Kedua lelaki kekar berjalan mengikuti Elnara. Mereka berjalan di belakangnya, mencari waktu yang tepat untuk menangkap Elnara, mereka tak mau jadi bahan bulan-bulanan masa kalau menangkap Elnara tanpa perhitungan, apalagi di tempat umum.
Elnara yang berjalan di depan kedua lelaki kekar, tak menyadari sedang dibuntuti kedua pria menyeramkan itu. Dia sibuk menawarkan barang dagangan sambil menyeka keringat di dahinya yang semakin banyak. Ini kali pertama Elnara menutup tubuhnya, dia belum terbiasa dengan pakaian tertutup apalagi keadaan di luar rumah panas sekali.
"Panas, haus," ujar Elnara.
Elnara mulai kehausan dan kepanasan, tapi tekadnya kuat, Elnara tak bisa bersantai. Dia harus mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kedua lelaki kekar mengamati situasi, karena jalan yang dilalui Elnara sepi, mereka mulai beraksi. Salah satu dari mereka mengeluarkan pisau, mereka hendak menusuk Elnara dari belakang tapi ...
"Elnara," teriak Brian dari arah kejauhan. Dia melihat dua orang mencurigakan di belakang Elnara.
Elnara melihat ke depan. Brian berlari ke arahnya, dua orang itu langsung membatalkan niat mereka, pura-pura melakukan hal lain. Brian yang mencurigai dua orang itu, dia menarik lengan Elnara mengajaknya berjalan lebih cepat.
"Brian ... Brian ..., tunggu, pelan-pelan," ujar Elnara yang kesulitan berjalan mengikuti Brian.
Brian menghentikan langkahnya, menatap Elnara yang kini berhijab. Cantik dan anggun, Brian sampai melongo, dia tak menyangka Elnara akan secantik itu mengenakan hijab.
"Elnara kau can ...." Perkataan Brian terhenti. Dia merasa ini bukan dirinya. Mengucapkan pujian untuk seorang wanita itu hal yang dibenci olehnya.
"Aku kenapa?" tanya Elnara.
"Kerudungmu cantik," ucap Brian mencari alasan lain.
"Terimakasih," ucap Elnara. Senyuman manis terlihat diwajah cantiknya, membuat Brian malu. Dia mulai tak nyaman dengan hatinya.
"Kau sedang apa?" tanya Brian.
"Lihat, aku dagang kerupuk," jawab Elnara.
"Apa benar dia dagang kerupuk? biasanya juga jual tubuh," batin Brian yang masih berpikir negatif tentang Elnara.
"Aku bantu jualannya boleh?" tanya Brian.
"Tapi panas, kau yakin?" tanya Elnara.
Brian tak menjawab, hanya menarik lengan Elnara sambil menawarkan kerupuk. Elnara masih belum tahu kenapa Brian terus menarik lengannya, dia hanya diam dan mengikutinya. Karena ketampanan Brian, banyak perempuan mendatanginya dan membeli kerupuk. Mereka juga minta foto, seolah sedang bertemu artis. Tak diragukan soal ketampanan dan tubuh porposionalnya, wanita manapun pasti tergoda. Semua wanita mengerumuni Brian tapi mata Brian terus melihat Elnara yang berdiri di tepi, dia berjalan menarik Elnara untuk dekat dengannya.
Brian meminta semua wanita memfotonya sekaligus Elnara.
Setelah selesai semua wanita itu pergi, dagangan kerupuk Elnara juga tinggal sedikit. Brian mengajak Elnara duduk di bawah pohon sambil berteduh dari panasnya matahari yang mulai meninggi.
"Wah, tinggal tiga bungkus lagi, alhamdulillah," ucap Elnara.
"Kau bilang apa tadi?" tanya Brian.
"Alhamdulillah, kata Alif saat kita mendapatkan sesuatu yang berupa kesenangan ucapkan alhamdulillah," ucap Elnara.
"Elnara kenapa kau berhijab?" tanya Brian.
"Aku ... aku ingin mendekatkan diri pada Allah SWT," ucap Elnara dengan air mata yang tiba-tiba saja menetes di pipinya.
Brian mengambil sapu tangan di sakunya, dia menyeka air mata Elnara.
"Aku bukan wanita baik-baik, sebelumnya aku seorang pelacur," ujar Elnara.
Brian mendengarkan cerita Elnara. Dia melihat kesungguhan Elnara untuk bertobat.
"Elnara jika aku membayarmu 10 Milyar, maukah kau melayaniku?" Brian mengetes kesungguhan Elnara bertobat.
"Tidak," tegas Elnara.
"Kenapa? aku bisa membuatmu kaya, kau tak perlu melayani banyak lelaki, cukup aku saja, jadi wanitaku dan hangatkan ranjangku," ujar Brian yang masih ingin tahu Elnara.
"Tidak," tegas Elnara.
"Bekerja seperti ini selain lelah, kepanasan, hasilnya tak seberapa, hidupmu sengsara, lebih baik layani aku, puaskan aku!" ucap Brian.
"Tidak, aku sudah mantap, aku hanya ingin kembali ke jalanNya," ujar Elnara.
Brian meraih kedua lengan Elnara, dia memeluknya.
"Lepas Brian ... lepas!" teriak Elnara yang berusaha melepas pelukan Brian yang memaksa.
"Rasa ini, aku nyaman bersentuhan dengannya," batin Brian.
"Elnara jangan jual mahal, sebelumnya kau itu menjajakan dirimu, apa kau tak bisa menjual dirimu padaku?" tanya Brian.
"Lepas ..., aku memang rendah dan hina, kau pun tak percaya aku mau bertobat, setidaknya hargai sedikit kehormatanku," ujar Elnara sambil menangis.
"Kehormatan? kau sudah disentuh banyak lelaki, masihkah punya kehormatan? bahkan aku akan bercinta denganmu dan menyentuhmu," ucap Brian.
"Aku hanya ingin tobat, tak peduli dengan tubuh kotor ini, aku hanya ingin kembali padaNya hik ...hik ...," ujar Elnara. Wajahnya sudah dibanjiri air mata.
Melihat itu Brian tak tega terus mencercanya, dia melihat kesungguhan Elnara ingin bertobat. Segera Brian melepas pelukannya.
"Elnara maafkan aku, tadi aku hanya ingin tahu, kau serius bertobat atau tidak," ujar Brian.
Elnara masih menangis. Dia teringat semua dosanya.
"Elnara, jangan menangis, bagiku kau tetap wanita terhormat, tak peduli masa lalumu," ucap Brian.
Elnara mengangguk. Brian kembali menyeka air mata Elnara dengan sapu tangan. Wajah Elnara memerah, matanya sembab tapi ada senyuman yang mulai menandakan hatinya sudah tenang.
"Melihatnya, ingin rasanya aku lebih sering bersamanya, apa? aku berpikir apa?" batin Brian.
Brian merasa ada yang berbeda dengan hatinya, ciuman tak sengaja itu membuat tubuhnya merespon pada Elnara. Wanita malam yang kini berhijrah, cantik dan anggun dalam balutan busana muslim sudah membuatnya nyaman saat bersamanya.
Suara adzan dhuhur berkumandang, Elnara mengajak Brian pergi ke masjid yang tak jauh dari tempat mereka berada. Elnara berwudhu, Brian mengikutinya, memperhatikannya.
"Brian kau tidak wudhu?" tanya Elnara usai wudhu.
"Aku ...." Brian ragu. Dia sudah lama tak pernah sholat sejak ibunya meninggal. Sejak saat itu hidupnya kelam. Narkoba, minum minuman keras dan berhubungan sejenis dilakukannya.
"Ayo sholat, kau akan tampan saat mengenakan sarung dan peci," puji Elnara.
"Duluan saja Elnara," ujar Brian.
Elnara mengangguk. Dia masuk ke dalam masjid, menuju barisan wanita. Brian yang di luar melihat Elnara bersiap untuk sholat, dia berbalik, mengambil air wudhu dan ikut sholat berjamaah.
Usai sholat Brian melihat Al Qur'an, dia mengambilnya dan melantunkannya, suara merdunya terdengar di telinga Elnara.
"Masya Allah, dia fasih mengaji dan merdu, aku saja belum bisa membaca Al Qur'an," jawab Elnara.
Elnara duduk di luar menunggu Brian, tak lama Brian keluar dari dalam masjid, mukanya bersinar dan bersih.
"Suaramu merdu saat melantunkan ayat suci, aku iri," ujar Elnara.
"Kalau kau jadi makmumku, aku akan mengajarimu," ujar Brian.
"Apa?" Elnara bertanya, dia tak begitu mendengarkan ucapan Brian.
"Bukan, oya Elnara, aku mau mengambil kerupuk yang ku beli kemarin." Brian mengalihkan pembicaraan. Dia malu seandainya Elnara sadar tadi dia berkata apa.
"Oke," ucap Elnara.
"Elnara," ucap Brian.
"Ya," sahut Elnara.
Brian menatap wajah Elnara. Tangannya hendak menyentuh pipinya tapi naik ke atas, dia mengelus kepalanya dengan lembut.
"Kau cantik mengenakan hijab, semoga kau menjadi bidadari surga yang sholehah," ucap Brian.
"Amin," sahut Elnara.
Brian dan Elnara berjalan menuju rumah Alif, mereka bersiap menyeberang jalan. Di sisi lain dua lelaki kekar yang tadi, sedang mengendarai mobilnya di tengah jalan.
"Itu bukannya target kita?"
"Lenyapkan dan kabur."
"Benar juga."
Saat Brian dan Elnara menyeberang, mobil yang dinaiki kedua lelaki kekar itu melaju dengan kecepatan tinggi. Mereka ingin menabrak Elnara tapi Brian meraih tubuh Elnara mendorongnya ke tepi.
Bruuug ...
Elnara terjatuh di tepi jalan sedangkan Brian terserempet mobil itu.
"Briiiiiaaaan ...," teriak Elnara kencang.