Setelah Mr. Tonny pergi, sekali lagi meninggalkan meja makan tanpa menyentuh sarapannya, Rumi memendam kecewa tentu saja. Mau marah, tetapi pada siapa? Nyatanya, mengubah bos mafia untuk hidup normal layaknya pria biasa bukan hal yang mudah. Padahal ini hanya pasal sarapan saja. Belum yang lainnya.
"Kenapa wajahmu murung?" Seseorang datang. Waktu yang pas, bukan menghibur maksudnya. Namun, sesuai dengan janji mereka kemarin. Fin Fransisco akan datang tepat pukul tujuh pagi. Itu waktu yang tepat untuk berolahraga. Suhu sedang hangat-hangatnya.
"Aku lebih senang melihatmu tersenyum manis. Itu membuat wajahmu terlihat tambah cantik dan lebih mudah juga segar." Fin meletakkan tas di atas meja kecil. Duduk di atas kursi rotan, menghadap ke arah yang sama dengan Rumi.
"Kita mulai terapinya?" Rumi tak menggubris pertanyaan dari Fin. Toh juga, pria itu datang bukan untuk menjadi sandaran dan telinga untuk keluh kesahnya pagi ini.