"LEPASKAN AKU! LEPASKAN AKU!" Amelia meronta-ronta sekuat tenaga. Dua orang duduk di kiri dan kanannya sambil memegang kedua lengan wanita malang tersebut.
Gaun putih maha indah yang dikenakan Amelia, sekarang berubah menjadi warna merah darah. Darah terus mengucur deras dari luka gores di lengan dan wajah Amelia.
"DIAM!" Preman, di kiri Amelia, spontan menampar wajah istri William itu. "APA KAU INGIN DIBUANG DI TENGAH-TENGAH HUTAN INI, HAH?!" kecam preman itu tak kuat lagi. Suara teriakan Amelia yang melengking membuat gendang telinganya ingin pecah.
"SEBENARNYA KALIAN SIAPA, HAH?! KENAPA KALIAN MENCULIKKU?! APA KALIAN SURUHAN ORANG?!" Amelia berteriak-teriak murka dan frustrasi. Wanita cantik itu menolak diam, meski pipinya terasa panas dan perih.
"ITU BUKAN URUSANMU!"
"KAU JUGA TIDAK PERLU TAHU SIAPA YANG MENYURUHNYA KAMI MENCULIKMU!" sambung preman yang asyik merokok di kursi pengemudi.