"Susah bicara sama anak keras kepala, tidak ada gunanya! Mommy hanya ingin kamu bisa berteman dengan orang baik, Adit,"
"Baik apa? Mama pikir Rena orang penjahat?"
"Dia orang miskin! Rawan mencuri, rawan itulah, rawan inilah! Ah sudah, mommy stress berdebat sama kamu!" ujar Keny bernada tinggi.
Keny kembali melajukan mobilnya dengan amarah yang membuncah. Saking marahnya, ia melajukan mobilnya dengan begitu kencang.
Adit yang melihat eksperesi dan tingkah mamanya hanya bisa menarik nafasnya. Anak lelaki itu memang telihat tenang dari luar. Tapi hatinya sedikit gelisah. Ia berada difase dimana pertemanannya tidak aman-aman saja.
Pertama, mamanya terlihat sangat tidak suka Adit berteman dengan Rena. Kedua, Rena dan keluarganya pasti tidak terima telah diperlakukan oleh Keny dengan cara tidak menghargai sebagai manusia. Adit merasa berada dirinya sangat tertekan.
***
Sebelum Adit masuk ke kamar apartemet, Keny meminta Adit untuk segera memesan makan siang hari ini. Keny berniat akan segera kembali ke kantornya. Tapi Adit lagi-lagi mengacuhkannya. Baru saja melangkahkan kaki ke dalam apartement, mamanya kembali memanggil dari dalam mobil.
"Kamu dengar gak mommy suruh kamu apa?"
"Aku kenyang," jawab Adit acuh lalu memilih masuk tanpa berbalik badan.
Wanita dewasa itu menarik nafas panjang menatap punggung anaknya yang kini menghilang dari hadapannya.
'Terserah kamulah, Adit. Mama gak mau tua gara-gara mengurus anak seperti kamu!' ucap Keny dalam hati.
Ya, Keny memang bukan seperti ibu yang diharapkan oleh setiap anak. Lebih tepatnya, Keny seakan sulit memberikan perhatian seperti ibu sungguhan. Adit tidak merasakan bentuk perhatian murni dan kasih sayang dari Keny.
Contohnya, selama ini Adit saat pulang sekolah saja tidak pernah merasakan masakan mamanya.
Semuanya serba pembantu atau mungkin memesan dari luar jika pembantunya sedang libur. Tapi berhubung Keny pergi dari rumah dan memilih pisah rumah dari suaminya, Keny membawa Adit ke apartment miliknya. Dimana Keny hanya sendiri disana. Keny malas mengurus Adit untuk urusan yang berupa perhatian. Bisanya hanya melarang anaknya saja.
***
Di dalam apartement, Adit terduduk di meja makan. Hunian apartement privat yang sangat mewah tapi menurut Adit sungguh tidak ada kenyamanan di dalamnya. Adit melihat meja makan.
Bukan karena sedang lapar. Tapi matanya menatap dengan tatapan kosong disana. Ia sangat merasa bersalah kepada Rena atas insiden mamanya yang memunculkan perseteruan tadi.
Lagi pula, sebenarnya Adit risih jika tinggal bersama mamanya. Pasti hidupnya akan tertekan. Ia pun meraih ponselnya di dalam tasnya.
'Semoga ayah mengangkat telfonku,' ucap Adit harap-harap cemas.
Tak berselang lama saat benda pipih itu menempel ke telinganya, sahutan suara dari seberang sana membuat Adit mengukir sebaris senyuman.
"Ayah,"
"Ada apa, Nak?" tanya Reno dibalik sambungan telfon.
"Ayah dimana? Bisa jemput Adit di apartementnya mommy?"
"Iya, ayah langsung kesana!" sahutan terburu-buru langsung mengakhiri perbincangan telfon.
Ayahnya Adit langsung menutup telfon secara sepihak. Adit menyandarkan punggungnya. Memainkan ponsel ditangannya sambil mengetuk jarinya di meja makan.
"Aku malas sama mommy. Mending tinggal di rumah sama ayah," ucap Adit bermonolog.
Orang tua Adit memang keluarga yang tiak harmonis sejak beberapa tahun belakangan ini. Lebih tepatnya saat Adit masih duduk dibangku SMP. Tidak ada kata perceraian. Tapi tidak ada juga ucapan penuh kecintaan yang membelenggu prnikahan mereka.
Apalagi pertengkaran tadi malam. Pasalnya, kesalahpahaman akhir-akhir yang dilayangkan Keny pada suaminya terus menghantui drama percekcokan mereka. Begitupun juga dengan Reno yang melayangkan kecurigaan Keny yang bermain api di pernikahan.
Adit tidak suka situasi keluarganya. Gara-gara ini, Adit tidak bisa merasakan kasih sayang keduanya. Ia memang bergelimangan harta.
Tapi urusan kasih sayang, mungkin bagi Adit, ayahnya itu masih jauh lebh baik daripada mamanya.
Beberapa menit, tidak sampai satu jam, ayahnya Adit membunyikan klakson mobilnya di depan apartement. Adit angsung menarik tasnya dan terburu-buru keluar. Dilambaikan tangannya saat ayahnya membuka kaca mobil disana.
"Ayah," ucap Adit mencium punggung telapak tangan ayahnya dari luar mobil.
"Ayo, Nak. Masuk," ucap ayahnya hangat.
Reno melihat anaknya itu yang sedari tadi berwajah cemberut selama dalam perjalanan. Niat hati ingin mengantar anaknya pulang ke rumah, lebih baik Reno mengurungkan niatnya itu dan membawa anaknya makan siang.
Lagipula di jam istirahat, Reno belum menikmati makanan berat siang ini.
"Mau makan dulu, Adit?"
"Iya, Ayah," jawab Adit lalu kembali melihat ke arah luar jendela mobil.
Ayahnya Adit menghela nafas. Ia mencoba berbicara basa-basi pada anaknya.
"Siapa yang mengantarmu pulang tadi?" tanya ayahnya.
"Mommy," jawab Adit tak bersemangat.
"Ada apa dengan mommymu? Apa ada hal yang menjengkelkan baru saja kamu alami dengan dia?"
Adit tidak mau terburu-buru bercerita dengan ayahnya. Ia sebenarnya lapar dan memilih mengisi perutnya lalu berbicara segala hal pada ayahnya. Ia ingin melapor apa saja yang mamanya itu telah lakukan.
"Ayah, Adit lapar. Makan dululah," jawab Adit santai.
Ayahnya terekeh kecil. Lelaki berperawakan besar dan bersetelan pakaian jas itu menagngguk sambil tidak lupa menggaruk kepala anaknya yang terlihat rapi malah menjadi acak-acakan.
"Jangan-jangan kemarahanmu dobel kuadrat karena kelaparan, Adit," kata Reno meledek.
Adit menyengir mendengarnya. Pertanda dugaan ayahnya tidak salah juga. Lajuan mobil Reno pun mengantarkan mereka berdua ke salah satu resoran sefood langganan. Tanpa menunggu waktu lama, Adit segera memesan makanan kesukaannya. Nasi goreng seafood dan juga es kelapa cukup membuat perutnya bisa happy. Dari perut, maka nampak juga di wajahnya. Ayahnya pun memesan makanan sama dengan menu anaknya.
Ayah dan anak itu menikmati makan siang dengan suasana hening. Mereka fokus menikmati makan siang sambil sesekali menatap ke arah pantai yang sangat menyejukkan mata. Apalagi disekitaran mereka juga tidak bising. Reno sengaja memilih tempat yang agak jauh dai kerumunan.
"Alhamdulillah," kata Adit lalu diakhiri sendawa. Tanda dirinya kekenyangan kali ini.
"Waw, jagoan ayah memang kelaparan sedari tadi," decak Reno meldek anaknya.
"Bagaimana aku tidak lapar ayah. Adit capek mengeluarkan energy marah-marah dengan mommy,"
Reno langsung memasang wajah serius. Ia menggeser minuman es elapa di depannya. Tangannya menopang dagunya. Ia menatap Adit dengan intens.
"Ada apa dengan mommymu, Nak?"
"Mommy melarang Adit berteman dengan Rena. Mommy juga marah-marah sama keluaga Rena. Adit tau, pasti mommy mengancam Rena agar tidak berteman denganku. Bagaimana ini ayah? Aku tidak mau Rena menajdi benci padaku karena ulah mama. Kenapa sih mommy jadi orang tua jahat sekali," sungut Adit.
"Ini yang ayah tidak suka dari mommymu, Adit. Dia kekanak-kanakan. Sudah lupakan saja. Kamu tidak perlu peduli dengan larangan mommymu itu. Kalau mommy memarahimu dan juga memarahi temanmu itu, ayah yang akan bertindak,"
Adit menggelengkan kepalanya dan menatap ayahnya dengan wajah iba.
"Ayah… jangan bertengkar dengan mommy lagi," lirih Adit.
TO BE CONTINUED