Chereads / MINE : JENSON AND CHRISTABELLA / Chapter 15 - JAGA DIA

Chapter 15 - JAGA DIA

Jenson baru akan membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu saat ponselnya berdering, jadi dia berdiri dan hanya mengisyaratkan sesuatu pada Liora dengan tangannya seolah dia mengatakan 'sebentar'.

Liora hanya mengangguk dengan raut wajah tidak senang.

Jenson kemudian berjalan ke sudut lain dan mengeluarkan ponselnya dari saku, ia pikir itu panggilan Antonie yang akan memberi kabar tentang Christabella, tapi ternyata tidak.

Nama Dr. Andrew justru yang tertera di layar ponselnya.

Jenson mengerutkan keningnya dengan keras dan tiba-tiba firasat buruk melandanya.

"Ya Dok, bagaimana?"

"Tuan Jenson, saya minta maaf harus mengabarkan hal ini pada anda."

"Langsung ke intinya."

"Tuan Jaz baru saja sadar, tapi kondisinya sangat kritis."

Jenson terdiam dalam waktu lama, firasatnya benar, tapi dia mencoba setenang mungkin.

"Tangani dia dengan sangat baik dan aku akan segera ke sana." Balas Jenson kemudian.

"Baik Tuan."

Jenson menutup panggilannya dan ia menghela nafas, ia menoleh ke arah Liora dan tidak tahu harus berbicara apa.

"Ada apa Jens?"

Jenson tersenyum segaris tipis dan ia berjalan menghampirinya. Setelahnya ia duduk di sampingnya dan bertanya dengan lembut, "Aku akan menemanimu, tapi tidak sekarang. Ada urusan yang begitu penting yang harus aku tangani, jadi boleh aku pergi sebentar?"

Liora mengangguk dengan enggan di balik senyumnya yang juga ia buat dengan terpaksa. Entah kenapa Liora berpikir itu urusan Christabella dan hatinya mendadak diliputi cemburu.

"Baiklah, aku akan menghubungi Stephanie untuk menemanimu sebentar selama aku pergi."

"Jangan Jens, kamu bilang kita harus merahasiakan semuanya."

Jenson mengangguk dan kemudian menjawab, "Kalau begitu hubungi managermu, aku tidak mau kamu sendirian."

Liora mengangguk setuju sebelum ia berkata, "Hati-hati Jens."

"Iya."

Jenson bangkit dan kemudian pergi dari apartemen Liora.

Di lobi, ia berpapasan dengan Ghea yang menatapnya penuh kebencian, tapi Jenson tidak peduli dan berjalan cepat menuju mobil, kondisi Jaz lebih penting dari apapun saat ini.

Benar saja, begitu ia mencapai mobil, Jenson langsung melajukan dengan kecepatan penuh menuju rumah sakit.

Alhasil, dia tiba di rumah sakit dalam waktu yang begitu singkat.

"Jaz!" seru Jenson dengan suara yang menahan kesedihan begitu ia tiba di ICU.

Jaz yang saat ini sudah siuman hanya bisa menjawab Jenson dengan anggukan yang lemah, setelahnya tangannya bergerak-gerak pelan seolah ingin mencapai tangan Jenson.

Jenson yang mengetahuinya langsung mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Jaz.

"Jens, waktuku tinggal sebentar," Jaz berkata dengan suara yang lemah dan pelan.

Jenson mengerjapkan matanya agar air matanya tidak jatuh dan hatinya tiba-tiba sangat hancur, tapi di permukaan ia bisa setenang lautan yang begitu dalam.

"Apa yang harus aku lakukan untukmu?"

"Aku minta maaf dan tolong jaga Mommy, Liora dan ...."

Belum sempat Jaz menyelesaikan kalimatnya, ia mengalami sesak nafas dan kemudian matanya terlelap dengan begitu tenang, bersamaan hal itu suara nyaring dari monitor detak jantung yang memunculkan garis lurus di sebelahnya memenuhi ruangan.

Jenson langsung panik dan ia berteriak kalap menyerukan nama Jaz, tapi Jaz sudah tidur dengan tenang.

Untuk kedua kalinya Jenson menangis.

Para dokter langsung bergegas masuk dan menangani Jaz, sementara suster meminta Jenson untuk keluar.

Di depan ruang ICU, Jenson terduduk lemah di bangku tunggu, ia menunduk dan menyugar rambutnya frustasi. Ia merasa sendirian sekarang dan untuk kedua kalinya ia merasa begitu lemah.

Kematian ayahnya dua tahun lalu dan sekarang Jaz. Jenson tidak tahu apa yang harus ia katakan pada Mommynya juga Stephanie.

"Tuan Jenson."

Suara Dokter Andrew menariknya kembali ke dunia nyata. Jenson menyeka air matanya sebelum ia mengangkat kepalanya.

"Ya Dok."

"Kami minta maaf Tuan, tapi selama ini kami sudah berusaha semaksimal mungkin dan memberikan semua yang terbaik untuk Tuan Jaz."

Jenson hanya mengangguk sebelum ia berkata dengan suara yang terdengar begitu tenang, "Aku percayakan semua proses pemakaman Jaz pada rumah sakit dan tolong rahasiakan berita kematian ini, aku tidak akan segan menuntut anda dan menutup rumah sakit ini jika berita ini sampai ke publik."

Dokter Andrew menghela nafas dan ia mengangguk setuju.

Jenson kemudian pergi setelah mengatakan itu.

Duduk di mobilnya, Jenson mencengkeram erat setir mobilnya hingga buku-buku jarinya memutih. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

Ia memejamkan matanya dan air mata kembali berderai pelan. Jenson tak menyangka Jaz akan begitu cepat meninggalkannya.

Pada saat yang sama, ponselnya berdering. Jaz mengangkat kepalanya dan memeriksa siapa yang menghubunginya, nama Mommy tertera di layar ponsel dan membuat Jenson linglung sesaat.

Lama dia membiarkan ponsel itu berdering hingga panggilan kedua dan ketiga barulah Jenson menerimanya setelah mengatur nafas berulang kali dan menenangkan dirinya.

"Halo Mommy, ada apa?"

"Jens, apa Jaz mengabarimu akhir-akhir ini?"

"Iya Mom, tapi hanya melalui email. Dia menemui gurunya dan kembali belajar mendesain perhiasan."

"Benarkah? Tapi dia baik-baik saja kan? Firasat Mommy sangat buruk akhir-akhir ini."

"Iya Mom jangan khawatir, Jaz bilang dia besok akan menghubungi Mommy."

"Baiklah. Kamu dimana sekarang? Mommy ingin berkunjung ke Villa Emerald."

"Aku sedang di luar Mom, Christabella juga sedang tidak ada di sana."

"Dimana dia?"

"Dia sibuk dengan toko bunganya," kilah Jenson.

"Yang penting kalian berdua baik-baik saja. Bye Jenson, love you my son."

"Love you too Mom."

Jenson menutup telfonnya dan menghela nafas sekali lagi sebelum menghubungi Antonie.

"Ya Tuan."

"Christabella sudah ketemu?"

"Nona Bella baru saja pulang Tuan."

"Baguslah, Antonie aku butuh bantuanmu."

"Ya Tuan."

"Jaz meninggal, jadi urus semua pemakamannya, tempatkan dia di pemakaman khusus Villa Kencana."

"Saya turut berduka cita Tuan, dan saya akan melaksanakan tugas itu dengan sebaik mungkin."

"Iya."

Panggilan berakhir dan Jenson melajukan mobilnya menuju apartemen Golden Swan.

Ketika dia tiba di sana, Liora sedang tidur dan Monica, managernya duduk di sampingnya. Monica kemudian pamit pulang begitu melihat Jenson datang. Jenson mempersilahkannya dan ia duduk di samping Liora untuk menatapnya dengan penuh iba.

"Liora, Jaz dua kali menitipkanmu padaku, jadi aku akan berusaha menggantikan dia untukmu." Jaz berkata dengan suara lirih.

Ia memejamkan mata dan menghela nafas tanpa daya, hatinya sangat sakit saat mengucap hal itu mengingat ia sudah menikah dengan Christabella dan sedang berusaha keras mendapatkan hatinya, tapi di sisi lain ia harus menjaga Liora sekarang.

Kepala Jenson mendadak sangat sakit dalam pemikiran itu.

"Jens, apa terjadi sesuatu dengan Jaz?"

Liora mungkin tadi mendengarnya jadi saat ini ia bangun dan menanyakan hal itu.

"Dokter memindahkannya ke luar negeri, jadi aku yang akan menjagamu sekarang sampai anak itu lahir kamu baru boleh menemuinya."

"Apa dia akan mengalami koma selama itu Jens?"