"Bagaimana bisa begitu, pa? Ini tidak adil!" protes pria itu kepada Sean yang terlihat berdiri memunggunginya menghadap jendela kaca besar.
"Ini keputusanku, Libert!" jawab Sean dengan tegas.
"Tapi pa, mengapa kau tidak membicarakannya padaku lebih dulu? Bahkan lebih buruknya kau tidak memberitahuku!"
Sean berbalik untuk menatap putranya itu, "Lalu apa? Membuat kawanan terpecah karena penolakanmu?"
Pria bernama Libert itu terdiam, matanya menyorot tajam ke arah ayah kandungnya itu. "Tapi pa--"
"Aku sangat mengenalmu, Libert. Kau itu orang yang sangat ambisius dan egois, orang seperti dirimu tidak pantas memimpin kawanan pusat!"
"Dan papa lebih memilih mengangkat anak pungut yang jelas-jelas tidak memiliki setetes darah pun dari darah keturunan Rimora?" ucap Libert tidak percaya.
"Setidaknya Matteo bisa ku percaya."
Libert mengepalkan tangannya kuat sampai jarinya memutih. Ia merasa diperlakukan tidak adil oleh ayahnya sendiri. Padahal ia sudah memimpikan ini dari dulu, tapi kenyataannya ayahnya justru tidak memberikannya kepercayaan sama sekali. Ambisius? Egois? Bagaimana mungkin ayahnya menjadikan hal itu sebagai alasan agar dirinya tidak naik pangkat. Ini sama sekali tidak adil.
"Libert?" tiba-tiba seseorang datang bergabung.
"Robert, putra papa. Tumben datang kemari." Sean menyambut putra satunya itu dengat hangat.
"Aku ingin mengajak papa makan siang bersama Matteo juga. Tapi karena kembaranku juga ada disini, bagaimana jika kau juga ikut, Libert?" ajak Robert.
Libert membuang muka sambil berdecih, ia bangkit dari kursinya. "Kembaran? Ya, kuakui wajah kita memang sangat mirip. Tapi kau dan aku jelas-jelas berbeda, Robert! Anak Tuhan seperti dirimu tidak pantas disandingkan dengan anak iblis sepertiku."
"Libert! Jaga bicaramu!"
Libert menoleh ke arah Sean, "Kenapa, pa? Kau takut Robert menangis karena ucapanku barusan? Tapi bukannya itu benar? Bagaimana mungkin anak pimpinan mafia seperti dirimu lebih memilih jadi pendeta? Kau benar-benar menjijikkan! Ah, dan mulai sekarang kawananku mengeluarkan diri dari kawanan Rimora!" Setelah mengatakan hal itu Libert berlalu pergi.
"Libert kembali! Libert!" teriak Sean memanggil putranya itu untuk kembali. Namun sayangnya Libert sama sekali tidak mendengarkannya.
Libert masih mengingat jelas kejadian beberapa bulan yang lalu dimana ayahnya lebih memilih Matteo yang notabenenya hanya anak angkatnya dibanding dirinya yang jelas-jelas anak kandungnya sendiri. Dan semenjak itu ia juga berjanji akan menghancurkan Matteo dengan cara apapun. Dimulai dari Ritta sampai wanita bernama Brenda itu. Tapi sayangnya, ia tidak berhasil membunuh Brenda.
Tapi Libert berjanji, ia akan melakukan berbagai cara agar Matteo menderita dan membuat ayahnya sadar kalau ia lebih berhak memimpin kawanan pusat.
**********
"Namanya Libert. Dia kembaran Robert, pria itu juga yang menjadi dalang pembunuhan Ritta dan tersangka penusukan dirimu malam itu." ucap Lea memberi tahu Brenda setelah wanita itu mengajaknya menuntaskan misi mereka.
Ia pikir, informasi yang ia dapat dari Demian waktu itu memang ada manfaatnya. Walaupun Demian sudah menyuruhnya untuk tutup mulut, tapi ia sudah tidak tahan untuk segera menyelesaikan misi ini dan pulang ke Washington. Ya, Lea ingin pulang.
"Sudah kuduga. Pasti pria itu bukan Robert. Tapi Lea, terima kasih karena kau--"
"Ini sudah menjadi tugasku untuk mencari tahu. Lagipula aku juga tidak ingin terus-terusan terjebak denganmu dan--" Lea memberi jeda ucapannya, Simon yang sibuk memandang Macbooknya jadi tidak fokus. Bagaimana pun juga pria itu merasa bersalah kepada Lea.
Brenda menghela nafas, ia tidak mengharapkan situasi mereka akan berjalan serumit ini. Jika seandainya ia lebih profesional, mungkin keadaannya tidak akan seperti ini.
"Apakah ini cinta segi empat atau mungkin bahkan cinta segi lima jika aku ditambahkan?"
Ya, mungkin ucapan Matteo waktu itu benar. Cinta segi lima yang rumit.
"Jika kau menyuruh berkumpul hanya untuk melamun, maka biarkan aku menyelesaikan semuanya dan pergi. Aku tidak suka kau membuang-buang waktuku." Sindir Lea pada Brenda.
"Maafkan aku, baiklah mari kita buat rencana untuk menangkap semua kawanan termasuk Libert ini."
"Kau yakin akan menangkap kawanan lebih dulu dibanding Libert?"
"Apa kau sedang menyelamatkan Demianmu agar tidak ditangkap?" sambung Simon yang ikut bersuara.
"Brenda, menurutku kita harus menangkap kawanan Libert lebih dulu dibanding kawanan Rimora." ucap Lea mengabaikan selaan Simon.
"Jadi kau benar-benar akan menyelamatkannya? Ini benar-benar sulit dipercaya." Simon nampak tidak terima dengan keputusan Lea yang berbanding terbalik dengan rencananya.
"Tuan Simon yang terhormat, tolong bersikap profesional lah dalam bekerja dan jangan membuat gosip!"
Setelah mengatakan itu Lea berlalu keluar dari dalam ruangan meninggalkan Brenda dan Simon.
Sementara itu Brenda menoleh ke arah Simon, "Sebenarnya apa maumu, Simon? Lea melakukannya sesuai prosedur, aku benar-benar tidak mengerti padamu." protes wanita itu pada sikap Simon yang berlebihan.
Dan Brenda pun ikut pergi dari ruangan itu. Ya, timnya masih belum kompak. Bertepatan saat ia keluar dari dalam, Brenda terdiam ketika mendapati seseorang yang selama beberapa hari ini menghilang tiba-tiba muncul. Orang yang juga sangat ia rindukan.
"Matteo?"
Matteo terlihat menatapnya dengan sendu, pria itu melangkahkan kakinya menuju Brenda, dan diluar dugaan langsung memeluknya dengan erat. "Aku tidak bisa. Aku tidak bisa menjauhimu. Aku tidak bisa melakukannya. Aku merindukanmu, Brenda."
Brenda yang sama sekali tidak menduga akan mendapatkan pelukan itu tidak mampu berkata-kata selain tetap diam. Tapi yang pasti, pelukan Matteo benar-benar terasa nyaman seperti yang terakhir kali ia rasakan.
"A-aku juga sangat merindukanmu." kini Brenda membalas pelukan Matteo tak kalah eratnya.
Matteo tersenyum, "Jika kau juga merindukanku, mengapa tidak menghubungiku?"
Brenda mendongakkan kepalanya untuk menatap Matteo."Aku hanya ingin memberimu waktu."
"Waktu?"
"Hmm. Kau pasti sudah kecewa padaku."
Matteo terkekeh dan mengacak rambut Brenda dengan sayang. "Aku tidak kecewa. Aku hanya cemburu wanitaku disukai dua pria sekaligus."
"Ka-kau cemburu? Bagaimana bisa?"
Matteo yang merasa gemas pada Brenda pun mencubit kedua pipi wanita itu.
"Aaak! Sakit tahu!"
"Aku cemburu karena kau istriku. Mana ada suami yang senang istrinya disukai pria lain?"
Hati Brenda menghangat, entah kenapa ia merasa bahagia ketika Matteo mengungkapkan hal itu. Tapi disisi lain ia merasa sedih karena apa yang terjadi pada akhirnya berakhir ilusi. Ia dan Matteo tidak akan bisa bersatu. Sama seperti minyak dengan air, Matteo maupun Brenda jelas-jelas berbeda.
"Kau kemana saja? Apa kau pergi sendirian?"
"Tidak, aku pergi dengan Demi-- kemana pria itu?"
"Siapa?"
"Demian. Aku bersamanya selama ini dan tadi dia di belakangku."
Dan Brenda pun mengingat sesuatu, sebelum ia keluar dari dalam ruangan, Lea lah yang keluar lebih dulu.
"Sayang?"
Usapan lembut terasa dipipinya yang akhirnya membuat Brenda tersadar. Demian-Lea-Simon-dirinya dan Matteo, kisah cinta segi lima yang benar-benar rumit. Semua memang harus diakhiri sesegera mungkin.