Chapter 24 - APA? KENAPA?

Bibirnya yang begitu lembut, perlahan menyelimuti bibir wanita yang saat itu masih dalam posisi kebingungan dengan matanya yang membulat sempurna.

Terkejut, berdebar, khawatir, marah, kesal, semuanya bercampur di dalam hati wanita itu.

"Fe-"

Cup!

"Feng-"

Pria itu memutar kepala Annchi searah dengan dengan kepalanya, ciuman pria itu tiba-tiba saja semakin ganas dan semakin berhasrat.

"Astaga, gila! Ada apa dengan pria ini? Apakah dia ... Oh no! Apakah dia ingin? Di sini? Kenapa-" pikiran annchi pun terjeda, saat dia merasakan tangan pria itu mulai berusaha melepaskan kancing kemeja yang sedang Annchi kenakan itu, dari bagian atas.

"STOOOOOOPPPP!"

Sekarang gantian mata dari pria yang ada di depannya itu yang terbelalak, saat Annchi mendorong tubuhnya secara tiba-tiba, menjauh darinya.

Dengan tatapan bertanya-tanya, Fengying menatap Annchi.

"Stop! Apa kau sudah gila? Huh, huh, huh, gilaaa, aku sudah tak sanggup lagi. Kalau begini terus, aku bisa lari saja!"

Mendengar kata lari, tiba-tiba saja Fengying langsung mencengkram bahu Annchi dan Manarik wanita itu ke arahnya dengan kasar.

"Kau, kau tak akan pernah bisa lari dariku! Kau ... Kau ..."

Bruk!

Pria itu pun pingsan secara tiba-tiba, hal itu langsung membuat Annchi panik.

"Oh astaga, kenapa ini? Hey, bangun, Tuan muda!" Dia mengguncangkan tubuh pria yang ada di hadapannya itu sekencang mungkin, berharap dia akan segera bangun. "Hey, Tuan? Fengyiiing!"

***

RUMAH SAKIT.

Bai Jiming benar-benar dibuat takut saat itu. Dia tak bisa mengambil cutinya sama sekali, karena Tuan muda sekaligus sahabatnya yang selalu saja berbuat ulah.

"Baik, Dok. Saya mengerti. Saya akan selalu perhatikan semua jenis obat yang masuk ke dalam mulutnya." Pria itu kemudian menatap tajam ke arah sahabatnya yang belum sadarkan diri di atas kasur itu.

Sementara itu, Annchi masih ada di sampingnya. Karena khawatir, wanita itu juga ikut ke rumah sakit, saat Jiming datang dan membawa Tuan muda paranoid itu ke rumah sakit.

"Baiklah kalau begitu. Saya permisi dulu," ucap Dokter itu, yang kemudian pergi meninggalkan ruangan yang sedang mereka tempati.

Jiming pun membungkuk, membalas hormatnya juga saat itu. Tak lama kemudian, pria itu pun melihat ke arah Annchi dan juga sahabatnya yang masih tertidur akibat bius itu.

Tap. Tap. Tap.

Bai Jiming-Sekretaris utama Fengying, selama ini selalu mengurus semua masalah konsultasi dan juga obat yang harus diminum sahabatnya.

Dia tak pernah melihat Fengying dalam kondisi yang parah seperti itu, selain saat malam dimana Ayahnya mengatakan padanya, bahwa dia itu adalah anak haram, yang selama ini dia rawat tanpa rasa kasih sayang dan cinta seorang Ayah sama sekali.

Malam itu adalah malam yang membuat dia seakan menjadi orang gila. Dan itu juga yang sudah mengawali tingkah playboy kelas kakapnya.

Jiming pun mendekati Annchi, kemudian menunduk di depannya. "Maafkan saya Sekretaris Bai, saya tak pernah melihat Tuan muda memperlakukan salah satu dari Sekretarisnya seperti itu. Saya harap, Sekretaris Bai, tak menyimpan dendam terhadap Tuan Ji." Dia pun kembali menunduk.

Ancchi sangat malu, dengan perlakuan hormat dari Sekretaris utama Fengying kepadanya. Wanita itu kemudian bangkit dari kursinya, kemudian menundukkan kepalanya juga sembari membalas hormat Sekretaris Bai kepadanya. "Oh, ti-tidak. Saya sama sekali tidak apa-apa. Lagipula kalau mau dibilang, saya ini adalah salah satu dari Sekretaris Tuan Ji. Mungkin saja, saya sudah melakukan sebuah kesalahan yang tidak bisa dimaafkan oleh Tuan ji, makanya Tuan Ji seperti itu." Wanita itu kemudian merenung. "Oh, ya. Apakah saya boleh mengajukan pertanyaan kepada Sekretaris Bai? Hehehe, saya juga sangat canggung memanggil Sekretaris Bai, karena marga kita sama. Heheh," tawanya.

Sekretaris Bai pun tersenyum. "Oh, iya. Benar juga apa yang sudah Sekretaris Bai katakan. Hahaha, jadi, apakah kita akan berbicara dengan memanggil nama saja?" tanyanya, memberikan saran.

Annchi pun mengangguk. "Ya, saya rasa itu yang terbaik. Agar panggilan kita tak tertalu membuat kita susah ketika kita sedang berbicara," balas Annchi.

"Hehehe, baiklah. Oh ya, tadi, apakah yang mau Sekretaris Annchi katakan? Pertanyaan apa?"

"Oh iya, saya juga jadi lupa, kan. Hehehe, begini. Saya ingin menanyakan sesuatu mengenai Tuan Ji." Wanita itu kemudian menarik napasnya dalam-dalam, dia sangat gugup ketika dia ingin mengeluarkan pertanyaan yang sudah dia simpan sejak pertama kali dia melihat Fengying meminum obat depresi.

Bai Jiming menatapnya, dengan tatapan menyelidik dan dengan senyuman tipis. "Katakan saja!"

"Begini ..." Dia masih ragu-ragu. "Sa-saya mau mengetahui apakah Tuan Ji itu ..." Dia pun mendekat pada Jiming, sambil berbisik-bisik. "Kenapa dia harus minum obat depresi?"

Brak!

"Apa yang-"

Seketika, mereka berdua pun terperanjat ketika mendengar vas bunga dari kayu yang seharusnya ada di atas meja itu, tergeletak di lantai.

Sudah duduk di atas kasur itu, seorang pria tampan yang seharusnya masih pingsan karena obat bius itu, dengan wajah kesalnya.

"Fe-Fe-Fe-" Annchi pun tergagap, dia mengira bahwa pria itu mendengarkan apa yang dia katakan pada Sekretaris Bai di depannya itu.

Dengan lagak sombong, Fengying pun melipat tangannya. Dia menatap tajam pada sahabatnya sendiri yang sama sekali tak terlihat takut padanya.

"Ada apa dengan kalian berdua? Kenapa kalian berdua berbisik-bisik seperti itu?" Pria itu mengerutkan dahinya. Dia kembali menatap pada Annchi sambil menyeringai. "A-apakah ... Kriteria pria yang kau sukai itu seperti Bai Jiming? Cih, luar biasa." Dia mendecak, sambil membuang wajahnya ke samping.

"Apa? Kriteria pria?" Annchi yang sangat kesal dengan apa yang dia katakan itu langsung menarik tangan Jiming dan tersenyum. "Kalau memang benar, memangnya kenapa? Apakah kau cemburu? Hah? Pfft." Annchi memelototkan matanya pada Fengying.

Pria itu memang sangat senang berbicara sembarangan, dan hal itu sangat dibenci oleh Annchi.

"A-apa?" Fengying balik melotot dengan nada tinggi. "K-kau ... Aissh, aku benar-benar tidak percaya dengan apa yang sudah kau lakukan, Jiming!" Dia pun menatap tajam pada sahabatnya, kemudian menurunkan pandangannya pada tangan Jiming yang sedang digandeng Annchi tanpa rasa bersalah.

"Ka-kau. Keluar!" Dia berteriak, sambil menutup matanya.

"Apa? Oke, FINE! Tanpa disuruh pun, aku memang mau keluar! Bye!" Wanita itu pun keluar sambil menggerutu.

"Apa itu?"

Tak lama kemudian, dia pun kembali lagi, dan berlari ke arah meja yang berada tepat di sisi Fengying. "Apa? Aku cuma mau ambil tas!" Dia menunjukkan tasnya pada Fengying, kemudian berbalik. "Bye!" Itu merupakan kata terakhir yang dia ucapkan, sebelum dia benar-benar pergi dan meninggalkan tempat itu dengan kesal.

Sementara Fengying, dia benar-benar tak percaya dengan apa yang baru saja dia lihat.

Perlakuan dingin dari wanita yang ada di hadapannya itu, benar-benar membuat tensinya naik tinggi.

"Luar biasa!"