Marisa memandangi jalanan kota malam itu yang masih ramai melalui kaca jendela mobil Daniel. Sesekali dia melirik ke arah Daniel dan Selly yang duduk di depan. Mereka tampak diam tak bicara sepatah katapun satu sama lain. Entah kenapa dia bisa berakhir di dalam mobil Daniel saat itu. Padahal jam segini harusnya dia masih bekerja.
Beberapa saat yang lalu.
"Apa yang Pak Daniel lakukan di sini?" tanya Selly.
"Ehm Sell, kayaknya makan malam kita sampai disini aja," ucap Daniel kemudian.
"Ayo kita pulang, oh iya sebelumnya kita harus mengantar pulang dia dulu, gak apa-apa kan?" lanjut Daniel sambil melirik Marisa dengan ujung matanya.
"Aku??" tanya Marisa menunjuk ke arah mukanya sendiri. "Kenapa aku harus pulang dengan kalian? Aku harus lanjut kerja," lanjut Marisa, dia bersiap pergi dari sana.
"Emangnya kamu masih bisa kerja di sana setelah apa yang kamu lakukan tadi?" tanya Daniel, dia menghentikan langkah Marisa.
"Kalau aku sampai dipecat berarti ini semua salahmu. Siapa suruh menarikku keluar dari sana? Cepat kembalikan pekerjaanku!" protesnya.
"Gak perlu kembali ke sana, aku akan memberimu pekerjaan yang lain," kata Daniel.
"Apa??" tanya Marisa dan Selly hampir bersamaan.
Selly memandang Daniel tak percaya.
"Beri dia alamat perusahaan Sell," perintah Daniel dan diikuti oleh Selly yang mengeluarkan kartu perusahaan yang ada di dalam tasnya pada Marisa.
Marisa menerimanya dengan ragu.
"Tapi Pak, pekerjaan apa yang akan Pak Daniel berikan padanya?" tanya Selly seperti tidak terima begitu saja atasannya memperkerjakan seseorang dengan sembarangan. Yang Selly tahu, tidak mudah untuk bekerja di perusahaan Daniel. Dia harus melalui tes yang sulit dan saingan yang banyak.
"Nanti saya pikirkan, sekarang saya akan antar kalian pulang," ucap Daniel lalu meninggalkan Marisa dan Selly untuk berjalan menuju mobilnya.
Begitulah alasan kenapa Marisa berakhir di dalam mobil Daniel malam ini.
Marisa turun di depan rumahnya, dan setelah mobil Daniel pergi menjauh dia lalu masuk ke dalam rumah. Dia merebahkan tubuhnya di atas kasur. Mencoba mencerna apa yang sudah dilaluinya beberapa saat yang lalu.
Marisa mengeluarkan kartu dari tas nya. Memandanginya dalam waktu yang lama.
"Reeses Foods.. ini perusahaan besar. Apa aku terima aja tawarannya. Toh aku butuh uang," gumam Marisa.
***
Setelah bergulat dengan hati dan pikirannya, akhirnya Marisa memutuskan untuk datang ke perusahaan milik Daniel. Dia memilih tidak tahu malu dengan kerja melalui koneksi karena bagaimanapun juga dia butuh uang untuk melanjutkan hidupnya yang berantakan.
Marisa membuka lemari bajunya, menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bagaimana bisa hanya ada setumpuk kaos di dalam lemari bajunya? Untung saja kedua matanya dengan cepat menangkap bayangan kemeja warna putih di ujung, menyempil di antara kaosnya.
"Yah, apa boleh buat cuma ini yang aku punya," gumam Marisa setelah memakai kemeja dan celana hitam miliknya.
Kini Marisa tengah menunggu bus di sebuah halte, tangannya yang membawa sebuah amplop berwarna cokelat sesekali ia kibaskan ke arah mukanya karena cuaca yang sudah mulai panas. Saat dia mengeluarkan ponsel dari sakunya untuk melihat jam, tiba-tiba ada sebuah tangan dari belakang yang dengan cepat merampas ponsel miliknya.
"Copet!!!" teriak Marisa sekuat tenaga. Dia lantas berlari sekencang-kencangnya untuk mengejarnya. Napasnya semakin berat dan jarak di antara mereka semakin jauh.
Marisa hampir putus asa, apa sekarang dia juga harus merelakan ponsel harta satu-satunya miliknya.
Langkah Marisa berhenti saat dari kejauhan dia melihat pencuri itu sudah dihajar oleh seseorang.
"Ini milikmu kan, " ucap seorang pria. Dia mengulurkan tangannya untuk menyerahkan ponsel milik Marisa.
"Te..terima kasih, " kata Marisa. Tangannya menerima benda itu, tapi matanya tidak bisa berpaling dari pria tersebut.
"Maaf, pencurinya berhasil kabur. Yang penting ponselmu udah kembali kan?" ucap pria itu dan tersenyum pada Marisa.
"Oh my God, kenapa ini jantungku tiba-tiba berdegup kenceng banget," kata Marisa dalam hati.
"Hei??" ucap pria itu seraya melambaikan tangannya di depan muka Marisa karena dia tak juga merespon kalimatnya
"Eh, oh iya. Gak apa-apa," jawab Marisa gugup dan tersadar dari lamunannya.
"Lain kali hati-hati ya, " kata pria itu.
"Ah iya aku emang agak ceroboh, tapi terima kasih sekali lagi. Aku gak tahu gimana jadinya kalau ponselku benar-benar hilang," kata Marisa terdengar putus asa.
"Ehm, kamu mau ke mana? Kayaknya aku masih ada waktu buat mengantarmu asal tujuanmu gak terlalu jauh sih, " kata pria itu sambil tersenyum lagi membuat Marisa benar-benar gila. Baru kemarin dia bersumpah pada dirinya sendiri kalau tidak akan jatuh hati lagi pada lelaki, sekarang sepertinya dia harus menelan ludahnya sendiri.
"Reeses Foods," jawab Marisa. Lalu pria itu tersenyum mendengar jawaban darinya.
"Ayo sebelah sini," ucap pria itu mengajak Marisa menuju mobilnya yang terparkir tidak jauh dari tempat mereka.
Pria itu membukakan pintu mobilnya untuk Marisa. Baru kali ini ia diperlakukan seperti ini oleh seorang pria.
"Apa gak merepotkan?" tanya Marisa. Dia ragu untuk masuk ke dalam mobil.
"Gak, santai aja. Aku gak akan menculikmu," ucap pria itu lalu terkekeh.
Akhirnya Marisa memutuskan untuk masuk ke dalam mobil orang yang tidak ia ketahui namanya itu.
"Apa kamu ada wawancara hari ini?" tanya pria itu memecah kesunyian di antara mereka. Dia melirik amplop cokelat yang ada di pangkuan Marisa.
"Oh ini iya, " jawab Marisa yang sebenarnya ragu, apa dia akan wawancara kerja atau tidak. Dia hanya bersiap-siap layaknya orang yang ingin melamar pekerjaan.
"Udah sampai," ucap pria itu lalu menghentikan mobilnya tepat di depan lobby perusahaan Reeses Foods.
"Terima kasih," kata Marisa lalu turun dari mobil.
"Semoga berhasil," kata pria itu dari dalam mobil sebelum akhirnya mobilnya melaju meninggalkan Marisa.
"Yah, cepat datang dan cepat pergi," gumam Marisa menatap kepergian pria itu. Marisa menikmati perlakuan manis dan ramah dari seorang pria yang tidak dia ketahui namanya. Apa ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama? Marisa tidak berharap lebih karena mustahil mereka akan bertemu kembali.
***
Marisa menunggu di ruang tunggu lobby sampai akhirnya resepsionis memanggilnya dan mengantarnya menuju ke sebuah ruangan. Sepertinya ruangan itu milik Daniel karena Marisa melihat bayangan Daniel dari jendela kaca yang ia lewati, sebelum akhirnya resepsionis itu berhenti di depan meja Selly yang tepat berada di depan ruangan Daniel.
"Sell, tolong antar masuk ke ruangan Pak Daniele ya," ucap resepsionis itu lalu berlalu meninggalkan mereka berdua.
Selly memandangi Marisa dari ujung rambut hingga ujung sepatu, membuat Marisa merasa risih karena pandangan mengintimidasi nya.
"Ikuti aku," kata Selly lalu berlenggang menuju ruangan Daniel. Marisa mengakui kemodisan Selly membuatnya sedikit minder.
TOK TOK TOK.
"Masuk," kata Daniel dari dalam ruangan.
"Ini Pak, tamu yang Anda tunggu," ucap Selly saat sudah berdiri di depan meja Daniel.
Daniel hampir saja terjatuh dari kursinya mendapati penampilan Marisa yang terlalu apa adanya. Bahkan riasannya sudah hilang entah kemana saat dia mencoba mengejar pencuri ponselnya.
"Hei, apa-apan dengan penampilanmu itu?" tanya Daniel membuat Marisa geram.
"Emangnya kenapa dengan penampilanku?" jawab Marisa sewot.
"Jaga mulutmu, ingat dengan siapa kamu sedang berbicara," kata Selly menoleh pada Marisa.
"Maafkan saya," ucap Marisa setengah hati.
Daniel melambaikan tangannya meminta amplop cokelat yang Marisa bawa. Setelah melihat sekilas lalu ia tumpuk amplop itu di tumpukan berkas yang ada di mejanya.
"Oke, mulai hari ini kamu jadi sekretaris keduaku, alias asistennya Selly. Bantu semua pekerjaan Selly," ucap Daniel.
"Heh??" kata Selly dan Marisa bersamaan karena mereka sama-sama terkejut.
"Pak Daniel sedang bercanda kan? Saya gak perlu asisten Pak. Saya bisa menangani semua sendiri," protes Selly.
"Saya tahu Selly. Kamu bisa menangani semua sendiri, tapi bukankah lebih baik kalau ada yang membantumu? Pekerjaanmu jadi lebih cepat dan kamu gak akan terlalu lelah," kata Daniel menjelaskan pada Selly.
Selly menatap Marisa tak percaya, sedangkan Marisa langsung mengalihkan pandangannya
karena tatapan Selly terlalu menyeramkan saat itu.
"Sekarang kembali bekerja, oh iya sebelumnya kamu bawa dia ke toko baju dan ubah penampilannya," perintah Daniel lalu dia fokus lagi pada monitor komputernya.
Selly tidak ada pilihan lain selain menuruti perintah Daniel. Dalam hatinya dipenuhi tanda tanya kenapa wanita ini sepertinya begitu spesial bagi Daniel? Sebenarnya apa hubungan mereka?
Selly berjalan cepat untuk membawa Marisa ke toko baju seperti yang diperintahkan Daniel.
Marisa hanya mengekor di belakang Selly menatap sepatunya yang berjalan sangat cepat tapi tetap meninggalkan kesan elegan padanya. Marisa hampir saja menabraknya karena tiba-tiba Selly berhenti dan tampak memberi hormat pada seseorang yang lewat.
Mata Marisa menelusuri sosok itu saat melewatinya dari sepatu hingga ke wajah. Tiba-tiba jantungnya berdegup kencang lagi Jarinya menujuk ke arah orang itu, mulutnya terbengong melihat pemandangan pria yang menyelamatkan ponselnya pagi tadi masuk ke dalam ruangan Daniel.
"Apa yang kamu tunggu? Cepat, kita gak ada waktu." Ucapan Selly mengembalikan kesadarannya. Dengan bergegas Marisa menyusul Selly yang sudah berjarak jauh darinya. Sudut bibirnya terangkat.
"Apa ini yang namanya takdir?" ucap Marisa dalam hati.