Sehabis Calvin mengantarkan keyla, dia memang tidak langsung pulang ke apartemen karena ada urusan mendadak dan membuatnya harus pulang ke rumah. Di tambah waktunya semakin mepet dan mulai minggu besok Calvin harus sudah siap berangkat ke singapura.
Calvin memang belum memberi tau tentang ia yang mau berangkat ke singapura sama Niko, kecuali Keyla dia sudah memberi taunya kemaren. Calvin masih marah, kecewa dan malas untuk berkomunikasi dengan Niko. Bahkan Calvin merasa acuh meskipun nanti Niko sedih.
Siang itu Calvin juga tidak mengajak Niko pulang bersama. Karena ia memang sengaja membuat Niko cemburu melihat Calvin bersama keyla. Biarkan saja kalau Calvin ini kekanak-kanakkan, dia ingin membalas dendam pada Niko karena telah berani membohonginya dan melakukan hubungan diam-diam bersama Pria lain di belakang Niko.
Pokoknya sampai Niko menangis darah pun mungkin Calvin akan membiarkanya atau kembali luluh terhadap Niko? Hum, Entahlah...
Calvin baru saja memakirkan mobilnya di dalam basemant Apartemen. Calvin juga sudah keluar dari dalam mobil sembari menekan tombol remote control. Setelah pintu mobil terkunci rapat, Calvin segera bergegas menuju lift yang tersedia di bawah basemant.
Detingan lift berbunyi dan berhenti di lantai dua sesuai permintaan Calvin. Calvin melangkahkan kakinya keluar dari dalam lift lalu berjalan menyusuri lorong yang semakin lama terlihat sepi bahkan sebagian dari lampu ada yang mati membuat apartemen ini terkesan menyeramkan.
Sesampainya Calvin di depan pintu yang masih terkunci, ia tak sengaja tersandung karena sesuatu yang berat.
Ia menilik dari jarak dekat, Calvin membeliak ketika ia melihat seseorang yang tengah tertidur di depan pintu dan telah menghadang jalannya. Calvin belum membuka pintu Apartemen, dia sangat penasaran siapa seseorang itu. Calvin berjongkok kemudian menyibak anak rambut yang menutupi wajahnya. Jantung Calvin berhenti berdetak setelah tau siapa yang tertidur di luar, dia baru saja ingat kalau tadi sudah menyuruh Niko untuk menunggunya dan membuatnya tertidur di luar. Apa, Calvin sejahat itu?
"Niko?!" batin Calvin.
Calvin mendekatkan punggung tangannya kemudian menyentuh kening Niko dengan lembut. Namun, sesaat tiba-tiba saja Calvin kembali terdiam.
"Panas, apa Niko demam?" batin Calvin.
Calvin yang terlihat khawatir itu, ingin segera mengangkat tubuhnya Niko. Tetapi, ia mendadak berhenti dan tidak jadi melakukanya. Karena bayang-bayang wajah Niko yang membuat Calvin kembali teringat tentang bagaimana Niko yang bercumbu dengan pria lain dan membuat Calvin sangat marah, kesal dan merasa tidak peduli lagi. Sebenarnya Calvin sudah mulai luluh tetapi dia masih kecewa terhadap Little babynya.
Tangan Calvin pun masih memegang kening Niko. Namun, Calvin menoleh saat Niko menggenggam tangannya. Calvin ingin menjauh dan melepas genggaman Niko tapi, sepertinya Calvin tak bisa melakukanya saat Niko mulai mencengkramnya dengan intens dan sambil mengucapkan beberapa kata yang terdengar sangat pelan serta suara kecil yang keluar dari mulutnya itu.
"Calvin," lirih Niko pelan, Niko masih memejamkan kedua matanya. Ia merasakan kehadiran Calvin.
"Calvin, kenapa sih cuekin aku,"
"Calvin, udah nggak sayang lagi ya sama aku,"
"Calvin jangan pergi ya,"
"Calvin," Suaranya semakin tak terdengar, sepertinya Niko kembali tertidur.
Calvin hanya terdiam, atensinya terpaku memandang wajah Niko yang tertutup dengan anak rambutnya, sembari mendengarkan suara Niko yang bergumam sendiri. Tanpa Calvin sadari kalau diam-diam ia mulai tersenyum, bibirnya melebar dan tak bisa membohongi hatinya bahwa ia tersipu.
Calvin beralih menyentuh jemari Niko dan menggegamnya dengan erat kemudian mengelusnya menggunakan ibu jari.
"Kok, lucu," kata Calvin.
Calvin benar-benar merasa gemas pada little babnya itu. Calvin tak berhenti menatap wajah Niko yang masih saja tertidur dengan pulas. Bibirnya yang terlihat tipis membentuk love, Calvin yang melihat menjadi memikirkan hal yang aneh.Hum, sepertinya Niko belum menyadari kalau Calvin sedang memandanginya sedari tadi.
Dari mengelus tangan beralih mengelus setiap helaian rambut Niko yang memang terlihat panjang. Wajar saja soalnya Niko belum memotong rambutnya. Belakangan ini Calvin memang kurang memperhatikan Niko dan tidak sempat menyuruhnya untuk ke Babershop. Niko itu tipe anak yang tunggu di suruh baru melakukan. Jadi, kalau Calvin tidak menyuruhnnya bakalan di biarkan sepanjang itu.
"Calvin," Niko mulai menyipitkan matanya, ia merasakan ada sesuatu yang mengusap-usap rambutnya dengan lembut. Niko belum sepenuhnya membuka dan masih nampak sayu.
Calvin yang menyadari Niko mulai bereaksi langsung buru-buru menjauhkan tangannya. Sebelum Niko melihat Calvin, Calvin segera bangkit berdiri dan berpura-pura membuka pintu apartemen.
Niko mendengar suara grusah-grusuh dan membuatnya terbangun. Niko memincing kemudian mengucek sebelah matanya, dan memperhatikan sosok jangkung yang mirip seperti Calvin.
"Calvin," batin Niko.
Setelah melihat dengan jelas bahwa itu adalah Calvin. Senyum Niko merekah, Niko langsung beranjak dari duduknya.
"Calvin, maaf aku ketiduran. Kamu baru pulang?" tanya Niko.
Calvin tidak menjawab meski dia mendengar suaranya Niko. Calvin cuek banget ya sama Niko, Baby Niko kan jadi kasihan.
"Calvin, aku mau—" Belum selesai Niko menyelesaikan kata-katanya, Calvin sudah masuk ke dalam dan mengabaikan Niko sendiri yang di luar.
Niko mencembikkan bibirnya sewaktu Calvin mencuekinya. Niko langsung ikut masuk kemudian kembali menutup pintu. Niko melangkahkan kakinya mengikuti langkah Calvin yang sengaja di percepat. Niko terus saja memanggil Nama Calvin, dan membuntut di belakangnya. Sesekali Niko berusaha meraih tangan Calvin namun selalu di tepis kasar dan masih dengan mode yang sama cuek dan tidak peduli terhadap Niko.
"Calvin, tunggu"
"..."
"Calvin," lirih Niko.
Calvin tak menggubrisnya.
Calvin pergi ke dapur Niko ikut, Calvin pergi ke kamar Niko juga ikut. Sampai membuat Calvin merasa kesal sendiri.
"Calvin, aku mau ngomo—,"
"Apa sih!" Calvin menghempas tangan Niko dengan kasar waktu Niko berusaha memegangnya tangannya kembali.
"Kamu, kenapa?" tanya Niko pelan sembari menatap sendu ke arah Calvin.
"Gak, papa" jawab Calvin yang masih saja ingin mendiami Niko. Padahal sebenarnya dalam hati," Aku pingin meluk." Tapi, memang Calvin itu gengsian. Intinya Calvin masih marah sama Niko.
"Gak, papa tapi nyuekin aku," balas Niko. Bibirnya membentuk kerucut sambil memasang wajah sedih. Calvin melirik sekilas menatap Niko. Manik matanya beralih melihat bibir Niko, dia menelan salivanya. Namun, sesaat Calvin mulai tersadar bahwa ia terlalu lama menatapnya. Ah, sial! Calvin tak bisa lagi menahan dirinya. Sehari tidak Cuddling dan peluk-peluk manja sama Niko rasanya ada yang aneh dan berbeda. Apalagi, beberapa hari ini Calvin terlihat sama sekali tak bersemangat.
"Pingin ciuman sama peluk" batin Calvin. Aduh, Calvin mending kamu jujur saja deh. Kalau kamu itu sebenarnya tidak bisa cuek kalau lagi sama Niko. Maksa sih, jadi rindu kan.
Calvin menghela nafasnya dan menghembuskanya dengan kasar." Bukan, urusan kamu!" jawab Calvin. Calvin berjalan masuk ke dalam kamar, sementara Niko membuntut di bekakang.
Niko sudah mulai kesal dan merasa bete. Dari kemaren sampai sekarang Calvin itu cuek, kasar sama Niko. Tapi, Niko juga sedih kalau Calvin nanti beneran pergi meninggalkanya.
"Calvinnn,"panggil Niko yang mulai sedih. Niko memegang tangan Calvin lembut tapi, kali ini Calvin membiarkannya.
"..."
"Calvin, jangan cuekin aku ih!" kata Niko. Niko masih menatap wajah Calvin meski Calvin tak membalasnya.
"..."
"Calvin, jangan diem aja dong!"Niko menarik-narik ujung baju Calvin. Kelihatan manja banget ya si Niko, Calvin kan jadi gemes.
Ah, tapi tetap saja Calvin sengaja dan nggak mau berbicara sama Niko. Pokoknya sampai Niko berkata jujur dan bilang sama Calvin siapa cowok yang mengantarkan Niko ke kampus kemaren.
"Gak usah peg—," Calvin melirik.
"Gak usah pegang-pegang, iya kan?!" ucap Niko mengikut cara bicara Calvin sambil meledek, matanya juga di pelototin ke arah Calvin.
" Gua bakalan megang, nyentuh, raba-raba terus nyampe lu mau cerita dan ngomong sama gue. Sebenarnya, lu itu kenapa?" ucap Niko.
Kayaknya Calvin kesusahan mau cuekin Niko.
Calvin menatap Niko kesal walaupun agak gemas.
"Mendi—,"
"Mending kamu mandi terus belajar?!" Niko kembali mendahului kata-kata Calvin sebelum dia.
Kok ngeselin?
Calvin mendengus, dia mendecak lalu berbalik badan menghadap Niko, ia mulai berkacak pinggang.
"Niko!"
"Apa?!" balas Niko.
"Kamu bis—," ucapanya kembali terhenti.
"Bisa apa? bisa diem," Niko sudah kelewat kesal nih sama Calvin. Niko udah nahan banget dari kemaren-kemaren dan sekarang baru bisa mengeluarkan semua unek-uneknya.
"Kenapa, jadi kamu yang marah sama aku?!" Calvin ikutan bentak. Niko bakalan nangis? Karena mendengar suara Calvin yang meninggi, hum... Sepertinya enggak deh.
Tapi! tunggu dulu. Ini kenapa jadi Niko yang balik marah sama Calvin? Bukannya tadi Calvin yang niatnya pengen cuek?
Niko tertawa remeh kemudian balik menatap Calvin. "Lu nanya kenapa jadi gua, seharusnya tuh gua yang nanya sama lu! " Niko mendorong bahu Calvin dengan jari telunjuknya sampai membuat Calvin terhuyung ke belakang.
"Aku? Jadi, kamu masih mikir aku marah itu tanpa sebab?!" Tatapan Calvin berubah menyalang, bahkan suaranya lebih meninggi dari Niko.
Niko menciut, dia memundurkan langkahnya.