Raut wajah Liona yang seketika berubah membuat Arkan tak enak hati.
"Maafin gue Li, coba aja kalau gue bisa ngulang waktu. Gue gak akan muncul di hadapan keluarga lo," batin Arkan.
Andai, Arkan hanya bisa berandai-andai. Masa lalu itu tidak akan bisa dirubah jika diulangi hasilnya pun belum tentu baik. Hanya bisa disyukuri sambil belajar dari apa yang telah terjadi.
"Papi ada di kamar," jawab Liona lesu.
Senyumannya luntur, tidak ada lagi binar semangat di matanya.
"Ayo!" ajak Arkan. Dia lantas menepuk bahu Liona, merangkulnya dan mengajaknya keluar.
Di depan pintu rumah, Bagas dan Lion telah menunggu kedatangan Liona. Mereka sengaja tidak masuk karena tidak ingin dipaksa sarapan.
Perut mereka telah terisi penuh. Jadi kalau makan lagi, alamat! Meledak, begah, kembung. Gak enak lah!
"Ehh, kalian rajin banget. Lion, tumben?" sapa Liona.
Baru saja pintu rumah terbuka, dua manusia ini justru bangkit dari duduknya dan menyambut Liona, terutama Bagas yang merentangkan tangannya.
