Sabrina mencoba menghapus air mata yang terus-terusan menganak sungai di pipinya. Akan tetapi, punggung tangannya tak mampu menghentikannya, bulir bening itu tetap mengalir deras tak mampu terhentikan.
Tak jauh berbeda dengan Sabrina, Bramantio pun ikut berduka dengan kemalangan putrinya. Ia merasa telah gagal menjadi seorang Ayah yang tak mampu melindungi Sabrina.
"Nak, bangun. Maafkan Ayah, Nak," lirih Bramantio seraya menepuk pelan pipi Sabrina mencoba membangunkannya.
'Kenapa ini harus terjadi padamu, Nak.' Batin Bramantio.
"Ayah tolong Aku!" Rengek Sabrina dengan terseguk pada Bramantio penuh kepiluan. Ia mulai terbangun dari tidur pendeknya.
"Mohon maaf, Pak. Kami harus segera membawa Sabrina untuk segera kembali ke ruang tahanan," ucap salah satu petugas Rutan.
Dengan penuh kepayahan Sabrina mencoba melangkahkan kakinya berjalan menuju ruang tahanan sebelum esok di pindahkan ke ruang yang lain.
"Rin! Apa yang sudah terjadi?" Tanya Nazwa yang terperanjat ketika melihat Sabrina memasuki ruang sel tahanan dalam keadaan wajah sembab dan tubuh yang lesu. Seketika pula Nazwa merangkul sahabatnya itu mencoba menguatkan.
"Semuanya sudah berakhir, Naz. Hidupku sudah hancur lebur," lirih Sabrina pada sahabat yang baru beberapa hari saja ia kenal.
"Kenapa, Rin?" Nazwa mengusap-usap lembut punggung Sabrina.
"Sidang memutuskan Aku bersalah. Aku di vonis 5 tahun penjara," ringis Sabrina, semakin membuat tubuhnya lemah ketika mengungkap ini semua terhadap Nazwa.
"Ya ampun, Rin. Malang sekali nasibmu." Nazwa merangkul tubuh Sabrina yang sudah kepayahan tak bertenaga.
"Besok Kamu pasti akan di pindahkan ke ruangan tetap. Kamu jaga diri baik-baik ya di sana. Kamu jangan kuatir, Jika aku sudah keluar dari sini, aku akan tetap menengokmu. Kita memang baru kenal, tapi percayalah Aku sudah menganggapmu sebagai sodara dari semenjak kita bertemu di sini," pesan Nazwa pada Sabrina. Nazwa memeluk erat sahabatnya itu seolah tak mau di pisahkan. Padahal, mereka hanya baru beberapa minggu saja bertemu dan satu ruangan bersama.
Akhirnya, Sabrina akan melewati 5 tahun ini hidup terkurung di dalam sel jeruji besi tanpa kehangatan keluarga maupun sahabat.
Namun, ketika Tuhan sudah berkehendak tak ada yang mustahil bagi-Nya. Sikap Sabrina yang begitu baik, kooperatif, rajin dan solehah begitu sering mendapatkan remisi tambahan, remisi hari-hari besar dan remisi kemerdekaan.
Setelah beberapa tahun Sabrina menjalani hari-harinya dengan ikhlas di dalam sel jeruji besi. Sabrina mendapatkan banyak remisi Sampai akhirnya masa kurungannya di kurangi menjadi 3 tahun penjara.
Sampai akhirnya masa-masa kebebasan itu tinggal menghitung bulan.
"Rin, bagaimana kabar, Kamu?" Tanya Nazwa yang hari ini menyempatkan waktunya untuk menengok Sabrina. Nazwa sudah keluar dari sel, jauh sebelum Sabrina. Ia hanya beberapa bulan saja menjalani tahanan nya. Sampai akhirnya berdamai dengan gundik Suaminya dengan syarat merelakan Suami beserta hartanya.
"Kabar Aku baik, Naz. Makasi banyak ya, hanya kamu satu-satunya sahabat aku yang mau menemani saat aku jatuh dan tersungkur.
"Oh iya, Naz. Kebebasannku tinggal beberapa bulan lagi, tapi aku enggak tahu akan pergi kemana," lirih Sabrina pada Nazwa.
"Ini," Nazwa menyodorkan secarik kertas pada Sabrina yang isinya alamat Rumahnya.
"Kamu jangan pernah ragu untuk datang ke rumahku saat kamu tak tahu kemana akan pulang," sambung Nazwa.
"Makasi ya, Kamu selalu ada buat aku," ucap Sabrina. Ia baru sadar jika sahabat yang sesungguhnya ialah sahabat yang selalu ada saat kita jatuh dan terpuruk. Karena, mencari sahabat saat hidup kita di atas tidaklah sulit. Akan tetapi, sahabat yang mau menemani dan menolong kita di saat di bawah, sangatlah sulit.
***
Setelah Sabrina menceritakan kisah kelam 3 tahun lalu pada sahabatnya, Nazwa. Tanpa terasa bulir bening dari bola mata Sabrina tengah menganak sungai di pipinya. Kisah pahit itu tak akan bisa terlupakan walau hanya sekejap mata.
"Ya udah, Rin. Kamu jangan sedih-sedih lagi ya. Kamu harus bangkit, buktikan pada dunia jika memang Kamu bukan Sabrina yang dulu. Kamu Wanita kuat, hebat dan tangguh," ucap Nazwa mencoba menguatkan
"Makasi ya, Naz. Udah mau dengerin ceritaku," lirih Sabrina.
"Dah ah, jangan melow-melow lagi, sekarang waktunya mandi. Udah bau acem kita seharian keliling Jakarta lho! Besok kita eksekusi lagi cari kerjaan. Maju terus pantang mundur!" Ujar Nazwa penuh semangat.
Nazwa selalu menguatkan Sabrina di saat luka menghantuinya, ia adalah sosok sahabat sejati yang sulit di temukan di jaman sekarang.
Nazwa yang kini hidup sederhana di rumah petakan kecil di pinggir kota Jakarta terlebih dahulu telah banyak menelan asam pahitnya kehidupan. Ia harus merelakan suami beserta hartanya di ambil wanita lain. Sementara rumah sederhana ini hanya peninggalan almarhum Ibunya dahulu. Beruntungnya ia belum memiliki seorang anak, jadi tidak ada korban lain atas prilaku mantan Suaminya.
Selesai membersihkan badannya Sabrina mencoba merebahkan badannya di atas kasur dengan pandangan menatap ke langit.
'Tuhan, semoga esok akan lebih baik dari hari ini,' harap Sabrina untuk masa depannya.
"Rin, makan dulu sini," teriak Nazwa memanggil Sabrina dari arah dapur.
Kemudian Sabrina keluar menghampiri Nazwa yang sudah mempersiapkan makan malam untuk mereka.
"Maaf ya, Rin. Makan nasinya seadanya hanya pakai telur ceplok doang," lirih Nazwa.
"Enggak apa-apa, Naz. Ini juga udah bersyukur lho," sahut Sabrina dengan melayangkan senyuman manis pada sahabatnya.
Mereka berdua melanjutkan makan malam dengan hidangan seadanya. Tiba-tiba terdengar suara seseorang tengah mengetuk pintu seraya mengucapkan salam. Suara bariton itu sangat tidak asing bagi Nazwa.
"Siapa ya, Naz?" tanya Sabrina penasaran.
"Tahu tuh siapa, enggak tahu orang lagi makan kali ya," balas Nazwa. "Tapi suaranya kaya sering dengar sih, bentar ya aku buka dulu," sambung Nazwa.
Dengan mata membulat Nazwa begitu tercengang melihat lelaki yang kerap menggodanya tiba-tiba berani datang dan hendak bertamu ke rumahnya.
"Maaf ya, Dek. Ganggu," sapa Lelaki yang berdiri tepat di hadapan Nazwa.
"Ya ada apa?" jawab Nazwa sekenanya.
"Ini, Dek. Kemarin Abang pulang kampung ke Padang. Ini ada oleh-oleh keripik Kristin Hakim, khas Padang. Buat ngemil malam sambil nonton TV." Lelaki bertubuh tinggi besar itu menyerahkan kardus yang isinya aneka rasa kripik balado Kristin Hakim.
"Makasi, Bang!" Nazwa menerima hantaran lelaki tadi. "Maaf ya, Bang. Di dalam ada sodara Saya lagi nginep. Jadi enggak bisa lama-lama, permisi ya, Bang," lanjutnya seraya masuk ke dalam rumah kemudian menutup pintu.
"Siapa, Naz. Kok enggak di ajak masuk tamunya," tanya Sabrina semakin penasaran.
"Udah enggak penting, enggak usah di bahas! Yang penting, ini dia ada oleh-oleh lumayan buat ngemil malam kita. Rejeki wanita solehah ya," ungkap Nazwa sambil cengengesan. Tangannya menyodorkan kardus berisi makanan yang lumayan banyak.
"Pacar Kamu ya," ucap Sabrina menggoda Nazwa.