"Beri aku kesempatan untuk menebus kesalahanku padamu."
Sungguh tidak disangka bila Saka bisa mengeluarkan kata-kata selembut itu padanya. Selama ini, Citra hanya mendapatkan perlakuan dingin dan ketus setiap kali Saka bicara padanya. Apa lagi mengingat kemarin saat Saka memarahinya di Rumah Sakit, membuat hati Citra bertambah berdenyut nyeri.
"Kamu tidak perlu mengasihaniku, Kak. Aku sudah ikhlas dengan keadaan ini. Jadi tolong, hapus semua keinginanmu itu. Percayalah, meskipun aku cacat seumur hidup, aku berjanji tidak akan mengganggumu. Aku tidak akan membuat matamu ternoda karena kehadiranku. Jadi Kakak tidak perlu susah payah bertanggung jawab atas hidupku. Ini pilihanku, aku mohon Kakak bisa menghargai itu." Citra melepaskan cekalan tangan Saka kasar, kembali dia menarik rodanya agar menjauh dari Saka.
Tapi lagi-lagi, Saka memegang pegangan kursi tangan di kursi roda Citra. "Apa kamu tidak kasihan dengan Nenek? Beliau begitu berharap agar kamu bisa segera menikah dengan orang yang bertanggung jawab dan mau menerima keadaanmu apa adanya. Dan kamu tahu pasti, kandidat paling tepat hanya aku. Aku akan merawatmu hingga kamu sembuh total." Pantang menyerah, Saka mencoba meyakinkan gadis itu.
Semalaman Saka memikirkan perkataan Taksa juga dua sahabatnya yang lain mengenai pertanggung jawaban yang mungkin bisa dia pilih. Dan pilihan itu jatuh dengan menikahi Citra. Saka akan membantu dan membiayai pengobatan Citra sampai gadis itu dinyatakan sembuh tital dan kembali berjalan normal. Untuk urusan setelahnya, dia akan pikirkan sambil berjalan.
"Aku bisa meyakinkan Nenek bila aku akan baik-baik saja tanpa menikah." Citra menyahuti ucapan Saka dengan ketus. Dia sudah kehilangan kesabaran. Baginya pernikahan bukan main-main, bukan pula ajang pertanggung jawaban semata. Baginya pernikahan adalah hal sacral yang harus terjadi sekali sseumur hidup. Bila Saka berkeinginan menikahinya hanya karena merasa bersalah dan ingin menebus semua itu, maka lebih baik tidak sekalian. Dia tidak ingin menjadi beban orang lain lagi. Cukup hanya sang Nenek saja yang dia repotkan, dia tidak ingin bergantung pada orang lain apa lagi jelas jika orang itu tidak menyukainya.
Dan tawaran yang diberikan oleh lelaki dibelakangnya itu bukanlah solusi yang tepat baginya. Dan mengenai Nenek Sena, Citra yakin bisa membujuk sang Nenek untuk menghapus impian pernikahan cucu satu-satunya itu.
Tak ingin membahas pokok percakapannya dengan Saka lagi, Citra menepis keras cekalan Saka dan berlalu meninggalkan Saka. Pria keras kepala itu pun tak mau kalah, dia menyusul Citra kembali ke ruang tamu.
"Bagaimana kesepakatan kalian?" Tanya Taksa saat Saka dan Citra sudah tenang duduk kembali dalam ruang tamu.
"Aku tidak mau menikah dengan, Kak Saka. Aku bisa merawat diriku sendiri," tegas Citra seolah tak ingin dibantah.
Bukan Saka namanya kalau dia tidak menang dalam adu argument. "Jangan keras kepala Citra, kamu harus memikirkan kebahagiaan Nenek. Kamu suka merepotkan orang tua renta yang harusnya kamu rawat malah masih kamu sibukkan dengan merawatmu? Aku sangat yakin, apa yang menjadi kebahagiaan Nenek hanya satu, melihat kamu bahagia dan menikah. Bukan, begitu Nek?" meskipun kata-kata Saka terdengar ketus, namun nada suaranya dibuat sehalus mungkin karena ada orang tua diantara mereka.
Ada benarnya juga sama ucapan Saka, apa benar dengan dirinya menikah, Nenek bisa bahagia dan mungkin mengurangi beban hidup Nenek kesayangannya? Dasar bodoh kamu Citra, jelas saja iya untuk jawaban yang tidak perlu di perjelas lagi. Selama ini Nenek Sena sudah terlampau berat mencukupi kebutuhan mereka berdua. Berarti selama ini, Citra hanya akan menjadi benalu bagi hidup orang lain.
"Kenapa kamu menolak nduk? Niat nak Saka kan baik, pamali bagi wanita menolak jodohnya dan pilih-pilih jodoh. Akan lebih baik jika kamu menerimanya, Nenek akan senang karena kamu sudah ada yang siap menjagamu siang dan malam. Percayalah pada Nenek, nduk!" Nenek Sena berusaha meyakinkan Citra agar mau menerima pinangan dari Saka. Apalagi nenek Sena tahu pasti perasaan Citra kepada Saka.
Nenek Sena berpikir, mungkin Saka suda mulai membuka hati untuk sang cucu. Dengan mengetahui kebenaran tentang kondisi Citra, sang Nenek pun yakin bahwa Saka bisa berubah dan membuka hati pada gadis malang itu. Nenek Sena yakin, dibawah identitas menjadi nyonya Saka Raiden Toru, Citra akan lebih dihormati dan dihargai oleh orang-orang yang memandang rendah cucunya. Bagi sang Nenek, Saka adalah kandidat yang tepat untuk menjadi suami Citra.
"Citra butuh waktu, Nek. Beri Citra waktu untuk memikirkannya." Banyak sekali beban pikiran yang berputar di kepala Citra. Dia butuh waktu sendiri untuk mempertimbangkan semuanya.
Citra menutup pintu kamarnya rapat, dia meninggalkan semua orang dengan segala prasangka dan terka di pikiran mereka masing-masing. Sepertinya dia harus shalat istikharoh lebih dulu, meskipun dia bukan umat yang pandai agama, namun Citra masih sedikit banyak tahu tentang ilmu shalat dan jenisnya. Dia harus memantapkan hati untuk menerima pinangan dari Saka.
Akankah dirinya nanti mampu menjadi sosok istri ideal bagi Saka? Dengan keadaan dirinya yang tidak memungkinkan bisa menjadi istri sepenuhnya, dia jelas ragu menerima lamaran dari orang yang sejak dulu sudah menempati relung hatinya. Namun melihat sebuah harapan besar dimata sang Nenek, ada denyut nyeri ketika membayangkan dirinya akan mengecewakan orang yang selama ini selalu ada di sampingnya dalam situasi apapun. Benar yang dikatakan Saka, dia tidak seharusnya menjadi beban orang tua yang sudah seharusnya kita rawat, bukan malah sebaliknya.
Dengan tangan satu, Citra mendorong kursi roda mendekati ranjang kecil yang hanya muat untuk satu orang. Karena tangan satunya masih tergip, Citra kesusahan untuk berdiri dan berpindah ke kasur. Tidak ingin menyerah, Citra masih saja berusaha agar jangan sampai merepotkan orang lain. "Bissmillah." Satu tarikan nafas, Citra kembali mencoba mengangkat tubuhnya dari kursi roda tak jauh berada di sisi ranjang.
Bukannya berhasil, Citra malah jatuh tersungkur dengan tubuh menindih tangan yang terluka. Kursi rodanya pun terdorong ke belakang hingga menabrak lemari, al hasil menimbulkan suara gaduh di dalam kamarnya.
Semua orang yang masih belum beranjak dari ruang tamu, segera berlari menuju kamar Citra guna melihat Citra di dalam. Saat pintu terbuka, betapa kagetnya semua orang menatap Citra yang sudah tersungkur ke lantai dan meringis menahan sakit. "Apa yang kamu lakukan?" pekik Saka melajukan langkah lebar mendatangi Citra.
Pria itu langsung mengangkat tubuh Citra dan menggendongnya ala bridal style. Tatapan mata keduanya pun saling mengunci beberapa saat sebelum Saka menurunkan tubuh lemah gadis dalam gendongannya ke tempat tidur. Tidak bisa disembunyikan semua orang yang menyaksikan adegan romantis keduanya pun tersenyum, meski di wajah Nenek Sena masih terlihat khawatir.