Kembali pada ruangan penyiksaan. Tak pernah menyangka jika dirinya akan melihat putra dari seorang genster ternama jatuh dengan cara yang tidak terpandang, ditelanjangi dan disiksa habis-habisan. Benar tidak ada ampun untuk Halwart. Kemarahan yang dipunyai oleh pria itu sudah memuncak acap kali melihat wajah pria manja satu itu.
"Seharusnya kau tidak menjadi penerus ayahmu, Halwart." Dengan langkah yang tegas, terdengar menggema, meraung-raung penuh kegilaan untuk Halwart, pria itu datang padanya. Mendekati tubuh yang diikat dengan posisi berdiri, hanya berbalutkan celana dalam pendek tanpa baju atau kain yang menghangatkan tubuhnya. Penuh dengan luka goresan, sayatan benda tajam, dan memar bekas pukulan. Bahkan di mata kirinya, Halwart mungkin sudah kehilangan kemampuan untuk melihat. Itu membengkak begitu besar. Membuatnya tidak bisa membuka mata dengan benar.
