Hari ketiga, keempat, kelima, dan seterusnya terjadi begitu cepat. Hingga rasanya seperti Salma sangat kenal dengan sekolahnya sekarang, dia tidak kesulitan mencari letak perpustakaan, kamar mandi, laboratorium, auditorium, dan ruang kelas lain, serta dia tidak jarang pergi ke kantin bersama Juni dan terkadang Juni yang membawa anak MIPA lainnya dan berkenalan dengan Salma. Sejujurnya, menurut Salma, dia tidak akan sanggup melanjutkan sekolah jika tanpa Juni disampingnya. Seperti, semua yang dia lakukan selalu harus ada Juni di dalamnya.
"Kamu ketergantungan padanya," ucap Salma menghela napas,
Salma memiliki kepribadian dimana dia akan selalu ketergantungan dengan orang lain, itu dia rasanya beberapa tahun silam saat orang tua dan keluarga nya masih terjalin harmonis.
Salma hanya akan pergi jika bersama orang tuanya, dan dia tidak akan mau kemana-mana sendiri, harus bersama mereka, atau setidaknya salah satu dari mereka. Tetapi siapa sangka, kejadian sekarang malah membuatnya sangat mandiri. Di balik itu semua, Salma melewati fase dimana dia harus jatuh di titik jurang terdalam. Dimulai dari memulai hari sendirian, sunyi, suram, dan hidup sendirian.
Salma menghela napasnya panjang, dia tidak bisa membayangkan akan melakukan hal itu lagi jika Juni pergi darinya.
"Kali ini gue yang bayar!"
Salma terkejut mendengar seseorang berbicara sedikit keras itu, dia mendongakkan kepalanya. Kemudian terkekeh pelan, "Aku aja, Juni..." jawab Salma,
"Gak ada yang kaya gitu, kamu pikir selama kita temenan aku pernah keluarin uang buat kamu? Ngga, Sal! Kali ini harus gue pokoknya," Juni berbicara dengan cepat,
Salma hanya tertawa saja mendengarnya, "Beneran gak apa-apa?" tanya Salma lagi, karena dia mengambil makanan yang lumayan mahal.
"Gak apa-apa Salma,"
Salma mengambil pesanannya dan mengangguk, "Next time aku yang bay-"
"Next time kita harus split bill, atau gak usah ketemu lagi," jawab Juni sebelum Salma menyelesaikan ucapannya,
Salma menggelengkan kepala, padahal selama berteman dengan Juni, Salma tidak pernah terbebani dengan biaya yang akan dia keluarkan. Karena menurutnya, Juni sangat hemat daripada teman-teman nya yang lain. Seperti waktu itu, Salma pernah diajak berkumpul dengan anak PMR yang notabene nya adalah anak MIPA dan entah kenapa Juni tau semua anak yang ada disana padahal mereka berbeda kelas. Dari semua anak yang jajan, membeli barang-barang, membeli buku, dan sebagainya, Salma melihat Juni yang sangat sedikit mengeluarkan uangnya. Kata dia, dia tidak butuh barang-barang itu meskipun dia ingin, itu bagus dan Salma menyukai kepribadian Juni yang satu itu.
"Frappuccino nya enak," gumam Salma,
Juni mengangguk setuju, "Frappuccino emang enak, gue jarang nemu cafe yang Frappuccino nya ga enak, I dunno tapi semuanya kaya dibuat di satu pabrik, right?" ucap Juni, Salma menyetujui itu.
Salma biasanya membeli coklat dingin atau panas, terkadang pula dengan membeli late dan kadang jika ingin minuman dingin, dia akan membeli jus. Tetapi karena selalu melihat Juni meminum Frappuccino, dia terkadang menginginkannya juga. Meski dia tau bahwa jarang sekali mengonsumsi Frappuccino, Salma mencoba beberapa dan rasanya notabene sama.
"Aku gak tau kenapa kita dapet tugas yang sama,"
Juni menatap Salma kemudian mengangguk, padahal jurusan mereka berbeda, tetapi beberapa tugas yang sama selalu ada dan keduanya akan mengerjakan bersama di salah satu kafe atau dirumah masing-masing dari mereka secara bergantian.
"Udah kerjain bagian apa, Sal?" tanya Juni,
Salma yang sedang fokus dengan laptop dan minumannya mendongak, "Sedikit lagi, sekitar dua puluh persen lagi selesai," jawab Salma.
"Mau aku bantu?" tanya Juni,
Salma menggeleng, "Sedikit lagi selesai," jawabnya tidak ingin merepotkan, karena Salma tau bahwa tugas anak MIPA lebih banyak daripada anak IPS.
"By the way, gimana? Kesan pesan selama masuk PMR, udah hampir dua bulan kan Lo?"
Salma mengangguk, sebelumnya dia mematikan laptopnya karena tugasnya sudah selesai.
"Udah?" tanya Juni, Salma lagi-lagi hanya mengangguk. Sebelum menjawab pertanyaan Juni, dia meminum Frappuccino nya terlebih dahulu.
"Menurutku gak ada yang spesial, karena aku gak ngapa-ngapain, cuman bantu anak-anak pas upacara doang kan? Kadang jaga, itu juga sama orang lain berdua, jadi aku gak terlalu sering tugas," jawab Salma,
Juni sudah mengetahui bahwa Salma tidak bisa memegang benda tajam dan dia juga takut dengan darah. Jadi biasanya, Juni memberikan tugas pada Salma seperti membantu yang pingsan, masuk angin, pusing, dan sejenis itu bukan yang parah seperti terjatuh, luka, atau sebagainya.
"Lo sama Ran?"
Salma mendongak, "Hah?" tanyanya karena tidak menangkap apa yang ingin Juni tanyakan.
"Lo kan nugas sama Ran," sahut Juni,
Salma mengangguk santai, "Ya gitu, biasa aja. Tegur sapa juga ngga," jawab Salma tidak perduli.
Ran sudah tidak masuk kedalam list hidup Salma, pria itu terlalu sering ikut campur dengannya, padahal menurut Salma, dia dan Ran tidak saling kenal secara resmi. Dan Ran bukan temannya. Satu kesimpulannya lagi, Juni menyukai Ran dan Salma akan sangat jaga jarak dengan pria itu.
"Mau tuker shift?" tanya Salma,
Juni menggeleng, "Rabu sama Kamis itu pelajaran matematika wajib, gue ga mungkin dispen cuman buat Ran," jawab Juni,
"Ran lah yang disuruh pindah, biar aku sama Ojan," jawab Salma, dia juga tidak nyaman jika terlalu dekat dengan Ran. Karena takut Juni merasa macam-macam dengannya, padahal Salma bahkan tidak pernah menyukai Ran dan tidak ingin menyukainya.
"Kamu ... cemburu?" tanya Salma,
Juni memasang wajah tertawanya, "Ngapain?" tanya nya,
"Takut aja," jawab Salma.
"Kalau Ran suka sama Lo, ya gue bisa apa Sal. Gue cuman bisa mundur," sahutnya,
"Itu namanya cemburu, lagian kalau emang dia suka aku, aku ga suka balik ke dia. Juni, maaf kalau bikin kamu ga nyaman," gumam Salma,
Juni hanya membalasnya dengan senyuman.
"Balik yu, udah aga siang. Gue harus jaga rumah biasanya,"
Salma hanya mengangguk saja dan keduanya pun kembali ke rumah masing-masing. Salma dengan supir pribadi nya, dan Juni dengan mobilnya sendiri.
***
"Non Salma, tadi ada yang nyariin, lelaki nyariin non Ama,"
Salma menutup pintu mobilnya, "Siapa, Pak?" tanya Salma,
"Siapa ya namanya tadi teh,"
Salma ikut berpikir, siapa? lagipula dia tidak memiliki janji temu dengan orang hari ini, apalagi itu laki-laki.
"Ran, namanya teh den Ran, atau Aran? Bapa lupa Non," ucapnya,
"Ran?" ulang Salma, supirnya itu mengangguk.
"Bilangnya mau apa, Pak?" tanya Salma,
"Katanya teh tadi, mau balikin handuk sama apa ya tadi teh, bapa lupa namanya,"
Salma mengingat-ingat apa ada yang dia titipkan pada pria itu?
"Ah, handuk sama jaket?"
"Nah, eta!"
Salma menganggukan kepalanya, mengingat sesuatu yang dia lupakan kemarin.