Xing Jiu'an memanggil taksi, sopirnya adalah seorang pria paruh baya.
"Kamu tampan sekali!" Melihat Xing Jiu'an masuk ke dalam mobil, paman itu tak henti-hentinya memuji.
Xing Jiu'an mengenakan jaket dan celana hitam, dipadukan dengan sepatu kets berwarna putih. Tinggi badannya mencapai 170 sentimeter dan postur tubuhnya cukup baik. Dia sering berdandan dengan rambut pendeknya, tak heran jika orang-orang sering menganggapnya adalah seorang pemuda.
Xing Jiu'an memegang topi bisbol berwarna hitam dan ponsel di tangannya. Dia berkata sambil tersenyum, "Paman, aku perempuan…"
"..." Sopir itu tercengang mendengar pengakuan Xing Jiu'an. Ini benar-benar memalukan baginya. Paman sopir itu pun menyalakan mesin mobil. Untuk beberapa saat lamanya, dia hanya terdiam.
Xing Jiu'an duduk di kursi di samping pengemudi. Dia mengambil ponselnya untuk melihat-lihat. Dia tak tahu apa yang ingin dilihatnya. Dia hanya membolak-balik album foto, catatan obrolan, video, dan lain sebagainya. Dia melihat dan menonton cukup banyak file. Xing Jiu'an menyimpan banyak foto di ponselnya. Namun setelah tiba di kediaman Keluarga Huo, tak lama kemudian ponselnya rusak dan banyak hal yang tak sempat diabadikan serta disimpannya di dalam ponselnya.
"Nona, kamu benar-benar sangat tampan. Apa kamu bintang film?" Paman sopir itu bertanya lagi.
"Bukan, aku hanya orang biasa," jawab Xing Jiu'an. Dengan penampilan yang seperti ini, banyak orang yang menganggapnya gadis nakal. Meskipun dia terlihat baik, tapi penampilannya tidak mencerminkan seperti orang yang baik.
Keramahan paman sopir ini benar-benar mengejutkan. Dia kembali berkata, "Putriku menempelkan poster di seluruh ruangan di rumah dan mengatakan nama-nama bintang film itu. Tapi, tak ada yang semenarik dirimu."
"Nona, kamu punya poster, tidak? Aku akan pulang dan memberikannya kepada putriku. Dia selalu berkata kalau selera mataku tidak bagus, tapi kupikir selera mataku bagus," lanjut paman itu.
Xing Jiu'an hanya tersenyum. Dia juga tidak banyak bicara. Dia tidak punya poster dan dia juga tak bisa memberikan fotonya begitu saja. Ketika dia membayar biaya taksi dan meninggalkan mobil itu, paman sopir masih tetap menatapnya.
"Aku punya selera mata yang bagus rupanya," ujar si paman sopir.
Xing Jiu'an langsung pergi menuju ke ruangan yang telah dipesan oleh mereka. Mu Qing dan yang lainnya masih belum datang. Dia lalu meminta seseorang untuk menyajikan air mineral. Dia mengambil ponselnya dan melihat-lihat lagi file di dalamnya. Paman sopir yang tadi mengantarnya mengingatkannya kepada gurunya. Meskipun selalu membawakannya makanan ringan, tapi pria tua itu lebih kekanakan dibandingkan dirinya. Bagaimanapun juga, pria tua itu adalah keluarganya yang telah membesarkannya selama 10 tahun.
Xing Jiu'an pernah berkata akan merawat gurunya itu. Awalnya, dia ingin menelepon gurunya itu. Namun, dia tidak mengira bahwa gurunya yang justru meneleponnya lebih dulu. Dia pun menjawab panggilan telepon itu dan dengan suara yang patuh dia menyapanya, "Guru…"
"Xing…" Pria yang ada di ujung telepon berhenti sejenak setelah mendengar suara Xing Jiu'an yang terkesan ramah dan penurut. "Xing Jiu'an, kakek dari calon suamimu datang mencarimu."
"Calon suami apanya?" tanya Xing Jiu'an tertegun. "Guru, memangnya berapa usiaku? Bagaimana mungkin aku bisa punya calon suami?"
Bahkan aku saja tidak punya kekasih, batin Xing Jiu'an.
"Kamu sendiri yang menentukan calon suamimu sejak masih kecil. Kakek itulah yang mencari sendiri dan dia sama sekali tidak menggangguku. Katakan saja padaku apa yang harus kulakukan."
Xing Jiu'an sangat terkejut mendengarnya dan berkata, "Guru, tolong jangan berbicara omong kosong. Bagaimana mungkin saat kecil aku memilih suamiku sendiri? Jangan bohong."
Saat ini, pintu terbuka, namun Xing Jiu'an yang berdiri agak jauh dari situ tidak mendengarnya. Xing Jiu'an sama sekali tidak mengerti. Setelah dia lahir kembali, entah bagaimana bisa dia punya calon suami.
"Mereka sendiri yang datang. Bagaimana menurutmu?"
"Batalkan saja," Xing Jiu'an menjawab tanpa ragu.
"Kalau begitu, akan aku batalkan."
"Baik." Xing Jiu'an sebenarnya ingin mengatakan beberapa kalimat lagi. Dia sudah lama tak mendengar suara gurunya, jadi dia sangat merindukan gurunya. Namun, gurunya rupanya tidak merindukannya dan langsung menutup telepon.
Xing Jiu'an masih memegang ponselnya. Ketika dia masih belum sadar sepenuhnya, mendadak seseorang memeluknya.
"Jiu'an, aku sangat merindukanmu." Gadis itu berwajah menggemaskan dan tubuhnya sedikit lebih pendek dari Xing Jiu'an. Tinggi badannya sekitar 160 sentimeter dan terlihat seperti seorang anak yang usianya di bawah umur.
"Ou Qi… " Xing Jiu'an berbisik dan menatap dua orang di hadapannya. "Kakak seperguruan, Lu Mingxi."
Suaranya sepertinya kurang cocok. Xing Jiu'an bersikap hati-hati.
Mu Qing berjalan mendekat sambil menggosok kepalanya dan berkata, "Kenapa? Apa kamu merasa asing dengan kakak seperguruanmu setelah tak bertemu beberapa hari?"
"Tidak … " Xing Jiu'an berusaha meredam emosinya dan melemparkan senyum kepada Mu Qing.
"Bagaimana kalau kita keluar hari ini? Apa semua urusan sudah ditangani?"
"Siapa kita? Kita harus menghadapinya," sahut Ou Qi, yang masih menempel pada Xing Jiu'an. "Sayang sekali kamu tidak pergi, Jiu'an. Kami menemukan restoran yang menjual menu-menu lezat."
Beberapa orang tampak sudah duduk. Ou Qi masih terus mengoceh betapa enaknya makanan yang dijual di restoran itu. Sayangnya, Xing Jiu'an tidak pergi.
"Kalau ada kesempatan, aku akan pergi." Xing Jiu'an berkata dengan sopan. Ou Qi masih saja terus menempel padanya dan mengoceh tanpa henti.
"Mau pesan minuman apa?" tanya Mu Qing.
"Aku sudah memesan minuman," jawab Xing Jiu'an sambil menunjuk air mineral yang ada di atas meja. Mereka berempat duduk bersama, tapi dia tetap diam.