Kini Nenek Nengah hidup lontang-lantung di jalanan, bahkan sudah beberapa dia tidak makan. Kalau pun makan, dia harus mengemis dan mengais-ngais tong sampah untuk memungut sisa-sisa makan.
"Sial! Gara-gara aku terlalu sok jual mahal dengan William, aku harus hidup sengsara seperti ini! Sial! Sial!"
Nenek Nengah menyusuri trotoar pada siang malam sambil menggeledah tiap tong sampah yang dia temui.
"Hei! Kau kamu ke mana?!"
Nenek Nengah tersentak kaget ketika merasakan ada seseorang yang menepuk pundaknya dengan cukup kasar.
Nenek Nengah menegang. Dia langsung merasakan firasat tak enak, bahkan Nenek Nengah tak berani menoleh ke belakang untuk mengecek orang tersebut.
Pasti orang yang sedang menepuk-nepuk pundak Nenek Nengah adalah salah debt kolektor yang sedang mengincarnya akhir-akhir ini. Gara-gara berusaha memenuhi hasratnya hidup berfoya-foya, Nenek Nengah dan putranya terlilit hutang dengan banyak debt kolektor.
Nenek Nengah berancang-ancang untuk kabur.