Chereads / The Kingdom Of Zen William / Chapter 10 - 10.Bersiaplah Sofia!

Chapter 10 - 10.Bersiaplah Sofia!

Sofia berjalan kaki dengan Syehrazat menuju ke istana kerajaan. Mereka berdua berbincang, tertawa dan saling melempar bunga-bunga yang mereka dapatkan di pinggiran hutan.

Awalnya mereka sedikit canggung perkara jubah yang terdapat bordir bunga sakura yang ditanyakan oleh Syehrazat kepadanya.

Namun, Sofia berhasil meyakinkan Syehrazat mungkin saja jubah itu dicuri oleh seseorang dan tertinggal di depan rumah wanita itu.

Sofia juga meyakinkan Syehrazat agar wanita itu tidak berpikiran buruk tentang pria yang dicintainya.

Sofia terpaksa berbohong, ia takut sahabatnya itu akan merasa sakit hati jika ia berkata jujur.

Awalnya Syehrazat juga menduga bahwa Terus mungkin saja mencintai Sofia. Namun dengan tegas ditepis oleh wanita itu, karena menurut Sofia hal itu sangat mustahil.

"Kamu lelah?" tanya Syehrazat pada sahabatnya sedari dalam kandungan.

Sofia mengangguk pelan seraya mengusap peluh yang mengalir di pelipis dan lehernya.

"Hawanya panas sekali, kita cari sungai terlebih dahulu untuk mencari air bersih ya?" ucap Sofia.

Syehrazat menyetujui usulan dari sahabatnya. Ia juga mulai merasa kehausan karena sudah berjalan lumayan jauh jaraknya.

"Sofia, kamu nanti harus melihat wajah pangeran Zen William dan istrinya. Kata orang-orang, mereka benar-benar terlihat sangat serasi," seru Syehrazat penuh semangat.

Sofia tersenyum dan mengangguk, menyetujui ucapan sahabatnya. "Kamu saja belum pernah melihat wajah Pangeran, lalu bisa seyakin itu bahwa dia sangat tampan?"

"Hanya firasat." Mereka berdua tertawa setelah mendengar jawaban Syehrazat.

"Tapi, jangan terang-terangan jika menatapnya nanti. Kau bisa terkena masalah, mereka sangat tidak manusiawi," gumam Syehrazat kesal.

Sofia menepi saat melihat ada sungai yang bisa ia ambil airnya untuk memuaskan dahaganya.

Wanita itu terdiam sedikit lama, bayangannya seperti ke masa lalu. Masa di mana ia dan Zeno menghabiskan waktu bersama di pinggir sungai.

Mereka berdua berpelukan di sana, melawan dinginnya angin berdua. Keduanya seperti sepasang kekasih yang tidak akan pernah terpisah.

Namun saat ini ia hanya bisa meratap, mengingat jika raga sang kekasih sudah tak lagi bisa ia dekap.

Yang tertinggal hanya aroma dari pakaian yang Zeno tinggalkan di dalam kamar mereka.

"Sofia, kau kenapa? Hey, kau kerasukan iblis?" tanya Syehrazat sembari terkekeh pelan.

Sofia segera mengerjapkan mata dengan cepat. Mengembalikan kesadarannya pada dunia nyata dan meninggalkan dunia khayalan.

"Suamimu tidak masalah bukan, jika kita pergi bersama seperti ini? Kau tidak lupa meminta izin kepadanya bukan?" tanya Syehrazat.

Sofia langsung mengangguk, ia terpaksa berbohong. "Tentu tidak masalah. Mari, kita lanjutkan lagi perjalanan kita. Jika tidak, maka kita akan sampai di sana pada malah hari."

"Tidak masalah, pestanya akan berlangsung besok pagi," jawab Syehrazat sembari menjulurkan lidahnya ke arah Sofia.

Di sepanjang perjalanan, Sofia dengan setia mendengarkan cerita dari sahabatnya tentang Thruv Niramon.

Sedikitnya Sofia berpikir, jika Thruv adalah seorang anak selir. Lalu mengapa ia bisa berpura-pura menjadi kakak Zeno?

Namun pemikirannya segera mendapat pencerahan saat teringat suaminya memiliki pakaian mewah pemberian pangeran. Bisa saja mereka berteman dekat dan Thruv mau membantu Zeno untuk melamar Sofia.

"Kau tahu Sofia, Tuan Thruv itu sangat baik hati. Namun saya tidak pernah melihatnya jatuh cinta setelah memiliki kekasih beberapa tahun yang lalu," ujar Syehrazat.

Sofia mulai tertarik mendengarkan pembahasan yang Syehrazat katakan. "Kamu yakin sekali jika dia tidak pernah jatuh cinta lagi?"

"Iya, Tuan Thruv terlalu sibuk dengan urusan kerajaan. Dia sibuk menemani Pangeran ke mana pun beliau pergi. Dia melupakan kehidupan pribadinya untuk sekedar mengabdikan diri." Syehrazat mulai menampakkan wajah sedih saat bercerita.

"Dulu, kekasihnya meninggal. Dibunuh oleh utusan Raja, wanita itu hanya seorang anak penjual pakaian di pasar. Dia dibunuh tepat di hadapan Thruv sendiri. Rasa bersalah terus menghantuinya, karena telah membawa mala petaka dalam kehidupan gadis yang ia cinta."

Netra Sofia mulai berkaca-kaca, hatinya mudah sekali terbawa perasaan. Mungkin saja ini efek dari hormon kehamilannya.

"Lalu, katamu kemarin dia jatuh cinta?" tanya Sofia, sesekali telapak tangan wanita itu mengusap perut besarnya.

Syehrazat mengangguk, "Iya, dia mengatakan padaku bahwa dirinya sedang jatuh cinta. Namun cintanya kali ini lebih sulit dan rumit."

Sofia memiringkan kepalanya, menatap Syehrazat penuh tanda tanya. "Kenapa bisa seperti itu?"

"Karena wanita yang Thruv cintai sudah memiliki suami. Suaminya orang terdekatnya, dan juga wanita itu dari kalangan biasa. Tuan Thruv takut jika Raja nanti akan mengetahui dan membuat hidup gadis itu sengsara seperti yang sudah pernah terjadi," jawab Syehrazat.

Sofia mengangguk mengerti, kehidupan kerajaan mungkin memang sekeras itu. Mereka harus berdampingan dengan orang yang sepadan.

Tidak boleh sembarangan melakukan pernikahan. Bahkan hanya sekedar mengagumi mereka mungkin sudah menjadi sebuah dosa.

"Kau harus hati-hati ya? Jangan sampai mereka mengetahui perasaanmu. Saya tidak ingin kehilangan sahabat terbaik saya," gumam Sofia dengan tulus.

Sedikitnya wanita itu merasa takut jika perasaan Syehrazat akan menjadi sebuah bencana untuk gadis itu nantinya.

"Jaga dirimu baik-baik saat berada di istana. Jangan ceroboh!" peringat Sofia kepada Syehrazat yang tengah asyik memakan bekalnya sembari berjalan santai.

"Tenang calon ratu, hamba akan mengingat nasehat Anda!" canda Syehrazat.

Sofia terus berpikir, jika nanti ia diberikan kesempatan untuk berjumpa dengan Thruv kembali. Ia akan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Sofia akan bertanya menatap pria itu membohonginya dengan berpura-pura menjadi kakak Zeno, suaminya.

"Sofia, mau pisang tidak? Itu sepertinya matang!" teriak Syehrazat hingga membuyarkan lamunan Sofia.

"Pelan saja jika berbicara, kita sedang melewati hutan. Kau mau dimakan hewan buas karena sudah mengganggu ketenangan mereka?" bisik Sofia.

Syehrazat itu memang berbeda dengan Sofia. Gadis itu sangat banyak tingkah, cara bicaranya pun sungguh tidak beretika. Keras dan tak mau peduli dengan keadaan sekitar.

Sedangkan Sofia sendiri berbanding terbalik dengannya. Sofia pendiam, lemah lembut, penuh sopan santun, penyayang dan juga mudah terbawa perasaan. Pemikirannya lurus dan tak pernah berbuat macam-macam. Setidaknya hal itulah yang orang-orang tahu.

Keduanya mulai memasuki pemukiman warga, di sana banyak sekali ornamen unik dan makanan yang tidak pernah Sofia jumpai di desanya.

"Sofia, mau mencoba makanan itu? Sedikit pedas namun terasa sangat enak. Kamu pasti menyukainya." Syehrazat segera menarik pergelangan tangan Sofia. Ia bahkan lupa jika sahabatnya itu tengah hamil besar.

"Syehrazat, pelan! Bayi saya!" seru Sofia.

Syehrazat langsung menganga, gadis itu menepuk keningnya keras. "Dasar Syehrazat bodoh! Maaf ya, saya lupa jika kamu membawa boneka lucu di dalam perut kamu."

Sofia mengerucutkan bibirnya, kamu  tetap mengikuti langkah kaki sahabatnya.

Di sana hampir semua orang sibuk merancang bunga dan hiasan-hiasan cantik. Mungkin untuk menyambut Pangeran dan Permaisurinya besok.

"Ini pasti untuk penyambutan pernikahan besok. Apa selalu seperti ini ramainya?" tanya Sofia setengah berteriak karena suara riuh di sana.

Syehrazat mengangguk ribut. "Iya! Bersiaplah untuk esok hari, Sofia!"