Di dalam kamar Naura berjalan hilir mudik tak tentu arah. Dia merasa gelisah dan agak bingung bagaimana cara agar dia bisa menolak keinginan orang tuanya atau minimal mengulur waktu. Naura paham bahwa Hans memiliki kualifikasi yang sulit ditolak sebagai pendamping hidup dan sangat menantu-able. Tapi sampai dengan saat ini Naura masih tetap pada keputusannya untuk tidak menikah.
Dari dalam kamar dia bisa mendengar dengan jelas papa dan mamanya sedang menggali diri Hans lebih dalam. Dan yang di gali menjawab dengan antusias semua pertanyaan yang ditujukan padanya. Dan dengan gamblang mengatakan bahwa dia ingin lebih mengenal Naura. Tentu saja hal ini membuat Naura semakin kesal.
Sudah setengah jam berlalu, tapi Naura belum ingin keluar dari kamarnya. Suasana di ruang tamu sudah senyap, tidak terdengar obrolan maupun tawa dari Hans dan orang tuanya. Namun Naura masih enggan untuk keluar dari kamar karena dia belum mendengar suara pintu dibuka sebagai tanda Hans pulang.
Tok! Tok! Tok!
Naura menghentikan langkahnya, suara ketukan di pintu kamarnya membuat kaget. Sejenak berpikir, apa yang harus disampaikan pada orang tuanya tidak terus mendesak untuk segera menikah. Apa yang harus dijawab bila papa dan mamanya menanyakan tentang Hans? Naura mengetuk-ngetuk kepalanya.
"Ra, buka pintunya. Keluarlah. Ini nak Hans hendak pamit," suara mama di balik pintu.
Dengan berat hati Naura membuka pintu kamarnya lalu mengikuti mamanya ke ruang tamu. Hans sudah berdiri dan berpamitan pada papanya. Berbeda dengan papa dan mamanya yang mengantar Hans sampai ke pagar depan, Naura hanya mengangguk lemas menjawab pamitnya Hans lalu duduk di kursi ruang tamu. Mukanya murung karena tahu bahwa sebentar lagi akan menerima 'petuah' dari papa dan mama tentang Hans yang barusan mereka wawancara. Naura mengusap mukanya dengan kasar.
"Ra, sepertinya Hans sangat menyukaimu dan dia juga lelaki yang baik. Mama berharap kamu mau memberi kesempatan dan waktu agar kalian bisa lebih saling kenal." Mama sudah mulai sesi 'petuah' yang dari tadi ingin dihindari oleh Naura.
"Iya. Nanti Ra pikirkan lagi. Terus, mama dan papa datang ke sini bukan karena mau berjumpa Hans kan?" Naura ingin tahu mengapa papa dan mama datang ke rumahnya. Selama ini Naura yang selalu dipanggil datang ke rumah mereka, baru sekali ini mereka yang datang ke rumah Naura.
"Tadi hanya sekedar mampir karena kebetulan ada perlu di sekitar sini. Rupanya kakak-kakakmu juga sering datang dan kumpul bersama di sini ya?" papa mengeluarkan suara baritonnya.
"Kadang kami kumpul di sini untuk saling bertemu dan menjaga keakraban satu sama lain," jawab Naura.
"Ra, itu mama bawa bolu dan beberapa lauk kesukaanmu. Mama simpan di kulkas. Ini kami pulang dulu," kata mama.
Naura tersenyum mendengar penuturan mamanya barusan. Tadi papa bilang sekedar mampir, tapi mama membawa lauk yang memang disiapkan untuk dirinya. Ah, mama dan papa memang bukan pembohong yang baik. Sepertinya mereka hanya kuatir pada putri bungsunya saja. Mereka ingin tahu apakah putri bungsunya mengalami kesulitan dalam menemukan lelaki yang menyukainya. Dan kejadian yang baru saja terjadi membuat mereka bisa bernapas lega. Ada lelaki setampan bintang film dan bermasa depan cerah yang dengan terus terang mengatakan ingin mengenal Naura lebih dekat. Hanya saja Naura belum berpikir untuk mengenal Hans lebih dekat. Pikirannya masih berkutat pada masalah rumah tangga yang dialami ketiga kakaknya.
***
[ Halo, ada apa, Kak? ] Naura menjawab panggilan dari Laura.
[ Datanglah. Kami sudah pindah ke rumah yang kemarin kita lihat. ]
[ Oke. Aku ke sana sekarang. ]
Kemarin memang mereka sepakat untuk saling membantu, saling menghibur dan saling menguatkan sebagai sesama saudara. Jadi atas usul Tara, mereka menyewa sebuah rumah yang hanya berjarak 2 rumah dari rumah Naura sekarang. Walaupun Naura menawarkan untuk tinggal di rumahnya, mereka bertiga menolak. Mereka mengatakan lebih nyaman untuk tinggal terpisah dari Naura. Dan Tara mengatakan ada hal-hal yang seharusnya tidak di dengar oleh Naura tentang masalah keruwetan di rumah tangga kakak-kakaknya itu. Tara mengatakan dia kuatir, masalah yang membelit kakak-kakaknya akan membuat Naura tidak ingin menikah. Dan Tara juga meyakinkan bahwa tidak setiap pernikahan berakhir di meja pengadilan.
Naura bergegas mengunci pintu rumahnya lalu berlari ke rumah yang baru ditempati ketiga kakaknya. Dia membawa banyak makanan kecil dan beberapa botol minuman soda. Mereka berempat sudah berjanji untuk menghabiskan malam bersama dengan mengobrol dan saling terbuka. Dan Naura merasa ini adalah momen yang ditunggunya. Dia ingin lebih tahu dan lebih dekat dengan semua kakaknya.
Naura yang terlahir sebagai anak bungsu dengan jarak tahun yang cukup banyak dengan ketiga kakaknya. Semasa dia masih sekolah, Laura dan Tara sudah menikah. Mereka tinggal di rumah suami masing-masing. Hanya Sarah yang masih tinggal bersama Naura, itu pun tidak banyak komunikasi yang terjalin. Sarah sibuk dengan dunianya sendiri.
***
Laura, Tara dan Sarah sudah siap menunggu Naura. Mereka duduk lesehan di karpet yang dibawa dari rumah Naura. Beberapa bungkus makanan ringan dan botol minuman kemasan sudah teronggok di kantong plastik yang tergeletak di pojok ruangan. Rupanya sudah cukup lama ketiganya mengobrol sebelum kemudian memanggil Naura.
Naura langsung ikut duduk bergabung bersama ketiga kakaknya. Dia diam menyimak kakak-kakaknya yang saling bercerita dan saling meledek dengan akrab. Naura merasa bahagia melihat mereka, walaupun ketiganya sedang terhimpit masalah, namun mereka tetap saling menghibur dan menguatkan.
"Kok aku baru dipanggil? Kayaknya kalian sudah mulai dari tadi. Pasti aku ketinggalan banyak cerita dong." Naura protes pada kakak-kakaknya.
"Tadi aku mau samperin ke rumahmu, tapi kulihat ada mobil papa. Jadi aku urung manggil kamu. Tumben papa ke rumahmu?" Sarah menjawab dengan suara manjanya.
"Iya tuh, tumben. Intinya sih masih seperti kemarin-kemarin, aku disuruh cepet nikah. Mana tadi pas ada kawanku datang ke rumah. Papa dan mama langsung menginterogasi, dan mengambil kesimpulan aku disuruh lebih dekat dengan Hans." Naura merasa kehilangan semangat bila mengingat penuturan mama dan papanya tadi.
"Eh, Kak, gimana kelanjutan ceritamu dengan kak Kai? Apa Kak Laura jadi menggugat cerai?" Naura mengarahkan pandangan ke Laura yang duduk berselonjor dan punggungnya disandarkan ke tembok.
"Entahlah. Kemarin Kai berlutut memohon maafku. Dia bilang akan menceraikan May. Kai mengatakan bahwa dirinya ditipu May. Anak yang dikandung May bukan anak Kai, dia dijebak. May mengandung anak orang lain, dan bapak si bayi tidak mau tanggung jawab karena sudah berkeluarga juga. Dia menjebak Kai karena malu bila punya anak tanpa suami. Dan Kai yang pernah menjadi kekasihnya dulu, terpaksa menikahinya sebagai ganti pelunasan hutang kami. Kalian tentu ingat waktu aku sempat koma beberapa minggu setelah melahirkan Alona, Kai berhutang pada May untuk membayar biaya rumah sakit. Dan saat May menagih, kami belum bisa melunasi. Maka sebagai ganti, Kai harus menikahi May minimal setahun. Rencana Kai, dia akan menceraikan May setelah setahun dan hutang kami lunas, maka dari itu dia tidak memberitahuku. Namun ternyata aku lebih dulu menemukan chat mereka. Kai terpaksa meladeni chat mesra May, karena bila dia tidak membalas chat maka May akan menuntut untuk pelunasan hutang dengan cara membawanya ke ranah hukum." Laura mengusap muka dengan gelisah.
"Kak, sebaiknya kamu ceritakan kisahmu itu ke mama. Mama pasti punya jawaban dan saran yang bijaksana serta tepat untukmu. Kalian tentu tahu bahwa mama juga pernah mengalami hal yang mirip denganmu, Kak." Tanpa sadar Naura membuka rahasia yang selama ini hanya diketahui oleh mama, papa dan dirinya.
"Hah?" suara terkejut yang dilontarkan serempak oleh ketiga kakaknya membuat Naura membekap mulut. Betapa dia menyesal telah keceplosan membuka luka lama di keluarganya.
"Apa maksud ucapanmu barusan?" Tara mengguncang-guncangkan lengan Naura.
"Ups. Aku salah bicara, Kak. Maksudku Mama kan sudah lebih lama berumah tangga dibanding kalian, tentu pengalamannya lebih banyak. Tidak ada salahnya kak Laura bertanya ke mama untuk masalahnya itu," suara Naura bergetar. Mendengarnya, semakin memancing rasa penasaran ketiga perempuan yang duduk di sekitarnya. Mereka bertiga memandang Naura dengan pandangan tajam dan bersiap memuntahkan peluru kata memborbardir uraian Naura, benarkah mama mereka pernah mengalami hal yang mirip dengan Laura? Artinya papa mereka pernah berselingkuh juga?
Naura yang melihat gelagat buruk itu, segera bangkit dari duduknya dan pamit pulang dengan alasan bahwa dia harus istirahat karena besok ada kegiatan survei venue klien. Pandangan ketiga kakaknya yang setajam laser menembaknya. Tanpa menoleh dan tanpa menunggu jawaban dari pamitnya, Naura berlari keluar dari rumah dan kembali ke rumahnya dengan kecepatan penuh. Masih didengarnya Laura, Tara dan Sarah mengejarnya hingga ke depan pintu rumah. Sementara itu, Naura terduduk lemas di balik pintu. Air matanya deras mengalir terkenang peristiwa besar yang membuatnya mengambil keputusan besar dalam hidupnya kini.