Sebenarnya Juni juga menawarkan kendaraannya karena itu akan lebih simple, rumah Juni tidak terlalu jauh dari sekolahan.
"Debit atau cash, kak?"
Salma menatap buku-buku yang hendak dia bayar, "Debit card," jawabnya, uang orangtuanya terlalu banyak di debit card milik Salma. Bukannya mau menyombongkan diri, dia bisa dibilang kurang kasih sayang tetapi kelebihan kekayaan. Itu simple nya.
"Terimakasih,"
Salma menyunggingkan senyumannya pada kasir yang bertugas.
"Dia ramah," gumam Salma,
Salma berbelok menuju tempat makan junk food, sekalian menunggu Juni yang sedang mencari buku yang dibutuhkan.
Sangat membosankan jika hanya menunggu dan diam saja, Salma memesan beberapa makanan dan kemudian dia melanjutkan kebosanan nya dengan membuka ponsel, dia lupa membalas pesan-pesan yang masuk ke dalam ponsel miliknya. Sebelum itu, Salma mengetikkan pesan kepada ayahnya, beliau mengirim pesan untuk mengecek apakah uang yang dikirimkan sudah masuk.
"Kelebihan kekayaan," gumam Salma,
"Lagipula uang yang kemarin kemarin bahkan belum tersentuh," sahut Salma kemudian,
Dia memang bukan tipikal anak yang boros, Salma akan membeli apa yang memang benar-benar dia butuhkan, bukan apa yang dia inginkan.
Setelah membalas pesan dari orang tuanya, pelayan datang membawakan makanan yang dia pesan, bersamaan dengan Juni yang masuk ke dlama restoran.
"Sudah?" tanya Salma,
Juni mengangguk dengan napas yang terengah-engah, "Cape," ucapnya,
Salma hanya menjawab dengan kekehan kecil, "Padahal itu dekat, tidak jauh," gumam Salma, dia menyodorkan minuman kesukaan Juni yang baru dia ketahui tadi. Juni menyukai semua varian rasa Oreo, dari minuman apapun.
"Thanks," ucap Juni,
Salma menjawabnya dengan anggukan.
"Ah, ini. Buku-buku kamu," Salma mengangkat paper bag berisikan buku yang Juni beli.
"Jadi berapa, total? Sama tadi, makan siang kita, biar gue yang bayar," ucapnya,
Salma menggelengkan kepala sembari menyeruput minumannya, "Gak perlu, next time aja," jawab Salma,
"Aku malas itung-itungan," sambungnya,
"Struknya, biar aku yang hitung," pinta Juni menginginkan struk pembelian.
Salma mengangkat kedua sudut bibirnya, "Udah aku buang," ucap Salma,
"Astaga Salma, ini banyak banget. Gak mungkin semuanya kamu yang bayar, nanti uang kamu abis," ucap Juni,
Salma dengan santainya menggeleng, "Kamu mau satu toko buku juga, kayaknya bisa aku beli deh," ucapnya dengan nada jenaka,
Dia kemudian menggeleng, "Gak kenapa-napa, Jun. Aku lagi ada rezeki lebih, Alhamdulillah, itung-itung tanda salam kenal aku," ucap Salma memakai bahasa yang sangat sopan dan ramah agar Juni tidak mengungkit nya lagi.
"Kebanyakan," sahut Juni tetap merasa tidak enak.
"Yasudah kalau begitu-"
"Mana struknya, ayo itung," Juni memotong ucapan Salma,
Salma hampir saja tertawa, "Kamu bayar makanan yang ini deh, biar kita sama,"
"Sal, ini gak ada apa-apanya sama buku-buku yang aku beli," ucap Juni,
Salam memejamkan matanya, "Aku males bahas pembayaran, next time jalan semuanya pake uang kamu kalau gitu," jawab Salma menawarkan barter,
Juni langsung mengiyakan meski dia merasa tidak enak dengan Salma, pasalnya dia membeli banyak sekali buku yang harganya bisa dibilang lumayan. Belum lagi makanan yang Juni makan, itu tidak murah. Dan sedari awal pergi bersama Salma, Juni belum mengeluarkan uang sepeser pun.
Biasanya jika dia mengajak jalan teman-temannya, dia yang hampir mengeluarkan semua uang jajannya, tetapi itu tidak seberapa dengan yang Salma keluarkan untuknya.
"Astaga, beneran gak apa-apa Juni. Gak usah ngasih tatapan tidak enak gitu, aku gak kenapa-napa. Aku gak langsung miskin kok abis ini," sahut Salma yang melihat wajah jenaka yang Juni buat.
"Dia lucu," gumam Salma untuk Juni.
***
"Beneran gak kenapa-napa, Sal?"
Salma memutar bola matanya, meski terkesan tidak sopan dan terasa bukan seperti dirinya, Salma hanya kesal mendengar pertanyaan berulang yang Juni keluarkan untuknya.
"Iya, gak kenapa-napa kok. Gak perlu nanya berkali-kali juga, aku denger itu kaya udah beribu-ribu kali," sahut Salma,
"Hiperbola ah, gak sampe beribu-ribu juha kali," tukas Juni,
Salma terkekeh, "So, aku pulang dulu. Makasih,"
"Aku yang seharusnya say thanks," ucap Juni,
Salma hanya menganggukkan kepalanya saja kemudian dia menutup jendela setelah sebelumnya melambaikan tangannya pada Juni. Dia akan kembali ke rumahnya yang sepi, meski sekarang sudah malam. Sedikit beruntung karena dia tidak harus berlama-lama mengalami hari yang membosankan, dia hanya perlu membersihkan diri dan kemudian pergi tidur.
***
"Besok ada pertemuan orang tua?"
Salma menghela napasnya, "Iya,"
"Ayah gak bisa datang, karena ayah harus datang ke sekolah Gibran,"
"Yasudah, bunda juga tidak bisa. Tidak usah ada yang datang, Salma gak kenapa-napa,"
Salma mematikan ponselnya sebelum telpon berakhir, dia hanya muak saja melihat kelakuan kedua orangtuanya.
Apa sesusah itu membagi waktu untuk anaknya, masing-masing saja. Persatu semester, untuk menghadiri setiap pertemuan orang tua di sekolah. Meski dia tidak pernah, ini kali pertama karena sebelumnya, Salma ikut program sekolah pribadi di rumah.
"Pusing," keluh Salma,
Dia muak jika harus menghadapi keluarganya, terkadang terlintas dipikiran Salma bahwa lebih menyenangkan ketika tidak memiliki orang tua. Setidaknya status yang dia miliki jelas, yatim-piatu. Tidak seperti ini, dia harus berpura-pura bahwa orangtuanya sibuk kerja padahal di kenyataan? Orang tua nya sibuk dengan keluarga mereka masing-masing. At least, banyak yang menyepelekan hal itu. Salma lebih suka menjadi yatim-piatu, itu yang ada dipikiran buruknya.
"Aku akan menggapai impianku, mencari pekerjaan, menikah, memiliki anak, menua bersama pasanganku, dan selesai," Salma sedang membayangkan skenario yang akan dia lakukan jika menjadi orang biasa.
Tetapi, saat dia menjadi anak dari kedua orangtuanya? Apa yang bisa Salma lakukan?
"Lahir, ditinggalkan, dibuat hancur, ingin hidup sendiri, selesai," gumam Salma, yang dia rasakan atau yang dia inginkan.
Ternyata alasan orangtuanya menyekolahkan Salma secara homeschooling adalah, karena mereka tidak mau bersusah payah dengan pertemuan wali murid, atau kegiatan di sekolah lainnya. Karena, jika homeschooling, guru yang akan menghampiri wali murid untuk menyerahkan evaluasi bulanan.
"Bayarannya pun berbeda," tukas Salma,
Salma merebahkan tubuhnya di kasur queen size berwarna pastel miliknya, dia lelah seharian ini menghabiskan waktu di luar. Tidak pernah sekalipun Salma menghabiskan waktu seharian di luar, karena dia tidak memiliki teman yang akan menemani dia. Jika pun, Salma pergi keluar seharian, dia akan pergi sendiri, karena berpikir itu membosankan. Jadi, Salma keluar, membeli apa yang dia butuhkan, dan kembali ke rumahnya lagi. Meskipun itu jauh lebih membosankan.
Kegiatannya tadi bersama Juni membuat Salma merasa bahwa dia sedikit mendapatkan hidupnya kembali, Juni membawa pengaruh positif untuknya meskioun first impression dia dengan Juni sangat tidak menyenangkan. Tetapi, Juni tetap saja menjadi orang paling berani yang mau berteman dengan Salma Greysia.