"Ada apa, Pak?" tanya Karina sedikit was-was.
Jujur, Pak Abian adalah salah satu musuh terbesarnya. Maksudnya mata pelajaran yang diampu oleh Pak Abian.
"Karina, hari ini kamu piket kelas, kan?" Gadis itu mengangguk. "Saya ingin minta bantuan kamu sebentar, boleh?" pinta Pak Abian.
Karina menganggukkan kepalanya. Kalau menolak pun rasanya tidak sopan.
"B-boleh. Tapi, cuma saya saja? Sendiri?" tunjuknya pada diri sendiri.
"Ada yang bantu satu orang lagi juga gak apa-apa," jawab pria itu sambil tersenyum.
"Woi, kalian siapa yang mau ban—" Perkataannya terhenti saat melihat ketiga sahabatnya yang sudah menjauh darinya begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Mereka serentak mengepalkan tangan, kemudian mengangkatnya. "Semangat, Bestie!" ujar mereka yang ternyata ingin memberikan dukungan kepada Karina.
"Kampret! Kalian bukan Bestie gue! Ga ada akhlak! Ga punya perasaan! Dasar temen-temen lucknut! Setidaknya bayar dulu makanan kalian, woi!" gerutunya kesal yang tentu saja tidak digubris oleh ketiga sahabat nya itu.
***
Karina sekarang berada di ruang guru. Bukan karena dia membuat masalah, tetapi karena sekarang ia sedang dimintai tolong oleh Pak Abian untuk merapikan tumpukan dokumen dan juga kertas ulangan.
Pak Abian menyuruh nya untuk mengelompokkan dokumen dokumen tersebut agar sesuai dengan tempatnya.
"Kalian berempat Deket banget, ya. Tapi juga lucu kalo liat kalian saling tega-tegaan gini," kekeh Pak Abian yang berada di hadapan Karina.
"Itu namanya bukan saling tega-tegaan, Pak, tapi di tegain sama salah satu pihak! Yang tersakiti tuh cuma saya doang," gumamnya yang dibalas gelakan tawa oleh pria itu.
Karina semakin mengerucutkan bibirnya kesal.
"Bahkan Kaila pun tega-tegaan, ya. Yah ... lagian dia juga anak kedua, sih," lanjut Pak Abian.
Karina menganggukkan kepalanya. Ia kembali menghela napas panjang. Tiba-tiba, ia teringat sesuatu.
"Pak! Bapak tau semua murid yang ada di sekolah ini, gak?" celetuk Karina yang membuat Pak Abian mengerutkan keningnya.
"Memangnya kenapa?"
"Saya lagi cari seseorang. Dia itu cowok, wajahnya ganteng pake banget, tingginya ... lebih pendek dari Bapak sedikit, deh. Terus, dia kayak dingin gitu loh orangnya. Dan, oh! Keknya dia kerja part time di salah satu Cafe Deket taman kota, deh," jelasnya panjang lebar. Semoga saja ia bisa mendapatkan petunjuk dari gurunya itu.
"Gimana, ya ... ciri-ciri nya terlalu abstrak. Ada banyak, sih, dengan ciri-ciri begitu."
Jawaban Pak Abian membuat Karina menghela napas berat. Sebenarnya, bisa saja ia mencari ke seluruh kelas. Akan tetapi, bukankah itu malah terlihat mencurigakan? Rasanya seperti penguntit saja.
Bruk!
Karina kaget bukan main saat mendengar suara benda jatuh dari dalam ruang Pak Abian. Meskipun bukan ruangan pribadi, tetapi masing-masing guru memiliki ruangan kecil yang ditutupi dengan tirai sebagai tempat istirahat di belakang mejanya.
"Sebentar, ya."
Karina menganggukkan kepalanya. Lalu, Pak Abian pun masuk ke dalam sana. Karina yang merasa sedikit penasaran pun juga ikut mengintip dari balik tirai. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat pemandangan yang tersuguhkan di hadapannya sekarang ini.
Di sana, ada seorang cowok yang terduduk di sofa. Sepertinya dia baru saja bangun tidur, terlihat dari selimut yang menyelimuti setengah badannya.
Namun ... ia mengenal cowok itu. Ya ... dia adalah cowok yang dicari Karina. Tapi, mengapa dia ada di sini?
Karina membelakkan matanya saat melihat seragam cowok itu yang sedikit berantakan dengan beberapa kancing atasnya yang terbuka.
Lalu, pria itu mencoba berdiri, namun sepertinya ia terlihat cukup lunglai hingga akhirnya hampir tersungkur. Namun, beruntungnya Pak Abian menahan si cowok itu.
Dan ... OH MY GOSH! Tali pinggang cowok itu juga terbuka. Jangan-jangan mereka baru habis ....
'Ngga! Jangan berpikiran yang aneh-aneh, Karina! Ngga mungkin Pak Abian sama sesama cowo begitu. Meskipun Kaila rada-rada, tapi masa iya Pak Abian juga, sih?' gumamnya dalam hati. Ia hanya berusaha untuk menenangkan hatinya.
Jika dilihat-lihat, cowok itu ternyata sangat tampan hingga bisa dikategorikan cantik. Tidak heran kalau misalnya Pak Abian suka dengannya.
Tapi ... what the hell?! Masa saingannya adalah seorang guru dan berjenis kelamin laki-laki pula! Bagaimana ia harus menghadapi persaingan yang berat sebelah ini?
'Baru juga mulai nge-crush, udah gini aja rintangannya,' batinnya.
Karina langsung berlari ke tempatnya semula dan pura-pura mengatur dokumen dokumen tadi. Ia berusaha seperti tidak terjadi apa-apa, meskipun sebenarnya ia sangat gugup sekarang.
"Makasih, Pak. Saya pulang dulu," pamit cowok itu kepada Pak Abian.
"Iya, hati-hati," balas Pak Abian.
Loh loh loh! Bukankah percakapan mereka terlihat seperti pasangan sekarang?
Cowok itu berlalu begitu saja dari hadapannya. Sepertinya benar jika dia tidak mengingat Karina. Miris sekali.
"Pak, yang tadi itu siapa?" tanya Karina yang sudah tidak bisa menahan rasa penasarannya kepada Pak Abian.
"Hm? Itu Ezra dari kelas 10-6. Kadang-kadang dia datang ke sini karena ada sesuatu hal."
Kelas 10-6? Pantas saja ia tidak pernah bertemu dengan cowok itu, karena Karina berada di kelas 10-1. Jarak yang cukup jauh, termasuk jarak kelas mereka.
Tapi ....
'Sesuatu hal apaan, woi?! Ambigu banget perkataan si Bapak hiks!' batinnya.
"Karina?" panggil Pak Abian tiba-tiba dengan nada yang sedikit aneh.
"I-iya, Pak," jawab gadis itu yang merasa sedikit gugup. Jangan-jangan ....
"Kamu bisa 'kan rahasiakan ini dari yang lainnya?"
"S-siap, Pak!" serunya bak seorang tentara. Jujur, ia merasa sangat tertekan sekarang.
Jangan-jangan, pemikirannya memang benar?
***
"WHAT?! JADI MAKSUD LO DIA UDAH PUNYA PACAR? DAN PACARNYA ITU COWO?"
"Diam, bege!" Karina membekap mulut Emy geram. Bisa-bisanya dia berteriak seperti tadi.
Sepulang sekolah tadi, mereka berempat memutuskan untuk hangout setelah sekian lama. Dan di sinilah mereka sekarang, di salah satu tempat karaoke yang ada di dalam Cafe dekat dengan taman kota.
"Dan parahnya lagi pacarnya itu adalah kakaknya si Kaila?" lanjut Emy yang masih heboh. Tapi, bedanya sekarang ia sudah agak tenang.
Karina menganggukkan kepalanya lemas.
"Jadi, gimana pendapat lo sebagai adiknya Pak Abian tentang ini, Kaila?" tanya Amy kepada Kaila.
Gadis itu terlihat seperti memikirkan sesuatu.
"Hm ... Kakak gue, sih, ga banyak cerita tentang dirinya. Tapi gue ga nyangka dia bakal milih jadi seme. Sial, gue kalah sama dia," ujar Kaila dengan raut wajah yang serius.
"Sialan! Ga normal lo!" cetus Karina kesal. Rasanya Kaila tidak membantu sama sekali dalam permasalahan ini.
"Tau tuh si Kaila. Makin lama makin aneh, deh, fetish nya," timpal Amy sambil melahap habis burgernya.
Sedangkan Davira? Gadis itu hanya sibuk menyanyikan lagu-lagu K-Pop meskipun suaranya cempreng.
"Karina, lo suka sama si Azra itu?" tanya Davira yang kini beralih dan menatap Karina. Meskipun ia berucap dengan masih meletakkan mic di mulutnya. Membuat seluruh ruang hanya dipenuhi oleh suaranya saja.
***