Weekend menjadi hari yang ditunggu oleh para pekerja kantoran. Dua hari terakhir dalam satu Minggu itu bagaikan liburan yang panjang untuk mereka. Setelah lima hari bekerja keras, memutar otak terus menerus, memeras keringat dalam susah payah, di dua hari terakhir dalam satu pekan itu semua akan diistirahatkan. Semua beban sementara ditinggal. Pekerjaan sementara dikesampingkan. Kebahagiaan paling utama. Keceriaan harus menjadi prioritas. Sebab, setelah dua hari itu berakhir, maka, semua akan kembali seperti biasa. Membanting tulang demi bisa membeli apapun yang ada di dalam pikiran.
Nalani juga telah memiliki rencana di weekend kali ini. Pertemuan dengan Edgar akhirnya ada titik terang. Edgar berjanji akan meluangkan waktu pada akhir pekan ini. Nalani senang sekali. Meski sibuk, Nalani masih ada dalam pikiran Edgar. Hal yang sulit diungkapkan dengan perasaan. Biasanya, hanya akan terwakilkan dengan senyuman.
Setelah beberapa hari ini sibuk dengan pekerjaan kantor, akhirnya Edgar sadar ada seseorang yang sedang menunggu waktu luangnya. Nalani sudah tidak sabar akan memberitahu pilihannya tentang konsep pernikahan mereka.
"Semoga, Edgar akan setuju dan senang dengan pilihan aku," ucap Nalani sembari memeluk handphonenya di dada.
Nalani mencari kontak Edgar di handphone. Setelah menemukan, Nalani menekan nomor Edgar dan segera memanggil. Sudah beberapa kali berdering tanda jika telepon Nalani tersambung. Tetapi, Edgar belum juga menjawab panggilan dari Nalani.
"Ayolah sayang, angkat teleponnya. Ini udah hampir jam 11," Nalani menggerutu pelan sembari masih terus menunggu Edgar menjawab panggilannya.
Akhirnya, kesabaran Nalani berbuah manis. Edgar menjawab panggilan dari Nalani. Suara Edgar masih terdengar serak. Belum pulih seperti biasa. Edgar baru saja bangun dari tidurnya. Suara Edgar tak bisa berbohong.
"Astaga sayang, jam segini baru bangun?" dengan lembut Nalani mengajukan pertanyaan untuk Edgar.
"Iya, semalem aku begadang. Masih ngantuk banget," Jawaban Edgar singkat dan sedikit cuek karena nyawanya belum juga utuh berkumpul.
"Kenapa lagi? Bukannya ini akhir pekan? Kenapa masih ada pekerjaan yang menggangu waktu libur?" Nalani sudah merendahkan suaranya. Ia sudah merasa mood nya buruk. Biasanya, jika seperti ini, Edgar akan membatalkan janji bertemunya.
"Ya ada, biasalah namanya juga klien. Kenapa sih kamu jadi bawel banget. Ini juga masih pagi, kan?" Edgar sedikit emosi karena suara Nalani terdengar bad mood.
"Sayang, bukannya aku bawel. Tapi memang kita harus ketemu."
Sebelum Nalani melanjutkan kalimatnya, Edgar memotong terlebih dahulu. Jika tidak, maka, Nalani akan memberikan kalimat yang panjang dan sulit untuk Edgar mencari jawabannya.
"Iya, aku kan udah janji hari ini kita ketemu, Lan. Udah deh, jangan bad mood," Edgar masih tetap cuek.
"Aku Cuma pengen kamu anggap, Gar. Aku nggak pernah tahu bagaimana sibukmu. Yang aku tahu hanya kamu nggak punya waktu," Emosi Nalani mulai merasuk.
"Iya sayang, iya. Maaf, ya. Selama ini aku sibuk dan jarang kasih kabar ke kamu. Tapi, aku beneran kerja di kantor. Aku bener bener banyak pekerjaan, jadi nggak sempat untuk kasih kabar ke kamu," nada Edgar mulai melemah. Suaranya mulai terlihat lebih mengalah karena ucapan Nalani sebelumnya.
"Huhhhh," Nalani membuang napas agar perasannya lebih tenang dan tidak dalam keadaan marah.
"Iya, iya. Lain kali, komunikasi kita diperbaiki, ya," Nalani meminta dengan sangat lembut dan tulus. Terdengar dari suaranya meski hanya melalui telepon.
"Jadi, kamu mau datang ke rumah jam berapa?" Nalani menanyakan kepastian Edgar datang ke rumahnya.
"Hmm, sayang.. kayaknya, aku nggak jadi ke rumah kamu, deh. Gimana kalau kita ketemuan saja di luar? Cafe, atau restoran, atau mall? Sekalian aku ingin refreshing," ucapan Edgar terselip nada Sungkan.
"Ohh gitu. Oke, boleh.. Kamu pengen kemana?"
Setelah berdiskusi lumayan lama lewat telepon, akhirnya Nalani dan Edgar setuju dengan satu tujuan mereka. Mall langganan mereka pun menjadi tempat pertemuan Edgar dan Nalani Sabtu ini. Tak lama setelah menutup telepon, Nalani bergegas ke kamar mandi. Handuk dan semua perlengkapan sudah Nalani siapkan sebelumnya.
Di depan cermin, Nalani mengeringkan rambut. Tubuhnya masih mengenakan handuk kimono berwarna pink. Outfit hari ini masih belum Nalani tentukan. Karena, Nalani kira Edgar akan datang ke rumahnya. Bukan pergi ke mall berdua. Jadi, outfit belum Nalani persiapkan.
"Yang mana, ya? Kenapa aku nggak ada baju yang lucu?" ucapan Nalani sangat berbanding terbalik dengan fakta yang ada. Dua lemari besar di depannya masih tidak cukup bagi Nalani mengatakan pakaian miliknya sudah cukup banyak.
Nalani masih berkutik dengan pilihan baju di lemarinya. Pakaian yang digantung, hanya digeser satu per satu. Tak satupun ada yang Nalani ambil.
"Astaga, Nalani. Lo kan kerja di dunia fashion. Kenapa harus bingung Cuma pilih outfit ke mall aja bingung tujuh keliling," Nalani kesal pada dirinya sendiri.
Pilihan baju jatuh kepada blazer crop berwarna coklat kombinasi hitam dan jeans berwarna biru muda. Nalani merasa ini akan menjadi outfit yang nyaman ketika seharian mengitari mall bersama dengan sang kekasih, Edgar.
"Hmmm oke lah, cukup!" Nalani mengomentari penampilannya sendiri di depan cermin.
***
Nalani lebih dulu sampai di mall. Karena sudah merasa sangat lapar, akhirnya Nalani memutuskan menunggu Edgar di sebuah restoran langganannya bersama Edgar. Nalani pesan minum terlebih dahulu. Lalu, menelepon Edgar, agar bisa memesankan makanan untuk Edgar sebelum Edgar datang. Namun, Edgar masih saja tidak menjawab panggilan dari kekasihnya gitu. Nalani putus asa, daripada mood nya buruk, lebih baik Nalani memesan makanan saja. Berpikir positif, jika Edgar memang sedang di jalan menuju ke mall.
Setengah jam berlalu, Edgar akhirnya muncul di hadapan Nalani. Edgar tak merasa bersalah sama sekali. Bibir Nalani cemberut, menunggu kehadiran kekasihnya yang tanpa kabar itu.
"Hai sayang, maaf ya, tadi ada yang harus aku selesaikan dulu," Ucap Edgar sembari cipika-cipiki dengan Nalani.
Sebagai kekasih yang baik dan perhatian, Nalani sudah menyiapkan makanan untuk Edgar. Menu favorit Edgar di restoran itu. Supaya Edgar tidak menunggu lama lagi ketika datang. Edgar pu langsung melahap makanan yang telah tersedia. Nalani senang melihat Edgar makan dengan lahap di hadapannya.
"Mau kemana kita setelah ini?" tanya Edgar di sela-sela makan.
"Kok mau kemana sih sayang? Kan niat kita ketemu untuk bahas pernikahan," Nalani sedikit bingung atas pertanyaan Edgar.
"Iyaa, maksudnya mumpung di mall. Sekalian dong sayang belanja atau apa gitu. Refreshing lah," Edgar meminta hal lain dalam pertemuan itu.
"Iya sayang. Tapi, kita bahas apa yang jadi tujuan utama kita ketemu dulu, ya," Nalani menyikapi dengan tenang dan santai. Setelah urusan pertemuan hari itu selesai, Nalani akan menemani kekasihnya itu mengitari mall.
Setelah makan, Edgar mengajak Nalani pindah restoran. Edgar ingin makan es krim di salah satu cafe yang ada di mall itu. Keinginan Edgar pun Nalani turuti. Lalu, Nalani memulai pembicaraan tentang pernikahan mereka. Nalani mengeluarkan semua berkas yang telah dibahas bersama WO mereka beberapa hari yang lalu.
"Sayang, aku udah pilih konsep untuk pernikahan kita. Konsepnya, lokasinya, tema, dan semua yang berhubungan dengan WO sudah aku pilih. Semoga kamu juga sependapat dengan aku ya," Nalani memberikan gambar kepada Edgar sembari menjelaskan tentang hasil meeting bersama WO.
"Kamu pilih outdoor? Ini temanya white party? Terus apa ini garden party? Ga banget, deh!" jawaban Edgar sama sekali jauh dari ekspektasi Nalani. Mendengar ucapan Edgar, Nalani sangat down.
"Huhhhh," Nalani menghembuskan napasnya perlahan.
"Sayang biar aku jelasin dulu, ya. Kemarin kan kamu yang menyerahkan semuanya ke aku. Jadi, ini pilihan aku. Ini semua yang paling keren, sayang. Paling nyaman menurut aku," Nalani masih sabar menghadapi ketidak setujuan Edgar.
"Aku nggak setuju!" Edgar tidak setuju dengan pilihan Nalani.
"Ya kenapa? Kemarin kamu nyerahin semua ke aku, sekarang kamu nggak setuju sama pilihan aku," Nalani protes kepada Edgar karena tidak memberikan alasan yang jelas.
"Sayang, gini deh. Kita itu mau pesta pernikahan, mau berbahagia. Nanti, kalau kita pilih outdoor dan garden party seperti ini, pasti kita ada kekhawatiran hujan dan lain sebagainya. Emangnya kamu nggak memikirkan sampai ke situ?"
"Iya aku tahu."
"Aku belum selesai bicara, jangan dipotong!" Edgar protes karena Nalani menyela pembicaraannya.
Perdebatan itu berlanjut hingga hampir satu jam. Nalani dan Edgar masih belum menemukan titik terang dari keributannya. Ada kekecewaan dari Nalani yang sangat terlihat. Namun, Nalani sembunyikan supaya permasalahan ini cepat selesai.
"Yaudah, kita ulang dari awal. Kapan bisa kamu datang untuk meeting bersama team WO? Aku nggak mau salah pilih lagi, ini akan jadi masalah besar untuk kita nantinya," Nalani pun akhirnya mengalah. Lalu, mengulang dari awal memilih konsep pernikahan.
"Besok saja," Edgar dengan mudahnya mengatur jadwal sendiri.
Karena tidak ingin ada perdebatan yang berlanjut, Nalani pun akhirnya mencoba mengirim pesan ke Harland.
"Selamat sore, Kak Harland. Ini saya Nalani. Apakah besok ada waktu, kak? Ada hal yang harus kita bicarakan tentang konsep pernikahan yang kemarin saya pilih."
Entah hanya sebuah kebetulan atau memang sudah diatur oleh Tuhan. Harland sedang membuka ponselnya, lalu, pesan dari Nalani pun langsung Harland baca. Harland dengan sigap langsung menelepon Nalani, untuk meminta penjelasan dari pesan yang Nalani kirim. Nalani menerima panggilan telepon dari Harland ketika Edgar sedang pergi ke toilet.
"Halo? Kak Harland, ya?" Nalani menyapa terlebih dahulu.
"Hai, Kak. Iya ini saya Harland. Ada yang bisa saya bantu, kak? Atau ada masalah dengan konsep yang kemarin kita pilih?" suara Harland di sebrang sana menenangkan Nalani.