"Ayo ikut aku, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu," ucap Elena sambil menarik tangan Ryo.
Ryo kebingungan, "Kemana? Ada apa sebenarnya?"
"Ikut saja, ayo," paksanya.
Mereka berdua berjalan dengan cepat melalui koridor ruangan seperti labirin ini, dan tibalah mereka di ruangan paling ujung di lantai tiga. Hanya ada satu warna di dalam ruangan itu; Putih, dari lantai marmer,semua perabotan, kasur, sprei semuanya serba putih.
"Eh tunggu dulu, jangan bilang kalau ini adalah kamarmu," Ryo sedikit ragu untuk masuk.
"Memang iya, kenapa? Kau tidak pernah masuk kamar perempuan?"
"Iya begitulah," balas Ryo dengan senyum canggung.
"Dasar Perjaka Tulen!" ejek Elena. "Sudah masuk saja, aku tau kau pasti punya segudang pertanyaan di tengkorak kecilmu itu, Ibu ada urusan dan aku sudah tak tahan memakai setelan ketat ini, duduklah."
Tanpa ada rasa ragu atau canggung, Elena dengan santai melepas setelannya serta membuka lemari baju dan mengenakan gaun tidur transparan warna putih. Benar-benar tak bersikap layaknya seorang putri dari keluarga terkaya di Washington DC membuat Ryo benar-benar canggung dan melayangkan pandangannya ke jendela.
"Apakah semua pria baik hati selalu kaku di depan wanita? Mau Vodka?" ucap Elena sembari menuangkan Vodka di gelas kecil.
"Aku sudah setengah mabuk, aku takut tidak bisa berjalan keluar dari sini." tolak Ryo dengan nada yang halus.
"Haha, tidur saja disini denganku." goda Elena.
"Aku bisa terbunuh jika ibumu mendapati aku tidur denganmu."
"Pfftt Hahaha! Selera humormu tak buruk." Elena tertawa hingga hampir menyemburkan setengah gelas Vodkanya. "Jadi? Apa pertanyaanmu?"
"Hmm.. Tentang ayahku, sepertinya kau tahu banyak, terakhir aku bertemu dengannya 8 tahun lalu."
Sambil berjalan memandang suasana malam dari jendela, Elena menghela nafas panjang dan duduk menyilangkan satu kakinya di samping Ryo, mengingat masa lalunya dengan menatapi gelas kristal di jemari lentiknya.
"Ryuji menghilang, tapi dia masih hidup di angkasa luas, apa kau tahu? Ryuji adalah seorang ahli bela diri dan pertapa yang jenius. Dia bebas hidup di manapun, pria tua itu sudah hidup bahkan sebelum White Raven di bangun."
"Tunggu dulu?! Sebenarnya ayahku itu mahluk ras apa?" tanya Ryo dengan wajah terkejut.
"Dia manusia pastinya, tetapi dia istimewa, dia menguasai seni bela diri kuno. Dengan kemampuannya dia bisa menyatukan kekuatan elemen dan kekuatan hukum alam di dalam tubuhnya, menempa dan menyusun ulang setiap sel tubuhnya."
"Sepertinya aku sedikit paham, sama seperti saat kita menggunakan seluruh kemampuan otak?"
"Hampir benar tapi praktisi bela diri tidak memaksakan kinerja otak, melainkan menggunakan kehendak alam dan mengendalikannya," lanjut Elena dengan menuangkan gelas keduanya.
"Apa kau juga bisa mengusainya? Kau sangat kuat ketika bertarung."
"Ya kurang lebih begitu, kemampuan mendasar seorang Rifter adalah untuk memanipulasi hukum ruang dan waktu, hukum yang mendasari segala hukum yang ada di semesta."
"Woahh hebat sekali! Jadi begitu Rifter bisa menjadi sangat kuat," ucap Ryo dengan antusiasme tinggi yang bahkan melebihi nafsu birahinya ketika seorang wanita hanya mengenakan gaun malam tanpa bra duduk disampingnya.
"Butuh kerja keras dan latihan yang melibihi nalar manusia, menerima sebuah mukzijat berarti kau harus bisa membuat mukzijat itu menjadi nyata, itulah tugas Rifter."
"Aku mengerti, ada satu pertanyaan lagi, tapi mungkin ini akan menyinggungmu." tanya Ryo dengan hati-hati.
"Tanyakan saja, aku tak keberatan." balas Elena dengan sedikit lirikan mata.
"Siapa ayahmu?"
"Apa kau begitu penasaran?" balas Elena dengan tatapan yang mendadak tajam.
"Ya." jawab Ryo singkat dan bersungguh-sungguh.
"Aku tak punya Ayah, bahkan aku tidak di lahirkan dari rahim Ibu, aku hanyalah sebuah Clon dari seorang Vampir Legendaris Katya Katyushka, seratus tahun yang lalu! Seharusnya aku menjadi Katya Katyushka yang kedua, tapi semesta tak mengijinkan itu terjadi, dan aku mendapatkan Jiwa dan Pikiran milikku sendiri!, kau sudah tau sekarang, kau boleh keluar."
Mendengar pernyataan itu, Ryo tak sanggup berkata-kata lagi, dan dia menyadari bahwa dunia tak sesederhana itu di kepala Ryo, tanpa mengatakan apa pun lagi Ryo menunduk ke arah Elena meminta maaf dan hendak meninggalkan ruangan. Elena sadar akan perkataannya yang mungkin melukai perasaan Ryo.
"Tunggu, maaf aku tak bermaksud berkata seperti itu," ucap Elena dengan mencengkram pergelangan tangan Ryo.
"Aku tau tapi tetap saja aku yang salah,"
"Jangan pergi, kau aku maafkan jika tetap tinggal."
Ryo menghela nafas panjang melihat tingkah Elena, dia masih tak percaya wanita dengan darah vampir di depan matanya bertingkah layaknya gadis remaja. "Wanita memang sulit di mengerti." gumam Ryo dalam hati. Dengan ragu-ragu ia menyentuh tangan Elena, Elena melepaskan cengkramannya dan menyandarkan kepalanya di bahu Ryo.
"Apa kau kesepian? Selama seratus tahun?" tanya Ryo seraya mengalungkan tangannya di leher Elena.
"Sangat." jawab Elena seraya membenamkan wajahnya di dada Ryo.
Tak ada kata lagi di antara mereka berdua, hanya saling memeluk dan mencoba untuk saling memahami bahasa hati masing-masing. Ryo berdegup kencang dan sesekali menghilangkan pikiran kotornya, namun Elena seperti tidak mempermasalahkan itu dan justru memeluk semakin erat.
"Apa kau mau melakukannya denganku?" tanya Elena dengan mengusap dada Ryo.
"Aku tidak ingin melalukannya dengan perempuan mabuk, maka dari itu malam ini aku hanya menemani kau."
"Terima kasih, kau pria pertama yang menganggapku seperti itu."
"Perempuan tetaplah perempuan, entah dari Ras apapun dan bagaimanapun bentuknya," balas Ryo.
"Hmm? haha Apa kau tetap mau berpelukan seperti ini dengan perempuan berlendir lengket dari ras Sea Abyss?" goda Elena sembari mengusap dan menciumi leher Ryo.
"Kalau itu aku menolak haha, aku yakin akan menjadi santapan untuk mereka, aku beruntung aku berpelukan dengan ras Vampir yang sangat menawan sepertimu," balas Ryo dengan menatap wajah Elena.
"Ohh." mata Elena kian sayup, dan merebahkan tubuh Ryo.
"Elena? Kau tidur?"
Melihat Elena yang merebahkan kepalanya dengan pulas di dadanya, membuat Ryo juga ikut mengantuk.
"Baru kali ini aku tahu Vampir mengantuk di malam hari dan bisa berjalan di siang hari, dia memang sangat manusiawi," gumam Ryo, ia pun pasrah dan membiarkan Elena tertidur di dekapannya.