"Kau boleh menjelaskannya ...."
Mr. Tonny melirik ke arah Rumi. Dia duduk dan bersantai di atas sofa. "Tidak ingin tahu alasan kenapa aku bisa tertembak? Aku kira kau akan cemas karena ini." Pria itu melirik dada kirinya. Tentu saja rasanya nyeri, tetapi dia menahannya setengah mati. Tak ingin menunjukkan rasa sakit pada Rumi. Toh juga, ini bukan luka tembak yang pertama yang pernah dia dapatkan. Jadi, Mr. Tonny tak akan merengek.
"Awalnya begitu. Namun, melihatmu baik-baik saja bahkan bisa mendorongku, itu pasti tidak menjadi masalah." Gadis itupun tersenyum miring. Menjatuhkan pandangan matanya kemudian. Menatap ujung jari jemarinya yang saling bermain di atas pangkuannya. Tak bisa dipungkiri bagaimana kegelisahan terus ada menyertai setiap detik dan waktu yang dia punya di sini. Satu minggu lebih, nyatanya Rumi tak bisa mengingat apapun. Tidak ada pemicu memori untuk membangkitkan semuanya.
Harapannya hanyalah Mr. Tonny Ayres.