Semua terjadi karena sebuah alasan. Jika bukan untuk membuatmu merasa bersyukur, pasti untuk membuat belajar bersabar. Percayalah, tidak ada yang buruk pada apa yang ditetapkan Tuhan, karena semua itu ada balasannya.
---
"Tidak ada yang berlebihan dalam hal ini, Ghe. Asalkan kamu tahu, Akbar dan Suci bahkan lebih dari kamu. Nggak usah deh kita bahas Akbar, bahas Suci saja. Dia bahkan lebih dari yang segalanya, tidak hanya dia yang mendapatkan fasilitas serba waw di kantor ini. Tapi juga Mentari, dia kecipratan fasilitas mewah yang Firma berikan. Kamu menerimanya di hari kedua kamu bekerja, sedangkan Suci dia mendapatkannya saat ini baru saja teken kontrak di sini."
Malik sedikit memberi jeda atas apa yang baru saja dia katakan, bukan karena ada yang salah dengan dirinya, tapi karena dia ingin agar Ghea memahami apa yang sedang dia jelaskan.
"Jadi berhenti merasa spesial, karena kamu bukanlah martabak. Tidak ada yang berlebihan atas semua yang terjadi saat ini."
DEG!
Baru beberapa saat yang lalu Ghea merasa dibuat begitu spesial oleh sosok seorang Malik Bagaskara. Ternyata pada akhirnya dia diterbangkan untuk dijatuhkan secara membabi buta.
"Saya tidak suka dengan apa yang disebut penolakan, Ghea Laurensia." Malik memberikan penekanan di akhir kata yang diucapkan pada Ghea.
Sehingga Ghea merasa tidak punya pilihan lain selain menuruti apa yang menjadi keinginan sang atasan.
"Baik, Pak." Dengan tangan yang tremor akhirnya Ghea menerima apa yang diberikan oleh Malik padanya, tanpa bantahan sama sekali.
"Di ponsel itu sudah saya isi dengan nomor saya. Dan perlu ditekankan hanya nomor saya yang boleh ada di situ dan juga menghubungi kamu." Kulit tenggorokan milik Ghea tampak bergerak naik turun dengan sangat kasar, tentu saja hal itu tidaklah luput dari jangkauan kedua manik milik Malik. Tapi untuk saat ini dia memilih untuk bermain cantik saja. Dia tidak boleh lengah, jangan sampai tingkahnya itu justru membuat Ghea jengah padanya.
Sebenarnya dia ingin sekali keberatan, tapi dia sadar di Firma ini dia hanya remahan rempeyek, yang bukan menjadi favorit dari Malik. Ghea cukup sadar diri untuk itu.
"Kamu mengerti, Ghe?" tanya Malik yang mungkin, pertanyaan ini akan menjadi akhir perbincangan mereka. Atau mungkin saja masih ada deal-deal lain yang akan menyusul. Hanya Malik yang tahu akan hal tersebut.
Karena sejatinya kita tidak akan tahu apa yang sedang orang lain pikirkan, bahkan ketika orang itu sendiri yang menjelaskannya.
"Iya, Pak. Saya mengerti." Malik hanya memperlihatkan raut wajah datarnya saat mendengar apa yang dikatakan oleh Ghea barusan.
"Bagus, kalau begitu bisa kita ganti topik selanjutnya?" Sebelah alis milik Ghea tampak terangkat sebelah.
"Ganti topik?" gumam Ghea tapi hanya dalam hatinya saja, tidak dia implementasikan lewat kata-kata. Nyalinya belum cukup besar untuk mempertanyakan itu secara langsung.
"Maksudnya? tanya Ghea yang gagal memahami apa yang ada di pikiran lelaki di hadapannya saat ini. Malik terlalu rumit, untuk bisa Ghea sederhanakan.
"Kamu bersedia atau tidak?" Alih-alih menjawab apa yang menjadi pertanyaan Ghea, Malik justru balik bertanya dengan pertanyaan yang begitu ambigu untuk bisa dijawabnya dengan mudah.
Hanya iya atau tidak? Tapi sangat sulit untuk Ghea memberikan jawaban atas hal itu.
"Ghea, saya sangat benci jika harus mengulang apa yang menjadi pertanyaan saya untuk jangka waktu yang berulang." Ghea dibuat bungkam oleh apa yang dikatakan oleh Malik barusan.
"Terserah Bapak saja," jawab Ghea dengan nada suara yang terdengar sangat kikuk.
"Besok kamu datang awal hari untuk mempersiapkan semua yang saya butuhkan termasuk dengan sarapan saya." Mendengar apa yang dikatakan oleh Malik sontak saja membuat rahang bawah milik Ghea terbuka dengan sangat lebarnya. Dia tak ingin mempercayai apa yang dikatakan oleh Malik, tapi sayangnya untuk saat ini kedua indra pendengaran milik Ghea masihlah berfungsi dengan sangat baik.
Ghea sangat ingin untuk berkata tidak untuk kali ini, tapi sepertinya sudah terlambat untuk dia berubah pikiran saat ini. Itu bukanlah hal yang mudah untuk dia lakukan. Dia terlanjur terperangkap dalam pola permainan yang telah ditetapkan oleh Malik.
"Any question?" Dua kata yang terlontar dari mulut Malik benar-benar ingin membuat Ghea melontarkan sumpah serapah padanya. Tapi sayangnya itu hanya bisa dikatakan dalam hatinya. Nyali yang dimiliki oleh Ghea masih terlalu kecil, salah sedikit dia langsung mendapatkan sepak dari tempat ini.
"Tidak, kerjaan ini aku dapatkan dengan susah paya. Bukan hal yang tidak mudah untuk melobi Suci apalagi Akbar." Ghea membatin. Tapi akan seperti apa jadinya jika dia mengetahui kalau hanya menyebut namanya, dia langsung diterima kerja di Firma ini. Tanpa ada proses panjang yang mengiringinya?
Sayangnya itu masih menjadi rahasia para petinggi Firma ini. Iya, yang mengetahui hanyalah Malik Bagaskara, Suci Indah Lestari, dan juga Akbar Maulana Bagaskara.
"Tak usah berpikir soal gaji. Karena apa yang akan kamu lakukan ini bukanlah pekerjaan yang mudah, jadi dari gaji kamu saat ini saya akan dinaikkan dua kali lipat."
Rasa enggan mempercayai kini hinggap lagi di dalam diri Ghea saat dia mendengar apa yang dikatakan oleh Malik. Kenapa untuk saat ini Malik suka sekali untuk memberikan dia kejutan yang tak terkira. Diterima bekerja saja dia sudah sangat senang, apalagi jika harus mendapatkan gaji juga fasilitas yang serba waw itu. Ghe tidak tahu kali ini kebaikan yang mananya, yang sedang semesta balas.
Tapi terlepas dari itu semua dia sangat beruntung.