penasaran. "Kisahnya tak sama dengan Yoseong kakaknya, kan?"
Dewi Hea menutup mulut dengan ujung hanboknya. Tawanya terdengar anggun. Namun, ucapan yang meluncur dari bibirnya sangat keras.
"Tentu saja Haes-sal harus mencintainya! Aku suka kisah yang berakhir bahagia, Yang Mulia." Dewi Hea pura-pura merajuk.
"Tapi ... jenderal kita menikahi manusia. Itu katamu tadi, kan?"
"Ah, Anda cermat sekali mendengar ucapanku," kata Dewi Hea manja.
Hwanung menggeleng-geleng dengan tingkah istrinya. "Kutebak kau sudah ikut campur urusan mereka."
"Oho, Yang Mulia sangat mengerti diriku." Dewi Hea menutup wajah pura-pura malu." Anda benar. Aku sudah turun ke Bumi dan bertemu Haes-sal, tapi dia tak mengenaliku. Sungguh menyebalkan. Ah, bolehkah aku pinjam racun amare, Yang Mulia? Istri Haes-sal bisa ...."
"Tidak, tak boleh!" Hwanung cepat menolak begitu mengetahui gelagat mencurigakan istrinya. "Kali ini kau harus berusaha sendiri. Tak boleh minta bantuanku. Kau sudah lancang mencampuri urusan manusia, Istriku."
"Tapi kau tak marah padaku?"
Hwanung mengulum senyum. "Karena aku mendukung kebahagiaan Haes-sal, Dewi Hea."
***
Shou mengepakkan sayap kuat-kuat. Matanya liar memindai setiap ujung jalan. Hannam The Hill masih sesunyi biasanya tanpa tanda kehadiran orang di jalan.
"Di mana kau, Hee Young?" geram Shou jengkel.
Jalur terbang Shou berbelok tajam ke timur, terarah lurus ke rumah istri barunya. Hanya butuh tiga detik untuknya tiba di gedung bobrok dan hampir roboh itu. Bukti vandalisme pengagum Shou masih tersisa di sana meski pemilik gedung sudah berupaya menghapus. Dia mendarat tanpa suara dan masih dalam wujud tak kasat mata. Sorotnya tajam menusuk. Ada percik kemarahan di netra keemasan itu melihat sosok tak asing duduk di samping Hee Young.
"Aku masih tak percaya kau menikah dengan aktor populer itu."
"Percayalah, itu memang benar. Pernikahan kami sudah didaftarkan." Hee Young menandaskan sojunya. "Kenapa kau meragukanku?"
"Kau tak pernah terlihat dekat dengannya!" seru Yong Jin. "Bahkan sebelum aku berangkat ke Busan, kau jelas-jelas menyatakan tak akan pernah melakukan kencan buta."
"Aku tak mau melakukannya karena sudah ada Kim Shou."
Shou menyeringai. Perempuan itu cukup lihai berbohong. Telinganya kembali tegak mendengar sekeping informasi Yong Jin.
"Benarkah?" Nada suara Yong Jin jelas masih tak percaya. Meski begitu, dia tak banyak bertanya lagi. "Sia-sia rasanya aku membuat tato namamu."
Tato? Tato apa? Rahang Shou mengencang. Mendadak dihinggapi rasa tak suka dengan fakta nama istrinya tertoreh di kulit lelaki lain.
"Kenapa kau membuat tatoku? Ibumu saja tak suka padaku. Aku tak mau diseret-seret dalam pertengkaran kalian berdua."
Shou sekali lagi menyeringai. Jadi ibu si bocah urakan itu tak menyukai pertemanan anaknya dengan Hee Young? Bagus, dia bisa memanfaatkan hal itu jika si Yong Jin berulah.
Lelaki berbibir belah itu menatap langit malam. Dari tempatnya bersembunyi, Shou bisa melihat jelas kemuraman di wajah Yong Jin.
"Tak apa-apa. Aku hanya ingin mengabadikan persahabatan kita."
Pembohong kecil! Cibir Shou. Pikiran Yong Jin terbuka sangat lebar, dia bisa membacanya seperti sebuah buku dengan deretan huruf berukuran raksasa.
Lelaki muda itu jelas memendam cinta pada Hee Young. Entah sudah berapa lama perasaan itu tumbuh, Shou akan segera menguliknya.
"Apa yang kau suka dari Kim Shou?"
Shou tertegun. Pertanyaan itu sederhana, tapi mengapa jantungnya jadi berdebar kencang? Tak sadar dia mencondongkan tubuh dan memasang telinga baik-baik.
"Tak ada!"
Shou nyaris tergelincir. Suara gemeretak genteng yang terinjak kaki sontak menarik perhatian dua orang di bawah.
"Apa itu?" Hee Young menyipit curiga.
Shou kaget menyadari dirinya menahan napas demi melihat tatapan Hee Young tertuju lurus ke arahnya. Lupa jika dirinya tengah dalam entitas tak kasat mata.
"Mungkin kucing." Yong Jin merengkuh bahu mungil Hee Young, mengembalikan gadis itu kembali ke topik pembicaraan. "Kau lucu sekali. Tak ada yang kau suka dari Kim Shou, tapi menikah dengannya?"
"Dia itu—," desah Hee Young keras, "menyebalkan, arogan, sok keren, suka pamer, mau menangnya sendiri, suka mendikte orang, selalu memancing pertengkaran denganku!"
Kalimat panjang itu diucapkan Hee Young dalam satu tarikan napas. Perempuan itu tersengal-sengal menahan emosi. Lalu dengusan kerasnya terdengar, mengagetkan Yong Jin yang terpana di sampingnya.
"Kau ...."
"Satu lagi, dia hobi sekali membuatku marah! Memangnya aku kurir cintanya? Jung Sora memberinya hadiah dan harus aku yang mengantarkan? Astaga, jika tak ingat hadiah itu mahal harganya, sudah kubuang ke tong sampah!"
Shou tersenyum-senyum. Jadi ini penjelasan untuk kotak kertas besar di kamarnya?
Suara tawa terbahak Yong Jin mengagetkan Hee Young–juga Shou. Lelaki itu mengacak-acak rambut sang sahabat.
"Lain kali ajak suamimu makan bersamaku, ya?"
"Untuk apa?"
"Aku ingin berkenalan dengan orang yang berhasil menyembuhkan penyakit anehmu itu."
Yong Jin bangkit. Dia melambaikan tangan tanda perpisahan. Sebelum meninggalkan balkon multifungsi itu, Yong Jin sempat berucap. "Tatoku permanen dan aku tak berniat menghapusnya. Kuharap kau tak terganggu dengan hal itu."
Hee Young menggeleng. "Itu tubuhmu. Kau punya hak untuk menggunakannya seperti apapun."
"Baguslah. Selamat malam, Hee Young. Kau benar tak mau kuantar pulang?"
"Ini rumahku, Yong Jin."
"Oh, baiklah." Yong Jin memutar bola mata. "Jangan lupa kunci pintu."
Hee Young mengangguk. Manik gelapnya mengikuti kepergian Yong Jin hingga lelaki itu menghilang dari pandangan. Dia membuka sekaleng bir dan menenggaknya cepat. Ekor matanya melirik botol-botol soju dan kaleng-kaleng bir yang bertumpuk di dipan.
"Haish, aku pasti akan mabuk lagi." Hee Young merebahkan diri di dipan kayu beralas matras tipis. Pandangannya menerawang ke angkasa.
"Apa yang dilakukan Shou sekarang? Apa dia sedang bermesraan dengan aktris itu?" Hee Young mencomot cumi kering manis. Sambil menggigiti kudapannya, gadis itu kembali berkata pada diri sendiri. "Kenapa aku harus memikirkan lelaki brengsek itu? Dia sekarang meninggalkanku sendirian dan menemani perempuan lain. Dasar laki-laki, setianya memang hanya di bibir saja."
"Kau salah. Aku setia sampai ke hati, kok."
Hee Young terbeliak. Refleks dia menjerit kaget. Gadis itu seketika berdiri, tapi Shou menahannya. Senyum lelaki itu lebar.
"Shou, lepas!" Hee Young menendang-nendang panik.
"Tak mau!" kekeh lelaki itu. "Susah-payah mencarimu dan harus melepaskan? Tak mungkin."
"Shou!" Hee Young memucat. Tubuh lelaki itu melingkupinya. Jarak mereka terlalu dekat. Gadis itu mulai merasa tercekik. Napasnya tersengal. "Shou, kumohon, lepas!"
Hee Young memejamkan mata saat Shou menunduk. Sarafnya tegang mengantisipasi cumbuan yang akan dilayangkan lelaki itu. Shou pasti akan memaksa.
Sama seperti semua lelaki lain ....
Namun, tak ada yang terjadi. Hee Young menunggu dengan perasaan tak karuan. Daerah di antara dua alisnya sampai berkerut dalam karena terlalu rapat memejamkan mata.
"Ayo, masuk? Di luar dingin."
Hee Young tertegun. Tak ada desakan seperti yang diantisipasinya. Perempuan itu mematung saat ciuman hangat mendarat di kening.
"Aku tak akan pernah memaksamu. Jika kau tak mau, aku berhenti."
Mata Hee Young terbuka. Manik keemasan itu berkilauan. Dari jarak sedekat ini, dia bisa melihat gurat semerah api mengelilingi pupil. Perlahan, digerakkan oleh kekuatan yang Hee Young tak pernah ketahui sebelumnya, lengannya terangkat begitu saja melingkari leher Shou. Lalu dia menarik lelaki itu turun. Perempuan itu sempat melihat sepasang pupil membesar. Setelahnya?
Hee Young tak tahu karena dia menutup mata dan menyapukan bibirnya ke bibir Shou. Rasanya lembut dan lembab. Dan lelaki itu membalasnya.
Lidah bertemu lidah, saling membelit mencari kepuasan. Ada percik bara gairah dalam ciuman itu yang berusaha dipadamkan Shou, tapi dengan segera dibangkitkan lagi oleh Hee Young.
Perempuan itu mulai lupa. Hee Young membawa wajah Shou kembali padanya, melumat keras bibir lelaki itu, dan menyodorkan dirinya sendiri untuk sang suami.
Saat suasana mulai memanas, Shou dengan berat hati harus mengakhiri perlakuan manis istrinya. Perlahan dia melepaskan diri, menjauhi bibir Hee Young, berganti mencecap setiap senti kulit rahang perempuan mungilnya. Lalu bertanya lirih.
"Untuk apa itu, Hee Young?"
Suara Shou terdengar sangat jauh. Hee Young tak merasakan kesadarannya. Seperti korban afiksasi yang harus susah-payah mencari oksigen. Dia berusaha cukup keras memulihkan diri. Hingga kalimat Shou selanjutnya menghantamnya telak.
"Apa kau mengira aku Park Yong Jin?"
Hee Young terbelalak. Ternyata mengembalikan kesadarannya yang sempat berceceran tak sesulit perkiraannya. Shou melemparkan bom yang menohok kewarasan Hee Young.
"Apa maksud ucapanmu?" Suara Hee Young serak.
"Kau tak menanyakan bagaimana aku datang ke sini. Kau tiba-tiba menyerangku. Kau berbau alkohol dan aku bertemu Park Yong Jin. Penjelasan apalagi yang akan kudengar darimu?"
Hee Young mendorong keras tubuh besar Shou. Matanya nanar menatap sosok tampan itu. Seringai sinis di sana menggambarkan jelas apa yang tengah dipikirkan lelaki itu.
"Kau menjijikkan!" sembur Hee Young. "Kau pikir aku serendah itu? Sudah menikah, tapi masih memimpikan lelaki lain?"
"Kau selama ini sangat alergi padaku, Hee Young, tapi tidak pada lelaki itu. Kau tersenyum padanya! Ah, salah, kau bahkan tertawa saat bersamanya. Sementara padaku? Kau selalu ingin melarikan diri."
Hee Young terperangah. "Itukah yang ada di pikiranmu?"
"Ya!" kata Shou dingin. "Sepertinya hatimu tak bisa berpaling dari pesona sahabatmu sendiri. Kau ...."
Shou tak bisa melanjutkan ucapannya karena tamparan keras Hee Young mendarat cepat di pipinya. Lelaki itu tertegun, mengamati tatapan galak istrinya.
"Kenapa kau menamparku?"
"Kau menuduhku berselingkuh!"
"Aku tak menuduhmu berselingkuh," protes Shou.
"Ya, kau menuduhku!"
"Hei, Kim Hee Young?" Shou meraih bahu istrinya, tapi ditepis kasar oleh Hee Young.
"Pergi kau!" Perempuan itu meloncat dari dipan.
"Hee Young, kau mau ke mana?"
"Pulang!"
"Aku ikut!"
Hee Young sontak menghentikan langkah. "Kau punya rumah sendiri, kenapa ikut denganku?"
"Karena aku terikat janji pernikahan denganmu." Shou menyusul perempuannya. "Aku akan selalu berada di dekatmu. Jadi, jangan coba-coba kabur, Istriku."
"Yaa, siapa yang mencoba kabur? Bukannya kau yang ingin segera naik ke ranjang Jung Sora?"
Shou mendengkus. Seringainya lebar. Perlahan dia memutari tubuh mungil itu dan berhenti tepat di hadapan Hee Young. Wajah istrinya sudah serupa kucing terpojok. Defensif. Penuh perlindungan diri, tapi berbeda dengan sikapnya selama ini.
Hee Young yang marah terasa lebih hidup dan penuh semangat dibandingkan Hee Young yang pemurung dan menutup diri. Shou menghapus jejak di antara mereka, meraup tubuh mungil itu masuk pelukan.
"Apa kau sedang cemburu, Nyonya Kim?"
***