VIAN: Ganti Baju!
Hari berlalu setelah hari itu. Tepat setelah aku dan Niar baru saja pulang dari berjaga pagi. Masih melekat di badan ku dan Niar seragam dinas berwarna putih ini. Juga baru saja aku membuka kunci rumah menginjakkan kaki di dalam rumah ini. Lalu hendak aku menutup pintu. Saat itu ku lihat dua mobil berhenti di depan rumah kami.
"Siapa, dokter?" Tanya Niar.
Belum aku menjawab. Terus saja ku perhatikan beberapa manusia yang mulai muncul dari kedua mobil itu. Dengan wajah lugu dan polos mereka semua. Menyapa kami dengan bahagianya.
"Ayah dan ibu..." Jawab ku.
Juga semua anggota keluarga kami. Adik ku yang menyebalkan, Vina. Kakak ipar ku dan ketiga anaknya. Juga suaminya. Mereka semua, entah mengapa tiba-tiba datang ke rumah kami. Membawa banyak sekali kudapan. Hingga terasa begitu penuh dan sesak sekali rumah ini.
"Aku mau duduk di sini!" Gerutu keponakan ku.
"Tidak mau!" Jawab kakaknya.
"Kakak aku pinjam laptop mu!" Sela Vina.
"Kalian berdua jangan buat berisik donk!" Timbal ibu mertua ku pada dua bocah yang berebut tadi.
"Gasgdduzsghzgdfyedbshg" Saut bayi kecil dalam pangkuan ayah mertua ku.
"Ayo yang sopan! Sita! Risma!" Saut ayah kedua bocah ini.
"TIDAK MAU!" Jawab kedua bocah seraya berlari mengitari seisi rumah.
"Hey!" Tegur ibunya.
"Heeee kamu lucu sekali sihh bayi.... Kapan aku punya satu yang seperti ini... Hiiiiiii" Ucap ayah ku tiba-tiba pada bayi kecil itu.
"Sebentar lagi juga punya... Ahahaha" Saut ayah mertua ku.
"Sambalnya di pisah saja ya! Taruh di piring yang berbeda" Ucap ibu ku yang tengah sibuk bersama ibu mertua ku.
"Iya nanti biar di ambil sendiri... Langsung di letakkan di meja tengah atau di sini" Tambah ibu mertua ku.
"Di sini saja dulu" Jawab ibu ku lagi.
Sementara aku dan Niar. Hanya diam terpaku memperhatikan kebisingan dan tingkah pola semua anggota keluarga kami ini. Yang seolah kini mereka mengambil alih rumah kami. Tiap sudut. Tiap ruangan.
"Kenapa kalian diam saja! Ayo ikut bergabung" Tegur ibu ku pada ku dan Niar.
Jujur, aku dan Niar sebenarnya sangat, sangat, sangat lelah. Belum juga sempat kami melepas baju dinas yang menempel ini. Lalu detik itu juga kami harus menyambut dan menjadi tuan rumah bagi keluarga kami sendiri.
"Saya lelah, Dokter" Bisik Niar lirih sekali di telinga kanan ku.
"Aku pun" Jawab ku lirih pula.
Jadilah kami berdua memasang wajah terpaksa. Senyum terpaksa. Juga menyambut mereka dengan terpaksa.
Sebarnya bukan aku dan Niar tidak senang mereka datang. Hanya saja, aku dan Niar merasa mereka datang di waktu yang kurang tepat. Kenapa tidak nanti saja? Atau, jika memang ingin berkumpul keluarga seperti ini, biar aku dan Niar yang datang ke rumah mereka dan menyiapkan segalanya. Kalau seperti ini, jadi sungkan aku.
"Vina mana sih? Vina! Vina! Aaaa kamu ini selalu saja bermain laptop. Ini sedang berkumpul semua ayo bergabung! Vina!"
"Iyaaaaa" Jawab adik ku itu sembari berteriak dari dalam kamar yang dulu pernah ia tempati.
"Ayo kalian berdua juga ikut bergabung! Sini! Sini!" Tambah ibu Niar.
Kami mengangguk.
Sungguh ramai sekali rumah kami ini. Sedikit pun aku dan Niar tak bisa berkata-kata atau mencoba menjawab ketika ayah dan ibu atau lainnya yang hendak mengajak berbicara. Juga tak dapat kami mendengar jelas suara mereka sebenarnya. Oleh karena berbarengan dengan dua keponakan kami yang tadi belum juga berhenti bermain dan berlari menyusuri tiap sudut rumah ini. Ditambah, semua serasa saut menyaut dan ingin mendahului untuk berbicara. Hingga kedua telinga ku dan Niar terasa penuh.
Sejenak aku dan Niar hanya saling memandang. Untuk kemudian memasrahkan lagi kedua telinga ini mendengar semua ocehan mereka. Sembari menahan lelah dan payah. Bersandar di sofa besar ini. Mencoba menikmati juga bersabar.
Belum lagi, Vina. Adik ku yang suka mencari-cari kesalahan. Sebab tiba-tiba saja dia.
"Kakak lemas sekali sih! Yang semangat donk kedatangan keluarga!" Katanya membuat semua akhirnya memperhatikan aku dan Niar.
"Heh! Vina! Kamu ini tidak mengerti! Wajar saja jika kedua kakak mu ini lemas" Sela ibu ku.
"Hah? Memang kenapa?" Saut Vina yang tak mengerti maksud perkataan ibu.
"Nanti kamu juga akan tahu, Vina! Tapi memang wajar sih jika kedua adik ku ini lemas, apa lagi sudah ditambah langsung berjaga pagi. Haduh! Makin lemas pasti! Ahahahaha" Timpa kak Nana menggoda kami berdua.
Yang kemudian juga di ikuti oleh tawa keempat orang tua kami.
Sungguh, tawa mereka makin memekikkan telinga rasanya. Makin membuat lelah dan perlahan mulai kesal. Oleh karena tiap perkataan mereka yang menggoda kami.
"Hey! Vian! Belajarlah pada kak Fito. Bagaimana tips dan triknya. Ya! Lihat! Lihat Fito dan Nana sudah menghasilkan tiga! Ahahaha" Ucap ayah mertua ku tiba-tiba.
Baiklah! Jujur! Aku mulai sedikit geram. Dengan lawakan macam seperti. Yang nampaknya juga di rasakan oleh Niar.
Terlipatlah wajahnya itu menahan emosi yang bertumpuk di dadanya. Sekali ia memandang ku. Menunjukkan muka masa dan kesalnya oleh godaan keluarga kami ini. Namun lekas ia kembali melihat mereka semua. Sembari lagi menahan emosinya.
"Mereka bicara apa sih?" Bisik Niar pada ku seraya mendekatkan wajahnya.
"Aku pun. Tapi tahan saja. Dengarkan! Nanti juga lelah sendiri" Jawab ku pula sembari aku mendekatkan diriku padanya.
Lalu tiba-tiba...
"Aduh... Kemarin masih malu-malu. Sekarang sudah tidak sabaran ya... Ahahaha" Saut ibu ku.
"Masih ada kami lho. Tahan dulu" Tambah ayah ku.
"Apa sih?" Sela Vina bertanya yang Tidak mengerti.
"Ada anak kecil lho! Ada perawan juga di sini. Sabar dulu ya!"
Aduh... Apa sih!
Terus saja merela menggoda ku dan Niar. Seperti tiada habis dan usainya. Seolah pula menggoda kami adalah yang menyenangkan. Dan dapat mereka jadikan hiburan.
Saat itulah lagi aku dan Niar saling memandang. Lalu kedua bola mata kami seperti berbicara satu sama lain. Mengatakan dan berkeinginan hal yang sama.
Hanya aku mengangguk kecil. Memberi isyarat bahwa aku setuju dengan apapun yang ada di kepalanya.
Kami hela bapas panjang. Kemudian bangkit kami dari sofa ini. Berbalik badan dan hendak sejenak menghindar. Berjalanlah kami bersamaan menuju kamar kami.
Namun saat itu juga. Langkah kami harus terhenti sebab ayah ku memanggil.
"Heh! Heh! Heh! Mau kemana? Kenapa pergi bersamaan? Ini kami masih belum pulang lho" Tegur ayah ku.
Tepat ketika aku dan Niar berada di daun pintu kamar kami. Lagi kami berbalik badan namun tetap berdiri tenang di tempat ini. Lalu bersamaan dengan kerasnya pula kami menjawab pertanyaan mereka. Hingga membuat keadaan semakin gaduh dan semakin ramai oleh gelak tawa mereka.
"GANTI BAJU!"
"Ahahahaha"