Obrolan melalui telepon terganggu. Dari keramaian tempat yang sedang Nalani kunjungi, juga Harland yang sedang mengemudi menuju ke suatu tempat. Akhirnya, Harland menjanjikan pertemuan dengan Nalani juga Edgar esok, atau lusa. Nalani menyetujui perjanjian yang dibuat oleh Harland. Setelah itu, telepon mereka pun terputus. Nalani kembali sepi, melamun sendirian, menatap ke arah berbagai sudut di mall yang sudah mulai ramai pengunjung. Edgar tak kunjung datang.
"Kemana sih Edgar, ke toilet lama banget. Aku kan jadi keki duduk sendirian di sini," Nalani mengeluh karena Edgar tak kunjung kembali menemui Nalani. Nalani sudah mati gaya sendirian di ujung sana. Handphone Edgar pun sibuk, tak bisa Nalani telepon. Nalani semakin bad mood, meski nanti jika Edgar kembali, ia akan melengkungkan senyumnya lagi. "Huhhh, siapa sih yang telepon Edgar selama ini. Nggak tahu apa Edgar sedang di toilet," Nalani menggerutu. Bibirnya mengucapkan kekesalan yang beberapa waktu ini tersimpan. Setelah sudah cukup bersabar, akhirnya Omelan itu keluar juga.
Sudah hampir 30 menit, akhirnya Edgar datang kembali. Tanpa rasa bersalah, Edgar langsung mengajak Nalani pergi dari restoran itu. Edgar ingin berkeliling mall. "Sayang, ayo kita pergi saja. Aku ingin jalan-jalan keliling mall. Lumayan, untuk refreshing. Kalau kamu ingin belanja, nanti bilang saja, ya," ujar Edgar sembari meringkas semua barang yang ada di meja itu. Lalu, Nalani pun mengikuti Edgar. Semua barang yang ia keluarkan, dimasukan ke dalam tas yang ia bawa.
Edgar tidak sengaja meninggalkan Nalani. Edgar berjalan lebih dulu. Padahal, Nalani masih bersiap untuk meninggalkan meja yang baru saja menjadi tempat makan mereka. Kening Nalani mengerut, ia heran dengan sikap kekasihnya itu. Sambil berjalan, Edgar masih sibuk dengan ponselnya. "Sayang, awas!" Nalani menarik tangan Edgar karena Edgar hampir saja menabrak stroller baby. Edgar tidak mengetahui di depannya ada stroller bayi, makanya ia jalan dengan sangat santai. Ponselnya membuat Edgar lupa jika berjalan harus melihat ke arah depan, kanan, juga kiri. Semua hanya tentang ponsel saja hari ini. Edgar masih sama saja sibuk. Bedanya, saat ini Edgar sedang bersama dengan Nalani. Biasanya berada di tempat kerja bersama rekan kerja lainnya.
"Sayang, boleh nggak ponselnya nanti aja? Kita kan mau berduaan. Masak aku kalah sama ponsel kamu sih?" Nalani meminta dengan sangat lembut juga nada yang manja. Nalani hanya ingin, waktu ini digunakan mereka berdua dengan sebaik-baiknya. "Ya sayang?" Nalani meminta persetujuan lagi dari Edgar. Sebab, Edgar masih belum menjawab apa-apa. "Iya, sayang." Edgar Mengantongi ponselnya.
"Sayang, kamu mau belanja apa? Tas? Sepatu? Baju? Make up? Atau ada yang ingin kamu beli lainnya?" Edgar memberikan pertanyaan yang sedang tidak ingin Nalani kerjakan. Nalani hanya sedang ingin memikirkan bagimana nanti pernikahan mereka. Edgar justru tidak berpikir ke arah sana. Edgar hari itu hanya ingin bersenang-senang, tanpa memikirkan berbagai perintilan pernikahan yang sama sekali belum mereka selesaikan. "Sayang, aku nggak ingin belanja dulu, yah. Kan sekarang ini kita harus mengurus banyak perintilan pernikahan. Uangnya lebih baik kita hemat, kita juga harus secepatnya kan menyelesaikan ini," Nalani dengan lembut memberikan jawaban. "Sayang, hari ini aku ingin bersenang-senang dulu, dong. Masak setiap hari aku selalu disuruh mikir. Mikir perkejaan, cafe, sekarang pernikahan. Kapan aku berhenti untuk refreshing nya? Kan aku juga manusia biasa, butuh istirahat," Ujar Edgar dengan nada setengah kesal. Edgar melirik ke arah kanan dan kiri. Berbagai store sepatu dan tas yang sangat menggiurkan.
"Lalu, kapan kamu bisa memikirkan pernikahan kita? Yang mau menikah itu berdua, bukan Cuma aku saja," Nalani sudah mulai dengan nada tegas. Meski kelembutannya tidak pernah ketinggalan. "Sayang, malu ah. Jangan teriak di tempat umum. Nggak enak sama orang, dikira sedang berantem," Edgar menarik Nalani dari kerumunan kecil. Lalu, mengajak Nalani masuk ke salah satu store sepatu yang ada di sana.
"Aku kayaknya mau beli sepatu, deh. Untuk meeting. Biar bisa ganti ganti ketika bertemu dengan orang di luar," Edgar sudah asik memilih mana sepatu yang bisa memikat hatinya. Matanya sangat fokus dengan yang ada di depannya saja. Ia sama sekali tak melihat ke arah Nalani yang sudah memendam segala kekesalan hari itu. "Huhhh, sabar. Daripada sama sekali nggak mau bahas, lebih baik, aku turutin dulu aja," Nalani berbisik dengan dirinya sendiri. Mengamati sang kekasih yang kini kesibukannya berganti menjadi pemilih sepatu.
"Tolong bantu aku pilih dong, sayangi! Jangan diem aja di situ," Edgar memanggil Nalani untuk segera membantunya memilih sepatu. Nalani mengambil beberapa sepatu yang menurutnya adalah selera Edgar. Setelah mendapat sepatu dari Nalani, Edgar senyum sumringah. Wajahnya seperti habis menemukan harta Karun.
"Udah kan sayang? Kita cari tempat duduk aja, yuk! Minum kopi atau semacamnya. Lalu, kita lanjutkan bahas pernikahan," Kalla membujuk anak kecil yang sudah berusia lebih dari seperempat abad. "Sebentar lagi ya, sayang. Aku ingin cari kemeja, juga dasi dan jas. Soalnya, aku akan banyak meeting dengan klien, jadi, harus menarik kan tampilannya?" Nalani tak memberikan jawaban sepatah katapun. Wajahnya lesu, murung, namun, Nalani tidak ingin ada perdebatan. Lebih baik Nalani keluarkan stok sabarnya dulu.
Sudah hampir senja, Nalani dan Edgar masih betah di dalam pusat perbelanjaan. Nalani mendapat pesan dari Harland, Harland mengirimkan beberapa contoh konsep pernikahan juga undangan pernikahan. Nalani terlihat berbunga-bunga. Nalani langsung membaca pesan itu, lalu fokus dengan gambar yang Harland gambarkan. Nalani membiarkan Edgar memilih apa yang ia mau. Nalani sedang tersenyum melihat juga memikirkan tentang bagimana pernikahannya nanti. Tetapi, Nalani terkejut. Karena dalam bayangan Nalani, bukan Edgar yang menjadi pengantin lelakinya. Justru ada Harland di sana. Nalani ingin segera sadar dari bayangan itu. Untung saja Edgar datang lalu, menepuk pundak Nalani. "Sayang, kamu kenapa sih? Daritadi main ponsel terus? Katanya tadi waktu ini untuk kita berdua? Terus kenapa kamu sibuk main ponsel di sini? Aku butuh bantuan kamu dong, Nal," Edgar protes dengan begitu kesal. Edgar sempat merebut ponsel Nalani, melihat pesan yang Harland kirimkan. "Ini siapa lagi? Kenapa ada chat dari laki-laki lain selain aku?" Edgar tidak lagi menjaga ucapannya. Nadanya pun lebih tinggi dari sebelumnya. "Sayang, jangan teriak. Malu didengar orang. Kamu jangan salah paham dengan pesan ini. Ini dari team WO kita," Nalani menjelaskan dengan nada rendah yang lembut di telinga. Ah, tetapi itu tak membuat Edgar percaya begitu saja.
"Kenapa dia chat pribadi ke kamu? Sampai kamu senyum senyum sendiri? Nggak sopan itu namanya! Harusnya dia menjaga kliennya dengan baik. Bukan malah," Nalani menghentikan ucapan Edgar sebelum lebih banyak orang mendengar percakapan mereka. "Sayang, kamu salah paham. Kita duduk, lalu aku jelaskan," Nalani meminta Edgar untuk mendengar penjelasan darinya.
"Kita pulang saja. Aku sudah nggak mood melanjutkan pertemuan ini. Aku bela-belain bertemu sama kamu hari ini, meninggalkan semua pekerjaan aku. Rela hari libur ini ke sini sama kamu, tapi kamu sama sekali nggak menghargai aku!" Edgar menyalahkan Nalani atas kesalah pahaman yang Edgar buat sendiri. "Sayang, kok kamu ngomong seperti itu sih?"
Edgar berjalan meninggalkan Nalani sembari membawa semua belanjaan di tangan kanan juga kirinya. "Edgar, tunggu!" Nalani berusaha mengejar Edgar. Penjelasan harus segera menyelesaikan ini semua. "Ini apa sih? Kenapa dia lebih kekanak-kanakan dari anak kecil?" Nalani menggerutu sembari menuruni eskalator. Nalani tidak mau menunggu eskalator itu sampai membawanya ke bawah. Ia yang menuruni satu per satu. Agar Edgar masih bisa ia kejar.