Fadil baru saja meninggalkan rumah Nindia setelah seharian jalan berdua. Nindia tampak lelah tapi bahagia. Hari pernikahannya sudah makin dekat. Rencana hanya akad nikah saja di masjid dekat rumah Nindia. Semua urusan di serahkan pada bu Ratna dan suaminya. Undangan pun terbatas hanya 50 orang saja.
"Nek, aku kan mau nikah. Aku ingin ibuku datang. Menurut nenek, ibu masih marah tidak ya sama aku?" tanya Nindia pada nek Wati saat menjelang tidur.
"Kalau nenek yang jadi ibu kamu, nenek pasti sudah maafin kamu, nak. Bagaimana pun seorang ibu tidak akan bisa berlama-lama marah pada anaknya," jawab nek Wati sambil menepuk bahu Nindia lembut.
"Jadi tidak apa-apa aku datang menemui ibu ya, nek? Mas Fadil mau menemaniku."
"Iya, tidak ada salahnya kamu coba saja, Diah. Semoga ibu kamu sudah terbuka hatinya. Bagus juga nak Fadil ikut. Kapan kalian menemui ibu kamu?"
"Iya, nek. Secepatnya aku sama mas Fadil menemui ibu."