"Mau ngapain lagi dia menghubungimu?" tanyanya tak bersahabat.
"Di depan," jawabku seraya meletakkan ponsel ke meja.
Mas Sofyan berdecak kesal, lalu bangkit dari duduknya, mengambil langkah menuju pintu depan.
"Mas… Mas Sofyan! Astaga!" Bahkan panggilanku tidak digubrisnya. "Mas Sofyan!" Setelah kesusahan mengejar langkah lebarnya, akhirnya aku berhasil meraih lengannya.
"Mau apa kamu?" Langkahnya terhenti tepat di depan pintu kayu berplistur coklat mengkilap yang masih tertutup.
"Menyelesaikan yang semalam!" ucapnya enteng sekali membuatku menepuk kening. Ya ampun ….
"Biar aku aja yang ketemu dia." Aku bersiap mengambil langkah.
"Nggak!" Tangan kiriku ditarik. Netraku membulat sempurna saat Mas Sofyam memasukkanku ke dalam dekapan.
"Mas…," panggilku lirih saat dia mengeratkan rangkulannya.
"Jangan kembali padanya," ucapnya.
"Nggak." Aku membalas pelukannya, menepuk-nepuk punggung lebar itu.
"Serius?"