"Maaf, Ma. Jesika dan Bang Zidane sudah putuskan untuk antar Mama balik ke rumah Mbak Farida."
"Tidak. Mama tidak mau. Rumah Farida sempit. Mereka tidak layani Mama sebaik kamu, Jes," protes mama dengan nada pelonya.
Aku berdiri dari kursi teras. Tak kuhiraukan lagi isak tangisnya. Selama ini aku terlalu iba dengan orang sampai tak terasa mereka semua mengerjaiku.
"Bik, bawa Mama ke kamarnya. Saya mau istirahat," suruhku pada Bik Sri
Wanita itu dengan sigap mendorong mama mertuaku yang masih marah dan protes ke dalam kamarnya. Aku menutup kedua telinga, tak mau dengar apa-apa lagi tentangnya.
Ternyata makin menjadi kemarahan mama Bang Zidane. Tak cukup dengan teriakan. Kini aku mendengar bunyi barang pecah.
Aku segera menuju kamarnya. Mataku terbelalak melihat lantai yang berantakan penuh pecahan vas dan barang-barang kecil lain yang tak luput dari amukan mama Mas Indra.