Lain dengan kondisi dua pria dewasa di cafe seberang rumah sakit, di ruang rawat Lion, Liona sedang asik bercerita.
Dia menceritakan kembali hari-hari yang telah dia lalui. Hari-hari panjang tanpa Liona. Satu hari yang bagaikan satu tahun.
Aja setiap kisah dalam setiap helaan napasnya, Liona merasa bangga sekaligus tersiksa karena harus menjalani hidup dalam hampa.
Terutama saat dia mengetahui jika Lion sakit, dan Liona melihat dengan mata kepalanya sendiri, Lion, pria yang berada di tahta tertinggi hatinya terbaring lemah.
"Waktu itu, aku gak tahu aku harus percaya atau enggak. Aku hancur sehancur-hancurnya. Ya walaupun kemarin kamu udah minta maaf, nyesel juga. Tapi, ya tetep aja sampai sekarang aku masih gak nyangka kalau waktu itu yang aku lihat kamu," ulang Liona membuka lembaran kertas berwarna abu dengan tinta berwarna merah.
Semburat pilu menelan habis kepercayaan Liona kala itu, ditambah lagi dengan Rio yang mendadak drop.