Chereads / KAPAN KITA MENIKAH? / Chapter 5 - APA INI MIMPI?

Chapter 5 - APA INI MIMPI?

Cheryl membuka kedua matanya secara perlahan, menyesuaikan cahaya matahari yang masuk melalui retinanya. Kepalanya pusing, sekujur tubuhnya begitu ngilu, terlebih saat ia berusaha untuk bangun. Ia mengedarkan pandangannya ke arah sekitar. Mencoba untuk mengingat apa yang terjadi sebelumnya.

Dari mulai penjahat yang datang ke rumahnya, anggota keluarganya yang tewas sia-sia ia yang nyaris diperkosa, dan—

Kemunculan seorang pemuda berambut pirang yang muncul untuk membantunya.

PIK!

Kedua kelopak mata Cheryl melebar. Teringat kejadian saat pria asing yang mengaku dirinya sebagai vampire itu, tiba-tiba menggigit lehernya hingga ia kesakitan. Secara reflek gadis itu berlari kecil menuju meja rias, menarik kerah piyama miliknya, guna memastikan sesuatu.

"Ti— tidak mungkin!" Ekpresi wajah Cheryl tampak bingung, saat melihat tanda misterius berwarna hitam menghiasi perpotongan lehernya.

/"Dengan ini, kau akan menjadi bawahanku. Kau tidak akan lepas dariku, dan akan selalu bergantung padaku"/

Gadis itu meraba tanda asing tersebut, berharap semua perkataan pria pirang itu, hanyalah bagian dari halusinasinya saja. Ia berharap, semua pertemuannya dengan vampire tersebut hanya sebatas mimpinya saja.

"Vampire?" Cheryl mendengus pelan, berusaha untuk melupakan kejadian aneh tersebut. "Omong kosong."

"Apanya yang omong kosong?"

Perempuan cantik berwajah pucat itu langsung terbelalak sempurna saat melihat kemunculan pria asing bermata safir yang entah sejak kapan sudah berdiri dengan posisi bersandar di belakang pintu. Tatapan sinisnya serta seringai kecilnya membuat sang Rosaline merasa merinding.

"Se— sejak kapan kau ada di sana?" tanya perempuan berambut gelap tersebut, dengan nada gemetar. Ia begitu syok karena kehadiran Tristhan yang amat tiba-tiba.

"Sejak kau memperhatikan tanda yang kubuat di lehermu," jawab pemuda itu dengan nada santai. "Apa kau menyukainya?"

Cheryl hanya bisa tercengang, kedua bola matanya tak mengedip sama sekali, ketika pria berambut pirang itu sudah berdiri di hadapannya sambil menyudutkan tubuhnya ke belakang cermin. "Itu adalah tanda jika kau sekarang menjadi budakku."

Gadis 17 tahun itu tidak dapat berkutik, tatapan tajam Tristhan sukses melumpuhkan seluruh sarafnya. Ia hanya bisa terdiam sambil menatap lekat pemuda itu. Bingung harus berkata apa. Sedangkan vampire pure blood tersebut memilih juga diam-diam mengamati pahatan sempurna wajah Cheryl. Dari mulai matanya yang bulat sempurna. Hidung mbangirnya, serta bibir kissable Cheryl pun tak luput olehnya. "Cantik—" gumam vampire itu tanpa sadar.

Sampai akhirnya— ia memberanikan diri untuk bertanya.

"Kenapa kau menolongku?"

Tristhan menautkan alisnya. Menatap intens perempuan yang jauh lebih pendek darinya ini dengan ekpresi yang sukar diartikan. "Kau yang memanggilku. Jadi aku datang begitu saja."

Cheryl terdiam, mencoba mengingat apa yang dia lakukan sampai pria vampire ini datang.

"Bagaimana? Sudah ingat?" tanya Tristhan tepat setelah Cheryl membelalakkan kelopak matanya.

Gadis itu mendorong bahu sang vampire, tepat ketika permohonannya agar ada orang atau apapun itu mau menyelamatkannya dari percobaan perkosaan para penjahat itu.

"Mau ke mana? Sekarang kita sudah terikat, kau tidak bisa pergi seenaknya?" Vampire darah murni itu menatap jengah ke arah gadis berambut gelap tersebut. Heran dengan apa yang akan dilakukan oleh gadis berpiyama biru tersebut.

Namun bukannya menjawab rasa ingin tahunya, gadis itu malah melenggang begitu saja. Meninggalkan Tristhan yang terus memanggil namanya. "Tsk, dasar gadis sombong."

***

Cheryl turun ke lantai bawah dengan hati-hati. Aroma anyir darah terasa begitu pekat menusuk hidungnya. Kondisi rumahnya begitu berantakan. Banyak barang berserakan di mana-mana. Tapi tujuan perempuan 17 tahun itu bukanlah hal tersebut, melainkan kamar orang tuanya.

Tangan kurus sang Rosaline, perlahan meraih gagang pintu. Mendorong bidang tersebut dengan hati-hati untuk mencari tahu apa yang terjadi di dalam kamar orang tuanya.

Derit pintu terdengar nyaring memenuhi isi rumah mewah itu, tepat ketika ia membukanya. Hatinya begitu kacau saat mengetahui bagaimana kondisi jasad kedua orang tuanya.

"Ugh!" Tubuh itu mundur ke belakang, menatap ngeri apa yang tertangkap oleh kedua maniknya. Liquid bening perlahan menggenangi kelopak matanya, hatinya perih melihat tubuh orang tuanya tewas dengan beberapa lubang di dada dan kepala.

BRUGH

"A— ayah! Ibu—" Tubuh ramping gadis itu ambruk ke atas lantai. Air matanya mengalir makin deras. Hanya melihat jenasah orang tuanya saja, sudah mampu membuatnya paham, betapa mengerikannya kejadian semalam.

"Mereka benar-benar tak punya hati. Pada sesama manusia saja bisa sejahat ini."

Cheryl menengadahkan kepalanya, menatap Tristhan yang entah sejak kapan sudah ada di belakangnya. Ada kernyitan jijik di wajah vampire rupawan tersebut.

"Kau pasti hancur sekali—" Ia menatap sang Rosaline yang tengah menghapus air matanya, berusaha berdiri walaupun tubuhnya masih gemetar hebat.

Gadis itu menghampiri Ayah dan Ibunya yang terbaring saling bertumpuk satu sama lain. Membaringkan keduanya dengan posisi yang lebih layak. Air matanya jatuh semakin deras, bibirnya ia gigit dengan begitu erat, berusaha untuk tidak menimbulkan suara saat menangis.

Sementara Tristhan masih berdiri di posisinya, hanya diam sembari melipat kedua lengannya di depan dada. Tak ada niatan untuk mengganggu apa yang sedang Hybrida itu lakukan. Memperhatikan dalam diam, apa-apa saja yang gadis cantik itu ingin perbuat.

Bahkan saat Cheryl menutupi jenazah orang tuanya dengan selimut, dia tak berani menegur. Mungkin itu adalah cara manusia untuk menghilangkan perasaan sedih akibat ditinggal oleh orang yang mereka sayang.

"Kakak—" cicit Cheryl sambil menatap sendu ke arah Matteo. Matanya memanas, meratapi kepergian anggota keluarganya yang begitu menyedihkan. Tewas sia-sia di depan mata kepalanya sendiri. "Aku harus bagaimana, Kak?" Gadis berambut panjang itu kembali terisak. "Aku sekarang tidak punya siapapun lagi. Aku sendirian sekarang."

Ia menundukkan kepalanya. Menangis semakin kencang. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana akan melanjutkan hidupnya karena kini ia menjadi sebatangkara.

"Aku harus apa Kak? Aku benar-benar bingung." Isaknya semakin keras. Menandakan betapa bingungnya dia. "Kak, kenapa nasib keluarga kita begitu malang? Kenapa orang-orang itu melakukan hal jahat ini pada keluarga kita?

/"Kami bertiga hanya diperintah untuk membunuh semua anggota Meghantara."/

/"Siapa? Siapa yang menyuruh kalian? Siapa dalang dari semua kejahatan kalian?"/

/"Samuel Meghantara. Dia yang memerintahkan kami?"/

Pandangan mata Cheryl menajam. Kilat kebencian terpancar jelas di kedua netra gelapnya. Saat teringat kalimat yang penjahat itu ucapkan. Dadanya bergemuruh. Ia harus melakukan sesuatu. Ia tidak bisa hanya menangis dan meratapi nasib begini.

Tristhan mendengus. Jengah melihat perilaku Cheryl. Menangis. Berbicara dengan mayat. Berteriak. Menggelikan baginya. Dan sekarang ia justru banyak merasakan aura gelap menyelimuti sosok ramping itu. Tapi anehnya, ia malah bertahan di sana. Seolah tidak rela meninggalkan Cheryl sendirian.

"Kau kenapa?" Alis vampire pirang itu saling berkerut saat Cheryl mendadak mengangkat wajahnya dan berhenti menangis.

Sosok ramping itu tak menjawab. Namun justru bangun dari posisinya dan berjalan ke arah Tristhan. "Apa yang kau inginkan?"