Beberapa hari kemudian, saat Nindia baru saja selesai menunaikan ibadahnya, tiba-tiba handphonenya berdering. Mami.
Deg. Kenapa mami menelepon? Ada apa, ya. Batin Nindia. Dengan jantung yang berdebar kencang, Nindia pun menjawab panggilan telepon mami mertuanya.
"Ha-hallo." Nindia.
"Kamu datang ke rumah saya. Bawa Farel." mami.
"I-ya, mi."
Tuuutt. Sambungan telepon terputus.
Ada apa ya aku di suruh ke rumah mami? Apa mas Fadil sudah boleh pulang? Apa aku buat salah? Mami sungguh membuatku bingung. Semoga saja bukan hal yang buruk.
Pikiran-pikiran yang aneh-aneh berseliweran dalam benak Nindia. Mau tidak mau dia harus ke rumah mertuanya itu supaya tidak salah paham.
Nindia lalu keluar dari kamarnya untuk melihat putra-putrinya yang sedang bermain. Ada nek Wati yang mengawasi mereka.
"Nek," panggil Nindia.
"Iya, Diah," sahut nek Wati.
"Tadi mertuaku telepon. Aku dan Farel di minta datang ke rumahnya," jelas Nindia.
Dahi nek Wati berkerut, "Apa apa, ya?"