Chereads / SUP DAGING IBUKU / Chapter 2 - Chapter 2

Chapter 2 - Chapter 2

"Angga, Ibuk. Lagi dirumah teman. Kamu jangan khawatir ya, dan jangan cariin ibuk. Ibuk akan pulang tenang aja, jangan lupa makan yang banyak," tulisnya, aku menghela nafas lega.

"Syukurlah....," batinku di hati, ku coba menghubungi ibuk kembali tapi dia tidak mengangkat, namun tak apa yang penting ibuk baik baik aja. Dengan nafas lega aku menyuapi sup buatin istriku itu hingga habis.

Pagi ini Rani menyiapkan segala keperluanku untuk kekantor, walau terkesan dia lebih banyak diam, aku maklumi. Karna akhir akhir ini aku sering membentak dan tak mau mendengar ucapannya, mungkin dia masih kesal dan takut disalahkan karna perginya ibuk dari rumah.

"Rani, sini.., " titahku, dia menghentikan laju tangannya memainka setrikaan itu dan menoleh padaku.

"Ya Mas," ucapnya pelan, aku mendekat dan mendekapnya.

"Maaf ya, Akhir-akhir mas Sering marahin kamu," ujarku membelai rambutnyabdia hanya diam, dan megangguk pelan dalam dadaku itu.

"Sekarang jujur deh sama mas, apa sebelum ibuk pergi kalia cekcok lagi?" tanyaku, dia melihat mataku datar dan berkata.

"Gak mas, " singkatnya,

"Mungkin ibuk kesal dan pengen ngejauh dulu dari Kita, kamu mengertikan aku tunggal.mau gak mau kita harus tinggal sama ibuk, aku harap kamu bisa ajak ibuk pulang Rani." ujarku, dia hanya diam dan kembali merapikan kemejaku dan membantuku untuk memakainya.

"Buruan mas, nanti kamu telat." Ujarny, aku Hanya diam dan nurut mengikutinya keluar, dia megantarku hingga ke garasi mobil.

"Mas, berangkat dulu. Jaga Algi dengan baik ya." ujarku dia diam dengan sedikit megangguk, tanpa pikir panjang aku masuk mobil dan berangkat.

Sesampai di kantor, aku langsung masuk ruangan da fokus pada file dan berkas hari ini sepertinya aku akan lembur. Namun saat aku menyiapkan beberapa hal, Lita datang dN masuk keruanganku.

"Pagi Angga, bagaimaa. Apa sudah ada kabar tentang ibuk?" Tanyanya, aku mengangguk dan berkata.

"Sudah Lita, ibuk dah kabari aku," jelasku.

"Bilangnya kemana?" tanya Lita lagi.

"Katanya sih kerumah temen," sahutku.

"Ibuk pasti capek banget, liat tingkah Rani. Kamu ngerti gak sih Angga. Ibu itu dah Gak kuat serumah dengan istrimu itu, mana dia gak bisa di banggain, Bisanya Hanya membeban." gerutu Lita.

"Lita, kita bisa bicara nanti ya. Aku harus kerja sekarang," dalihku, dia berdengus dan berkata.

"Nanti siang Kita makan di luar ya, aku mau cerita banyak tentang ibuk, apa nanti kamu mau ibukmu sakit stroke hanya Karna kamu ingin mempertahankan Rani? ibumu tersiksa Angga," tegasnya, aku memijat batang hidungku dan berkata.

"Aku mohon Lita, aku ingin menyelesaikan pekerjaanku," tuturku. Lita mengangguk dan beranjak keluar.

"Aku tunggu di jam makan siang," tutupnya sebelum pergi. Aku tidak peduli Dengannya dan tetap fokus pada pekerjaanku,

Hingga beberapa jam berlalu, Setelah menyelesaikan semua, aku bersiap hendak keluar. Dari ruangannya Lita sudah stan by dengab kunci mobil dengan meneteng tas dan jas kantornya.

"aayok, ikut. Aku yang traktir," ujarnya memberikan kunci mobilnya padaku, sedikit aku menaikan alisku dan menyambar kunci mobil itu dengab ragu. Lita tersenyum dan menggandeng tanganku.

"Sekarang gimana? Rani pasti senang banget kan ibuk minggat dari rumah?" tanya Lita saat di perjalanan, aku sedikit mengangguk ragu dan berkata.

"Ya sepertinya seperti itu, Rani tipekal wanita yang tak mau di atur, dan dia terllau bawaperasaan, ibuk mengomel bukan berartti ibu benci dia, tapi sering nangis gak jelas sama aku," jelasku.

"Trus kamu bela dia?"

"Ya eenggak, gini lo. Aku Hanya ingin dia paham bahwa dia itu harus pahami dan coba nurut jangan dikit dikit ngadu dan nangis, sumpah gak suka banget Liatnya," gerutuku.

"Betul itu, Tipekal istrimu emang gitu. Bisanya cuma rengek dan membeban. Bisa-bisanya sih kamu nikahin dia, tu akibatnya kamu gak dengerin orang tua. Alih-alih tenang rumah tanggamu kan enggak, Hanya demi Rani kamu nyakitin aku Angga." Ujarny, aku sedikit kikuk, dan tak mau melihat wanita itu, dia mengelus lenganku dan berkata.

"Mungkin ibuk ngambek Angga dan gak mau pulang sebelum kamu ceraikan Rani, seperti yang selalu dia katakan?" tutur Lita.

"Gak gitu, ibuk hanya berpesan jangan cari aku, dan makan yang banyak," sahutku santai, Lita berdesih.

"Ibumu itu sudah jengah sama Rani, kamu aja tu. Yang berusaha mempertahankan dia." gerutunya.

"Dia ibu dari anakku, Algi gak mungkin bisa terima kami berpisah," jawabku.

"Tapi Angga, Aku bisa jadi ibu yang baik buat Algi. Dan kamu tau kan ibu juga gak bisa lagi jika setiap hari menghadapi Rani, selain dia malu pada orang-orang punya menantu kuper dak punya karir dan hanya bisa membeban " jelasnya lagi, aku hanya menggeleng pelan, hingga Lita tak mau mengoceh lagi hingga kami sampai di restoran.

Kami masuk kedalam restoran dan memesan makanan.

"Kamu mau pesan apa?" tanya Lita.

"Biasa aja, samain aja. Sama makanan yang kamu pesan." ujarku,

"Emang kamu sekarang pengen makan, apa?" tanya Lita lagi.

"Aku hanya kangen makanan ibuk, tapi ya sudahlah. Kemaren sup buatan Rani malah gak enak dan rasanya aneh, jadi kangen ibuk." ujarku.

"Justru itu, aku yakin saat kamu ceraikan Rani. Ibuk pasti pulang, selain kampungan dia Juga tidak becus masak? apa sih yang kamu pertahan dari wanita seperti itu? heran!" kesal Lita, aku hanya menghela nafas.

"Sudah, kamu pesan saja makanannya."

Malam berkunjung, karna menghabiskan dua jam tadi di jam istirahat, aku lembur dan baru bisa pulang kerumah setelah maghrib, Aku memasukan mobil ke garasi dan turun dari mobil, Rani menungguku di teras sembari menggendong Algi, Anakku menangis histeris namun Istriku masih tetap tenang dengan tatapan kosong, memang dia jauh lebih aneh akhir-akhir ini, kadang tingkahnya membuat aku takut.

"Algi, kamu kenapa sayang," ujarku mengambil anakku dari gendongan ibunya, anakku terus saja menangis. Bisa aku lihat ada tanda lebam di jidatnya,

"Rani, ini jidat Algi Kenapa?" tanyaku, dia diam sejenak dan dengan berat menggetarkan bibirnya.

"Jatuh," Singkatny, nafasku tersengal dan mulai kesal padanya.

"Kamu bisa jaga dia dengan baik gak sih! ngurus anak aja kamu gak becus! ayo Algi kita masuk nak," ucapku pada anakku dan beranjak masuk tak pedulikan Rani lagi, namun sontak saja aku terperanjat mendengar pecahan kaca yang hebat.

Prang..

Aku menoleh dan membulatkan mata melihat kaca Jendela berserak berai belingnya. Aku tak habis pikir dengan ekpresi Rani yang penuh amarah menggengan pecahan kaca itu.

"Kamu sudah gila ya?" kesalku.

"Dari mana aja kamu! kenapa baru pulang jam segini?" tanyanya, aku menaikkan alis dan sedikit terheran, karna sebelumnya dia tidak berani seperti ini.

"Aku lembur, dan ya. Bukan urusan kamu Juga aku mau kemana aja!" ketusku dia kembali diam dan bergegas ke belakang, tangannya mengeluarkan darah yang tak berhenti mengalir, dia berjalan kekamar mandi dengan meninggalkan bercak darah sepanjang Langkahnya, aku menghembuskan nafas kencang.

"Sebenarnya ada apa dengannya?" batinku di hati membawa Algi untuk aku kompres lebamnga di kamar.

"Kamu tenang ya Algi jangan nangis, papa Coba kompres," ujarku, Algi terus saja menangis lebam di kepalanya tampak serius, aku berdesib dan tak habis pikir kenapa bisa seperti itu.

Trakt..

Pintu kamar terbuka, aku melihat Rani berdiri dengan tatapan datar sembari Luka yang telah terbalut dengan kain kasa,

"Apa memecahkan kaca da melukai tanganmu membuatmu senang?" geramku, dia hanya diam dan mengganti pakaiannya yang sudah penuh dengan noda darah.

"Sekarang katakan, kenapa jidat Algi bisa separah ini? dia jatuh

dari mana sih bisa seperti ini?" kesalku dia hanya bisa diam dan menghenyak di kasur, dia menoleh pada anaknya dan sontak menangis histeris, aku kembali tak habis pikir, dia menangis kesal seolah mengutuk dirinya sendiri.

"Algi putra mama, Hiks..," Tangisnya memukul-mukul kepalanya melihat Kondisinya aku tidak tega dan mendekat dengan membawa anakkh dan mendekapnya.

"Anakku...., Maafkan aku," Tangisnya merangkul da mengkecup wajah putranya, walau sedikit aneh. Aku coba menenangkan Rani dan mengelus bahunya, diterus saja menangis tersedu-sedu dengan mendekap erat anaknya.