Jalanan ramai, setelah melaksanakan shalat magrib. Gio kembali memacu kuda besinya.
Gio harus segera tiba di rumah sakit sebelum jam tujuh. Dia tidak bisa memastikan jika mereka sampai lebih dari jam tujuh.
"Pelan-pelan," cicit Liona. Tubuhnya menggigil kedinginan. Dia salah besar tunduk pada Gio. Dia justru di hukum habis-habisan.
Gio tidak menjawab, dia justru menaikan kembali kecepatan motornya.
"Astaga! Lo budeg ya! Gue bilang pelan-pelan. Lo ngerti gak sih!" gerutu Liona semakin menjadi-jadi. Dia masih ingin melihat matahari besok pagi. Dia tidak ingin mati di jalanan malam ini, tanpa pamit. Tidak!
"DIEM!" bentak Gio. Walaupun Liona tersakiti lagi, Gio tidak akan peduli. Tujuannya sekarang sampai tepat pada waktunya.
Liona membungkam mulutnya. Dia tidak memiliki kuasa. Dia selalu kalah jika seseorang di dekatnya berbicara dengan nada tinggi.
Liona hanya bisa menunduk dalam, dia tidak memiliki kesempatan untuk melawan atau menjelaskan bahwa dia sangat kedinginan.
