"Sekarang duduklah dulu, sepertinya Elena masih sibuk merias, ya ampun masih saja seperti anak kecil. Kau tau? dari dulu dia tidak mau berdandan seperti wanita pada umumnya," terrang Katya sembari memberikan kode kepada para pelayan untuk meninggalkan ruang makan kecuali Sebastian yang tetap berdiri di sampingnya.
"Oh, Begitu kah?" Ryo sedikit tertawa canggung dan duduk di bangku yang berseberangan dengan Katya.
Setelah Ryo memperhatikan dengan seksama gesture tubuh Katya memang sangat feminim, lemah—lembut dan anggun. Berbeda dengan Elena yang sangat impulsif dan terkesan seperti anak lelaki tapi kecantikan mereka berdua bak dewi yang turun dari langit.
"Haha, begitulah, walaupun begitu dia tetaplah perempuan." terang Katya dengan mengangkat jari telunjuknya dan sedikit melirik Sebastian, dengan gerakan yang halus Sebastian membuka botol Wine dan menuangnya tiga gelas.
Tepat setelah gelas ketiga terisi pintu ruang makan terbuka.
"Maaf, Aku terlambat, harus membereskan ini dan itu dengan anggota Parlemen via panggilan video tadi," Elena melangkah masuk dengan langkah kakinya jenjang dengan mengenakan setelan jas feminim sedikit ketat, arogansi dan kepercayaan diri terlihat jelas dari caranya berjalan. Begitu kontras dengan Katya.
"Ah? Akhirnya datang, Ini dia putriku. Tak apa, sebagai penerus White Raven memang harus begitu," jawab Katya, seraya berdiri dan menyambut putrinya dengan pelukan mencium keningnya.
"Ibu dan anak yang harmonis." pikir Ryo.
"Jadi apa makan malam, hari ini?" tanya Elena sesudah menenggak habis Wine yang ada di gelas dengan sekali teguk. "Dasar manusia tak tahu diri, Ibu pasti tak percaya apa yang mereka minta oleh Gedung Parlemen," tandas Elena meletakan gelas Wine dengan sedikit hentakan dan membuat Ryo sedikit terkejut.
"Sebastian, tolong hidangkan makanannya." pinta Katya dengan nada yang santun walaupun dengan bawahannya. Dan sejurus kemudian Sebastian di bantu dengan beberapa pelayan membawakan nampan berisi hidangan mewah, dan mensajikannya di depan mereka bertiga. "Silahkan di nikmati." ucap Katya ke arah Ryo dengan senyum yang hangat.
Dan mereka bertiga menikmati hidangan serba mewah, dari tampilannya sudah jelas itu semua dimasak oleh chef berkelas dengan bahan kualitas terbaik.
Sembari mengiris potongan daging panggang Katya berkata, "Begitu lah mereka, buta akan keserakahan dan di era dimana kekuatan adalah segalanya seperti sekarang ini, sebagai mahluk lemah tidak mengherankan bagi mereka berbuat seperti itu. Toh cepat atau lambat mereka akan mati."
"Tetapi White Raven bukan badan amal! m
Memberikan senjata terbaru dan pasokan logistik dengan harga diskon, terlebih lagi mengatas namakan demi kesejahteraan rakyat tapi nyatanya semua itu demi kepentingan mereka sendiri, rasanya aku ingin menguliti mereka dan memberikan lemak tebal mereka kepada para monster di Benua Gelap." Tanpa ragu ia mengatakan itu kendati sedang menyantap makanan.
"Elena!" ucap Katya dengan sedikit meninggikan suaranya.
"Ups, Maaf," balas dengan senyum nakal.
"Kesampingkan hal itu, sepertinya tamu kita punya banyak pertanyaan sekarang," ucap Katya seperti membaca pikiran Ryo yang sedari tadi duduk tenang menyantap hidangan dengan sejuta pertanyaan.
"Kau pasti bertanya dalam benakmu, kenapa kau di undang untuk makan malam." Ryo hanya mengangguk sembari menyesap Wine.
"Baiklah, pertama aku ingin mengucapkan selamat atas bangkitnya kekuatanmu dan aku menyambutmu di White Raven karena secara tidak lansung kau juga pewaris White Raven, itu wasiat Ryuji sebelum menghilang."
"Wasiat? Aku belum pernah di beritahu soal wasiat yang berkaitan dengan White Raven."
"Ya, begitulah Ryuji, apa kau tahu? Ryuji dan Aku membangun White Raven sejak kita masih muda dulu dan wasiat terakhir sebelum dia menghilang adalah untuk memberikan sebagian besar saham Ryuji kepadamu ketika kau siap," terang Katya dengan perlahan.
"Oke, sampai sini aku mengerti, sepertinya White Raven bukan sekedar Academy untuk menampung para Rifter muda, iya 'kan?"
"Haha, pikiranmu tajam seperti Ryuji," balas Katya dengan bergelik tawa, "Pada awalnya kami hanya ingin memberikan tempat kepada Rifter cilik yang dikucilkan oleh masyarakat karena kekuatan mereka yang sangat besar dan di buru oleh berbagai pihak yang ingin memanfaatkan kekuatan mereka, namun tentu saja memberi makan anak-anak memerlukan biaya. Maka dari itu kami memulai bisnis di berbagai bidang dan membangun akademi ini untuk menampung dan memberikan hidup kepada para Rifter serta menjaga perdamaian dunia, semuanya berjalan sangat baik seratus tahun ini."
"Oh begitu, eh tunggu-tunggu!! seratus tahun?! Tetapi anda masih terlihat … " Ryo sangat terkejut mendengar cerita Katya terlebih lagi dengan penampilan Katya yang masih terlihat sangat muda.
"Hmm? Terlihat masih menawan?" ucap Katya dengan sedikit senyum menggoda dan mengedipkan sebelah matanya.
"Begitulah," jawab Ryo tanpa maksud menyinggung.
"Jika manusia bisa mengubah diri mereka menjadi cyborg di era ini, maka bukan tidak mungkin ia terlihat masih muda setelah berumur ratusan tahun." gumam Ryo dalam hati.
"Hmm, umurmu mungkin sudah mencukupi tetapi kau belum cakap untuk memegang tanggung jawab sebesar ini, kau harus menjadi lebih kuat, kau tahu yang aku maksud, 'kan?" tanya Katya dengan ekspresi yang serius.
"Aku bahkan tak punya pilihan disini, apa aku harus mengambil tanggung jawab besar ini?" balas Ryo setelah mendengar ucapan Katya.
"Kau sadar, apa yang telah terjadi belakangan ini. Semua aku lakukan untuk menepati janjiku kepada Ryuji, jika kau ingin mati di luar sana, silahkan saja, tapi bukankah kau pikir itu sama saja dengan pengecut?"
Ryo meraup wajahnya dengan kedua tangan benaknya bimbang, menjadi manusia yang bertanggung jawab adalah ajaran pertama yang ia dapat dari Ryuji.
"Apa yang akan terjadi? Jika aku keluar dari sini? Bahkan tidak ada yang bisa menjamin aku selamat di dunia luar."
Ia menghela napas panjang, lalu menatap Katya dengan serius, "Baik, akan ku lakukan."
"Bagus, untuk itu … Kau harus menjadi murid di akademi ini. Ada serangkaian tes, latihan dan orientasi yang wajib kau lalui, Sebastian akan menjelaskan semuanya besok pagi," ucap Katya dengan melayangkan sebuah gelang berwarna biru kepada Ryo.
Salah satu kemampuan dasar seorang Rifter; Telekinesis, tanpa usaha berarti Katya dengan santainya melayangkan gelang itu di udara.
"WristNect? Aku sudah punya satu."
"Yang satu ini berbeda dari yang dibuat massal untuk kebutuhan masyarakat, bahkan lebih mutakhir dari versi yang di miliki militer, Tahan di segala cuaca ekstrim, terhubung langsung dengan satelit, dan ada ruang spatial untuk menyimpan berbagai barang di dalamnya," potong Elena.
Dengan santai Elena memperagakan cara kerja WristNect miliknya, lalu mengeluarkan perlengkapan tempurnya dari dalam gelang. Cahaya hologram kebiruan mematerilisasi dan dematerilisasi benda fisik dengan hukum ruang.
"Woahhh! Aku sudah baca banyak tentang teori Ruang Spatial tapi baru kali ini melihatnya langsung. Materi fisik dari suatu benda dipecahkan, disusun ulang dan diubah kedalam bentuk digital," terang Ryo dengan bersemangat.
"Kau bersemangat sekali? Akan aku jelaskan sedikit, Gelang itu akan menjadi pemandu sekaligus pengamatmu, sistem A.I di dalamnya akan merancang semua jadwal pelajaranmu dan menilai semua aspek," ucap Elena. "Jadi … Dengan A.I yang menilai kau tidak perlu repot untuk berurusan dengan banyak guru, entah baik atau buruk semuanya tergantung padamu."
"oh begitu, hebat sekali. Tunggu, apa privasiku tetap terjaga?" tanya Ryo, sembari mengutak-atik gelang itu dan menggeser ke kanan-kiri layar hologramnya.
"Tenang saja! Bahkan jika kau bercumbu dengan kuda sekalipun sistem tidak peduli, karena sistem hanya merekam kegiatan belajar dan menilai. Namun … Jika ada sesuatu yang genting dan mengancam nyawamu, sistem akan otomatis memberikan sinyal darurat dan HQ akan segera mengirim bantuan."
"Jadi merekam kondisi fisik juga?" tanya Ryo.
"Yep, tepat! Sistem akan membaca pola kondisi fisikmu."
"Tapi, ada beberapa kondisi, yang ingin aku ajukan kepada anda," kata Ryo dengan wajah serius.
"Katakanlah," sahut Katya.
"Pertama, aku tidak ingin identitasku disebar luaskan. Kedua, kalau bisa aku ingin tinggal di kamar asrama saja, akan repot jika publik tahu aku punya hubungan dekat dengan anda. Ketiga, jangan memaksaku untuk mendapat nilai terbaik, walaupun aku bisa, tetapi aku tak suka menjadi sorotan, sebagai gantinya, aku bisa mengerjakan tugas tambahan untuk memenuhi kualifikasi sebagai pewaris."
"Itu saja? Aku bisa mengabulkan semua kondisi yang kau ajukan jika kau mau, tetapi ya sudah kalau itu saja mau mu, besok Sebastian akan mengantarmu berkeliling dan menunjukan kamar asramamu. Upacara Penerimaan Mahasiswa Baru dilaksanakan seminggu lagi, pastikan kau mempersiapkan diri," Katya menyesap Wine, sembari melirik ke arah Sebastian, ia pun mengangguk paham yang tuannya maksud.
"Terima kasih," kata Ryo mengangguk puas.
Untuk beberapa saat mereka terdiam dan menikmati hidangan mereka, namun sejurus kemudian Katya meletakan garpu dan pisau dagingnya, membunyikan piringnya untuk menarik perhatian.
"Ah iya! Aku baru ingat, masih ada satu lagi wasiat Ryuji sebelum dia pergi," Katya menjeda makannya, melihat ke atas dan mengusap dagunya. "Dia bilang, 'Jika anakku, Ryo sudah dewasa, nikahkan dia dengan putrimu, tak apa jika mereka tak mau, aku tak memaksa' begitu katanya."
Elena dan Ryo hampir saja menyemburkan Wine mereka dari hidung, Sebastian juga ikut terkaget dan cepat-cepat membersihkan pakaian mereka berdua.
"IBU! Apa aku tak salah dengar!" pekik Elena sembari mengelap mulutnya. Wajahnya yang putih merona merah hingga telinganya.
"Tunggu-tunggu, aku malah berpikir ayahku punya hubungan dengan anda, dan Elena adalah putri kalian," Ryo tak kalah terkejut mendengarnya.
"Haha, aku juga tak percaya dia mengatakannya, tapi itu lah yang dia katakan, itu terserah kalian, aku tak ikut campur masalah asmara. Satu lagi, Ryuji dan aku memang dekat, tapi kami tidak memiliki hubungan asmara seperti itu, karena hubungan kami jauh lebih dalam dari sekedar napsu birahi."
"Baiklah aku mengerti, dengan kata lain ayahku sudah mengatur semua sejak awal, dia memang peramal yang hebat," ujar Ryo masih tak percaya.
"Ryuji, dasar kakek tua itu! Aku tak percaya masih saja memperlakukanku seperti anak kecil!" gerutu Elena.
"Hahaha," Katya menahan tawanya dengan menutup bibir dengan jemarinya, rona wajah bahagianya terlihat jelas.
"Maaf mengganggu, ada tamu penting yang datang," ucap seorang pelayan pria sambil mendadak masuk tergopoh-gopoh menghampiri Sebastian dan membisikan sesuatu.
Sebastian mendadak berwajah masam ketika mendengar kabar dari bawahannya. Ia pun lansung membisikan sesuatu ke telinga Katya. Keningnya langsung mengerut ketika mendengar pesan dari Kepala Pelayannya itu.
"Makan malam yang menyenangkan, tapi aku minta maaf, ada tamu penting yang harus aku temui sekarang, aku tinggalkan kalian berdua, selamat malam," dia beranjak dari kursinya dengan wajah seriusnya, semua orang bertanya-tanya tamu seperti apa yang bisa membuat raut wajah Katya seperti itu.
Elena langsung merasakan hawa kehadiran seseorang yang sangat kuat, bahkan ia sendiri merinding dibuatnya, "Alucard?! Ada urusan apa dia datang kemari?! Jangan bilang?!" ia menatap Ryo yang masih menyelesaikan piringnya.
***