"Apa kamu sudah siap untuk melanjutkan pencarian pembenaran terhadap ibumu?" tanya Halua seraya tersenyum lemah.
Entah mengapa, melihatnya melemah seperti ini terasa sangat memilukan Esya.
Gadis itu terhenyak pada lelaki yang mati-matian menyelamatkannya bahkan rela mempertaruhkan nyawanya sendiri.
Tubuh itu seolah terdorong begitu saja untuk memeluk badan atletis seorang panglima malaikat maut yang gagah dan tampan.
Seperti biasa, jika kulit mereka bersentuhan, maka air mata itu pasti tumpah. Esya dapat merasakan lega yang luar biasa. Berkali-kali dia menjerit bahkan merengek layaknya anak kecil pada sang kakak kandung.
Tangannya tak mau meregang bahkan melepas pelukan itu. Walaupun tubuh mereka sudah menempel cukup lama.
Saat Esya semakin mengeratkan pelukannya, ada Halua yang berkali-kali menggertakkan giginya karena luka-luka itu masih terasa sakit.
Apalagi posisinya Esya bertumpu pada lelaki itu. Hal itu semakin tak menguntungkan bagi Halua.